Journey-9
"Terkadang, yang tau apa yang terbaik untuk diri kita bukan kita sendiri.
Bisa keluarga, sahabat, kekasih, maupun orang yang kita benci sekalipun.
Karena, selalu ada saja alasan dibalik tindakan mereka.
Dan.,
Tak seharusnya, kita menghakimi tanpa memandang.
Tak seharusnya, kita menghakimi tanpa mendengar.
Mungkin, memahami mereka tak semudah -membalikkan telapak tangan-.
Tapi, percayalah.
Kebaikan dan kebahagian kita, bisa jadi adalah alasan untuk perbuatan mereka"
~FRIENDSHIT~
AUTHOR's POV
Pagi yang cerah, sinar mentari memancar melalui celah jendela kamar bernuansa vintage itu.
Diva mengerjapkan matanya berulang kali.
Terasa pening, masih.
Jari-jari tangannya, memijit pelipis.
Otaknya, sibuk mengolah informasi.
Hal terakhir yang Diva ingat, ketika sang Mama, memberikan segelas minuman.
"Apa yang terjadi padaku?" ,batinnya berujar.
Diva terduduk dikasur yang ditidurinya, dan mengedarkan pandangan, "seperti bukan kamarku saja", pikirnya bingung.
" Engghhhh"
"Apa itu? Lenguhan lelaki?", batinnya kembali bertanya-tanya.
Manik nya menemukan sesosok pria yang mengisi relung hatinya.
Dimata Diva terlihat lebih mengagumkan, ketika sedang tertidur di sofa.
Tunggu,
" Tertidur", Diva terpekik.
"Engghhh". Pria itu terbangun.
Pak Arif, belum sepenuhnya sadar saat tangannya mengucek-ucek matanya.
Terlihat sama bingungnya, itulah yang Pak Arif rasakan. Posisinya pun berubah, dari berbaring dan sekarang terduduk disofa.
Maniknya mengedar, dan amat, sangat terkejut, ketika menemukan sosok Diva yang melihatnya dan berdiri tak jauh dari sofanya tidur.
"Diva, kenapa kamu disini"
"Pak Arif, kenapa anda disini"
Ucap mereka hampir berbarengan.
"Dan, kenapa kamu hanya memakai piyama satin, yang terlihat transparan?"
"Dan, kenapa anda hanya menggunakan boxer, dada anda pun shirtless?"
Kembali saling melontarkan pertanyaan, hampir bersamaan.
Diva dan Pak Arif, terlihat saling menghembuskan napas.
"Duduklah!" Pak Arif menepuk ruang kosong untuk Diva.
Diva pun berjalan lemah menghampiri.
"Apa yang terjadi?". Tanya Pak Arif kaku nan dingin, ditambah gaya nya sekarang, yang melipat kedua tangannya didepan dada, tanda intimidasi yang luar biasa.
" Say.. Saya jug.. Juga tidak tau"
Pak Arif menatap sinis, "anggap saya percaya padamu"
Diva kesal karena tidak dipercaya. Dia pun sama seperti Pak Arif yang menjadi korban.
"Hey!!! Anda tidak percaya kepada saya?"
Pak Arif hanya menaikkan satu alisnya.
"Bolehkah saya melempar anda saja dari balkon ini? Terdengar menarik, karena tingginya hampir 20 meter."
Pak Arif menatap bosan, "Cepat katakan pembelaan, aku tidak suka wanita yang suka membual"
"Baik! Intinya, saya juga korban disini!"
"Ya! Kuharap aku percaya"
"Kenapa anda tidak percaya kepada saya?"
"Walaupun kamu wanita, dan aku pria. Tak menutup kemungkinan, kalo kamu memper-"
"Foto apa itu?"
Ucapan Pak Arif terpotong, ketika Diva terpekik kaget melihat banyaknya foto yang berada manis diatas meja.
Pak Arif, dan Diva saling berpandangan dan mengamatinya satu per satu.
Dan,
"Surat apa ini?", Pak Arif membuka lipatan kertas itu.
Dear teman kami, Diva.
Dan bapak guru kami, Pak Arif.
Saat kalian membaca surat ini, itu berarti kami telah berhasil melancarkan aksi kami.
Kalian tidak perlu marah, percayalah tidak ada yang terjadi diantara kalian.
Dan, dibawah ini beberapa pesan dari kami.
Sabilla: saat kalian bangun, seluruh dunia akan segera menunggu undangan kalian.😌
Lia: jangan marah! Ini adalah hal yang terbaik. 🤗
Syifa: perjodohan kita sudah 1000% dibatalkan. 😊
Rini: jangan honeymoon sebelum waktunya😆
Maya: aku turut bahagia untuk kalian😇
Nur: setelah kalian mengucapkan akad, aku akan segera menjadi 'anteu' 👱♀
Laela: dramatis sekali hidup kalian😢
Dhila: cangcimen, cangcimen! Mau cangcimen? Diskon untuk kalian🥜🥜🥜
From your Damn Best Friend and Damn Love Student
#thekomvlak
Pak Arif mengalihkan pandangan tajam dari surat, ke gadis yang sedang nyengir kuda di depannya.
" Oke, kali ini benar-benar buruk Pak".
*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_
Pagi ini, Syifa tengah menatap jengah sang Ayah.
"Ayah!, Apa foto itu kurang jelas? Semenjak kemarin, setelah Ayah mendapat kiriman foto itu, Ayah terus saja berdebat pasal keasliannya. Bahkan keluarga Hamdani pun sudah memutuskan perjodohan bodoh ini, lalu apa lagi yang diragukan?"
"Foto itu", Ayahnya berucap sinis.
"Terserah lah Yah,"
Syifa malas menanggapi sang Ayah, dan berlalu meninggalkan livingroom.
Bunda Syifa angkat suara, " Bun setuju sama Syifa, Yah. Foto itu menunjukkan segalanya. Bukti kuat. Kita pun sudah menyelidiki keaslian foto itu. Sudah lebih dari 7 pakar, yang membuktikan keaslian foto itu. Ayah itu, selalu saja keras kepala"
Ayah Syifa hanya dapat terpaku, yah.., Bagaimanapun dia tetaplah pria biasa, yang notabene nya -Suami Takut Istri-.
*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_
Plak
Tamparan itu seakan menggema diseluruh penjuru ruangan rumah mewah itu.
"Dasar!! Anak tidak berguna!! Tak tau diuntung!!", -Aris Hamdani- Ayah dari Pak Arif, memperlihatkan kemarahan yang menggebu.
" Ibu, Ibu mu ini ndak pernah sekalipun mendidik kamu seperti ini! Ndak bertanggung jawab dan ndak berperasaan!", -Sri Ekawati- memandang sang purta penuh kekecewaan.
Pak Arif menatap sang Ibu, merasa sakit dan hatinya terasa tercabik, "Ibu! Arif mboten ngelakukaken kados ingkang tuduhaken, mboten ngaten Ibu!" (Ibu! Arif tidak melakukan seperti yang dituduhkan, tidak seperti itu Ibu!)
"Ora kaya kue? Terus kepriye toh, le? Kelingan ora, opo seng ko dilakoke mau mbengi?" (Tidak seperti itu? Lalu bagaimana, nak? Ingat tidak, apa yang kamu lakukan semalam?)
Berhubung, ibu Pak Arif itu keturunan Tegal-Yogyakarta, yah begitulah bahasa jawa nya.
Pak Arif hanya menundukkan kepala, dan menggeleng lemah.
Kedua orang tuanya pun, pergi dengan tatapan kecewa. Meninggalkan kamar nya, yang seakan menjadi tempat interogasi, barusan.
Pak Arif pun mengacak rambutnya frustasi.
"Arrrggghhh".
Mengelurkan ponsel dan menghubungi salah satu kontak teratas yang tertera, adalah hal yang dilakukan nya sekarang.
Setelah menunggu dengan gusar, karena takut panggilan nya tidak diangkat, akhirnya
" Kenapa kamu lakukan ini ke saya? Salah saya apa? Kamu menyakiti saya dan menyakiti hati orang tua saya!"
"Udah ngomong nya? Udah ceramahnya? Dan, jawaban dari pertanyaan bodoh anda, adalah KARENA SAYA NDAK MAU MENIKAH SAMA ANDA"
"Kita bisa omongin ini baik-baik, kalo memang kamu tidak mau menikah sama saya"
"Udah deh, toh saya ndak percaya sama anda. Kesan pertama saya ke anda, itu orang yang PEMAKSA. Anda pasti akan melakukan hal apapun untuk mendapatkan saya. Jangan harap! Dan, satu lagi, selamat untuk mempelai baru anda yah"
Tuutt..tutt..tutt
Sambungan telepon diputus, secara sepihak. Membiarkan Pak Arif yang berteriak memanggil orang yang sedari tadi menjadi lawan bicara nya.
"Syif! Syifa!!! Syifa!!, arrrgghhh!!!"
*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_
Sementara itu, disebuah kafe bernuansa khas japanese, sembilan orang perempuan terduduk disana, sembari meminum secangkir matcha.
"Siapa Syif yang telphon?", Laela membuka suara.
Nur meneruskan, "Guru itu lagi?"
"Ngomong apa dia?", Maya teramat penasaran
Syifa menghembuskan napas panjang.
" Seperti konferensi pers", Syifa mengedikkan bahu tak peduli.
Lia menampakkan raut bersalah, "Keterlaluan ndak sih kita?"
"Ini kan demi kebaikan semua orang,kurasa ndak papa deh", Sabilla meyakinkan.
" Aku setuju sama Sabilla", Rini menimpali.
Rheni mengerutkan dahi, "emangnya kalian abis ngapain sih?"
Teman-teman nya menatap malas.
Rini menoyor kepala Rheni, "Makannya hidup jangan buat ngilang mulu! Ketinggalan info kan!"
Rheni menampilkan raut bodoh.
Dhila menepuk pelan bahunya, "Tadi, ada cicak makan motor"
*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_
"Kamu! Udah bikin malu Mama?"
"Maaf Mah.. Hiks, hiks, hiks" Diva hanya dapat terisak.
"Sekarang siapa yang mau sama kamu?"
"Mah, Diva--"
"Saya akan menikahi anak tante secepatnya!"
Diva tercekat, suara itu? Diva menolehkan kepalanya. Tanpa dia duga, ternyata--
Akhirnya, putriku menemukan kebahagiaan nya. Batin Mama Diva.
.
.
.
.
.
.
.
.
***
To Be Continue!
Follow me, please!
1001 kiss for you all😘
By: n_n 💖
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro