Journey-22 [END]
"Yang terlihat selalu bergerak untuk kita, belum tentu baik.
Yang terlihat enggan kepada kita, belum tentu buruk.
Dan, yang terlihat diam saja pun, akan lebih sulit bagi kita, untuk menyimpulkan, bahwa orang itu baik atau buruk.
Menilai baik buruknya seseorang tidak dapat sekilas, tidak dapat berhari, berbulan, bahkan menahun pun belum tentu.
Percayalah, ketulusan seseorang kepada kita, hanya dapat dilihat saat kita berada dalam titik terendah"
Tentang Mereka
-The Finish Chapter-
❣❣❣❣❣❣❣❣❣❣❣❣❣❣❣❣❣❣❣❣❣❣❣❣❣❣
Author's POV
1 tahun kemudian.
Proses penyembuhan Syifa tergolong cepat. Selain karena faktor stadium nya yang masih rendah, dan tempat perawatan nya di rumah sakit yang tidak dapat diragukan lagi. Syifa juga rajin mengonsumsi makanan sehat, istirahat teratur, dan olahraga ringan sekadar melenturkan otot-otot nya.
Selama Syifa dirawat di RS NU Singapura, dia merasakan hal aneh.
Pasalnya, tidak ada satupun sahabat nya yang menjenguknya --minus Lia--.
Syifa berpikir positif, 'Mungkin mereka sedang sibuk mempersiapkan untuk ujian nasional.'
Tiba di bandara Internasional Adisutjipto, dia melihat Lia sudah menunggu. Syifa berlari menghampiri, meninggalkan orangtua nya.
"Hati-hati Syifa! Jangan lari-lari!"
Ungkap Bunda Syifa, khawatir.
"Lia!" Syifa berteriak rendah.
Lia tersenyum, "gimana kata dokter?"
"Alhamdulillah, udah negatif sel kanker! Sebenernya dari 8 bulan terakhir udah boleh pulang, tapi sama Ayah suruh di genapin jadi 1 tahun."
Lia terkikik, "hiyalah! Namanya juga horang kaya!"
"Apa hubungannya?"
"Hahaha"
"Udah, yuk lah! Lia main ke rumah, yuk! Sekalian mau cerita-cerita!"
"Cerita-cerita tentang apa, Syif?"
"Banyak. Tentang kodok, kenapa awalnya dari kecebong?"
Lia menghela napas panjang. "Udah tinggal di luar negeri, masih tetep aja stres nya!"
"Hehehehe"
*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_
35 menit kemudian.
Tiba di halaman rumahnya, Syifa menghirup udara total. Memenuhi seluruh rongga paru-paru nya.
Rumah bergaya vintage-minimalist ini, suasana ini, dan kota Yogya ini adalah sekian dari banyak hal yang amat sangat di rindukan nya.
"Woy! Lebay kamu, Syif! Orang cuma 1 tahun, gaya mu kaya wong lunga wolung windu!"
(kayak orang pergi 8 windu)
"Kie jenenge menghayati nilai-nilai luhur!"
(Ini namanya menghayati nilai-nilai luhur)
"Opo hubungan'e weh?"
(Apa hubungannya, hah)
"Ora ono!"
(Gak ada)
"Kesambet arwah patung singa koe, Syif!"
(Kerasukan arwah patung singa kamu, Syif)
"Sabodoteing, lah!"
"Ngomong opo meneh koe? Aku geh ndak ngerti!"
(Ngomong apa lagi kamu? Aku gak mudeng)
Syifa langsung berlari memasuki rumah, sementara Lia masih diam, kebingungan. Menatap punggung Syifa yang berlari nyunal-nyunil petakilan.
"Fix! Kanca kenthel ku kena ambeien!"
(Fix! Teman dekat ku kena ambeien)
Lia benar-benar tidak habis pikir dengan Syifa. Pulang dari berobat, it's ok fisiknya sehat. Tapi, otak nya tertinggal di patung singa mungkin yah.
Lia membuntuti Syifa hingga tiba di kamar gadis itu.
Syifa langsung mendudukkan nya.
Syifa menguncir rambutnya, yang tadinya di gerai.
"Ayo cerita!" Mata Syifa berbinar.
Lia menggaruki rambut tidak gatal. Atau, memang rambut Lia berketombe? Entah lah.
"Cerita apa?"
"Katanya tadi mau cerita!"
"Hiya, cerita tentang apa! Ndak usah kode-kodean deh! Ndak mudeng aku tuh!"
"Te--"
"Permisi! cah ayu, iki loh bibik gawe jus alpukat karo gedang goreng. Geh di coba!"
(Permisi! Gadis cantik, ini loh bibi buat jus alpukat, dan pisang goreng. Nih, coba)
Ucapan Syifa terhenti ketika Bik Umu --ART nya-- membawakan nampan dengan 2 gelas jus alpukat, beserta sepiring pisang goreng hangat.
"Oh, Bik Umu? Matur suwun, Bik. Nggih, mangke mawon. Nuwun sewu, di sog'aken teng nginggil meja niki mawon, bik!"
(Oh, Bik Umu? Terima kasih, Bi. Iya, nanti saja. Tolong, ditaruh diatas meja ini saja)
Kata Syifa sambil menepuk meja yang tepat di sebelah kanannya.
"Ampun supe di dhahari nggih, nduk! Bibik gawe nganggo topping spesial! Nembe delok neng yutuk!"
(Jangan lupa di makan yah, nak! Bibi buat dengan topping spesial! Baru lihat di yutuk)
Lia tertegun. "Yutuk? Opo kui, Bik? Kewan laut?"
(Yutuk? Apa itu, bik? Hewan laut?)
"Dudu, nduk! Kae loh, sing akeh gambar mlaku'e!"
(Bukan, nak! Itu loh, yang banyam gambar gerak nya)
Syifa, dan Lia berpikir keras.
"Oh, youtube?"
Serentak mereka berdua menyerukan.
"Podo wae, nduk!"
(Sama saja, nak)
"Bedo toh, Bik. Yutuk kui sing neng laut, kewan. Keno di gawe panganan. Lah, nek youtube kui, sing neng internet, gek iso disentuh! Ana ne, geh neng jerone komputer utawa hp!"
(Beda, bik. Yutuk itu yang dari laut, hewan. Bisa di buat makanan. Lah, kalo youtube itu, yang ada di internet, tidak bisa di pegang! Ada nya, juga hanya di dalam komputer atau ponsel)
Bik Umu hanya cengengesan menanggapi Lia.
"Hehehe, lah bibik geh ndak tau, non Lia! Hehehe, yo wes lah. Bibik tak balik meng dapur."
(Hehehe, lah bibik juga tidak tahu, non Lia! Hehehe, ya sudah lah. Bibik ke dapur lagi)
"Ok, Bik Um! See you!"
Syifa, dan Lia berbarengan melambaikan tangan ke arah Bik Umu, seakan akan berpisah jauh. Uhh, dramatis sekali.
Bik Um hanya tertawa, geleng-geleng kepala menanggapi 2 ABG itu.
Beberapa saat Lia, dan Syifa hanyut dalam pisang goreng berbagai macam topping itu.
"Lia, udah lulus yah sekarang? Rencana mau lanjutin kemana?!"
"Aku, sih... pengen nya ambil jurusan pertanian, di IPB."
"Program beasiswa, atau reguler, nih?"
"Beasiswa, dong. Ngandelin otak, lumayan. Jadi hemat duit ortu."
"Wah, selamat yah. Do'ain aku secepet nya nyusul. Aku mau kejar paket dulu, biar dapet ijasah SMA. Baru lanjut kuliah."
"Masih minat di STKG, kan Syif?"
"Masih, dong. Impian ku dari kelas 7, kok di sia-siain."
"Tapi, kalo ijasah nya kejar paket aku rasa bakal susah mau STKG. Ya, walaupun tanpa beasiswa pun, kamu sanggup reguler di sana!"
Syifa nampak berpikir. Menimang-nimang apa yang di katakan sahabat nya tadi. "Iya, sih. Entar lah aku pikir-pikir lagi" Jawab Syifa lirih, kemudian.
Mereka terdiam sesaat. Lia merasa tidak enak, dan Syifa merasa putus asa sesaat.
"Maaf yah, Syifa! Bukan berarti aku mau ngepatahin cita-cita kamu itu. Aku cuma...--"
"Aku tahu, kok Li! Terkadang memang manusia lain di ciptakan untuk mengingatkan sesamanya, agar jangan bermimpi terlalu jauh dari realita. Realita nya aku akan sulit masuk STKG, realita nya aku yang berijasah SMA hasil kejar paket, realita nya aku yang... ndak bisa kejar mimpi karena penyakit ini!"
Kamar Syifa mendadak sendu. Lia memeluk Syifa dari samping. Ssmbari terus mengucapkan kata maaf.
"Udah! Ndak usah dipikirin. Kita ganti topik aja. Lia!"
"Iya?"
"Bagaimana kabar yang lain?"
"Uhuk, uhuk"
Entah kenapa, tiba-tiba Lia tersedak.
"Pelan-pelan makan nya! Nih, minum!"
Syifa mengulurkan segelas jus alpukat.
Lia meminum nya, sehingga tersisa setengah gelas.
"Jadi?"
"A... apa yang... ja.. jadi?"
"Aku butuh jawaban Lia!"
"Jawaban?" Tanya Lia balik.
Berpura-pura bodoh lebih tepatnya.
"Kamu kok, dari tadi kayak mau nyembunyiin sesuatu, deh? Kamu ndak mau jawab pertanyaan ku, Li?"
"Bu... bukan... bukan kayak gitu... tapi...--"
"Pasti terjadi sesuatu yang ndak beres, saat aku pergi pengobatan?"
"Eum.. anu Syifa... aku--"
"Kan, bener kan? Ada sesuatu yang terjadi? Apa Lia? Cepat katakan!"
Lia menghela napas panjang.
"Oke, aku akan cerita! Tapi jangan pernah potong cerita aku! Dan, jangan terlalu di pikirin! Entar malah jadi beban, dan aku khawatir sama kese--"
"Aku baik-baik aja, Lia! Udah cepetan!"
Lia menghembus kan napas panjang sekaligus gusar, sekali lagi.
Lia mulai menceritakan sesuatu yang sangat membuat jantung Syifa memompa kencang.
Syifa kaget saat mengetahui fakta, bahwa Rheni sekarang tengah berada di hotel prodeo.
Dia dihukum. Terjerat kasus narkoba. Menjadi seorang pengguna sekaligus pengedar.
Fakta ke-dua, yang membuat nya semakin tercengang adalah, saat mengetahui Sabilla yang menjadi korban. Sabilla di rehabilitasi, karena terbukti menjadi pengguna narkoba.
Dan, saat mengetahui fakta ke-tiga bahwa Sabilla, dan Rheni di keluarkan dari sekolah, bahkan sebelum pihak berwajib yang menangani. Dada Syifa semakin sesak.
Untuk menormalkan diri, Syifa mengambil segelas jus alpukat. Meminumnya, tandas.
Hening beberapa saat, hingga Syifa mulai bertanya kembali untuk sebuah jawaban yang lebih detil.
"Bagaimana bisa, pihak sekolah langsung memutuskan mengeluarkan mereka, bahkan sebelum sidang di pengadilan?"
"Sabilla, dan Rheni membuat video saat mereka sedang minum amphetamine, parahnya video itu di ambil di kebun belakang sekolah kita, Syifa. Dan, di jadikan status whatsapp. Tapi, kurasa Sabilla di jebak oleh, Rheni. Aku kenal Sabilla Syifa. Dari gerak-gerik nya pun, Sabilla seperti tidak mengetahui dia sedang di video, spekulasi ku menguat saat aku memperlihatkan rekaman nya kepada tante ku yang merupakan pakar mikroekspresi."
"Lalu yang lain bagaimana?" Tanya Syifa cemas.
Lia melihat Syifa, takut. "Seperti nya mereka menyalahkan mu."
"Kenapa?"
"Karena di saat mereka butuh, kamu ndak ada!"
"Kan, aku udah suruh kamu buat bilang keadaan ku, Lia!"
"Aku udah bilang, Syifa! Tapi, menurut mereka itu cuma alasan kamu. Malah, mereka berpikir kalau kamu juga ikut menjebak Sabilla, dengan alasan kamu itu iri, dan merasa bersaing dengan Sabilla!"
"Lia! Kamu percaya aku, kan? Aku ndak mungkin ngelakuin semua itu! Apalagi mereka sahabat ku sendiri!"
"Iyah, Syifa. Aku paham. Aku mengerti sifat mu luar-dalam, kamu sahabat yang paling aku percaya juga."
Syifa menetaskan air mata, dia sudah tidak sanggup membendung nya. Entah ini air mata kebahagiaan, karena mempunyai sahabat seperti Lia. Atau, air mata kesedihan, karena ternyata sahabat-sahabat nya tidak mengetahui dirinya secara penuh?
Inhale
Exhale
Syifa mengatur pernapasan nya.
"Apakah, Sabilla sudah keluar dari tempat rehabilitasi?"
"Sudah. Sejak 7 bulan yang lalu."
"Lia! Bisakah kamu membantu ku?"
"Of course!"
"Untuk... bertemu mereka?"
Lia tampak berpikir.
"It's ok! Very easy. But, please don't cry, don't be sad, when you're in front of them. Show confidently that you are not guilty!"
"Aye-aye captain!"
-&-&-&-&-&-&-&-&-&-&-&-&-&-&-&
Lia melaksanakan tugasnya dengan baik, menghubungi satu-persatu teman-teman nya, tidak terkecuali Sabilla untuk bertemu di sebuah kafe.
Satu-persatu dari mereka datang. Ekspresi awal? Terkejut saat melihat Syifa, pastinya.
9 gadis, yang mengitari meja persegi empat panjang, di sebuah kafe, hanya diam seribu bahasa.
Syifa menghembuskan napas kasar.
"Jadi... Rheni masih di bui?"
"Ini semua salah kamu, tau!"
Laela langsung menyerobot.
"Huftt, mungkin kalian cuma salah paham. Aku tuh selama setahun belakangan ini pergi, dan menghilang buat berobat!"
Maya melirik Syifa, malas. "Iyain, aja."
"Berobat? Sakit apa? Asam urat? Diare? atau TBC?", kata Rini mengejek.
" Ya ampun! Aku serius, aku sakit. Aku kena leukimia."
"Gak usah omdo, deh lo!"
Syifa berjengit kaget. Pasalnya Dhila berkata dengan nada kasar secara tiba-tiba kepada nya. Syifa makin tidak percaya, bahwa teman-teman nya menganggapnya dusta. Specially Dhila, cewek tomboy, sahabat, sekaligus masih saudara sedikit jauh Syifa.
"Kalian kenapa, sih sebenernya? Apa yang membuat kalian ndak percaya sama aku! Jawab!"
Volume suara Syifa, sedikit di naik kan. Tidak terlalu keras, takut mengganggu pengunjung lain.
"Kamu yang kami ndak percaya, Syifa!"
"Katakan! Ngomong, cepet! Dimana letak kesalahan ku!" Syifa langsung memotong perkataan Diva.
"Kenapa kamu ndak nolongin Sabilla, waktu dia mau di keluarin?" Nur berujar sembari melirik Sabilla yang berada di samping nya.
"Karena aku ndak tahu apa yang terjadi selama aku ndak ada. Ayah memutus semua jaringan komunikasi ku, buat aku fokus sama kesehatan ku!"
"Terus kenapa, tante kamu yang 'sok' itu bilang kamu yang ngelaporin video pas aku, dan Rheni minum pil setan itu?"
Tante? Tante aku yang di sekolah cuma... Tante Niyah?. Batin Syifa, seketika kedua alis Syifa menyatu, heran.
"Kok, bisa?"
"Pake nanya! Sok polos kamu, Syif!" Sinis Diva.
"Udah lah, Li! Kita-kita mau pulang aja! Males kelamaan ngomong sama orang yang ndak tahu tenggang rasa sama temen sendiri."
"Tapi, Rini! Syifa ngomong yang sejujurnya, kok!"
"Lia! Mau berapa kali sih kamu belain, dia? Jangan-jangan kamu sekarang jadi orang penjilat, yah?"
"Ya ampun, Nur! Sama sekali aku ndak berpikir sepicik itu! Kalo seandainya Syifa emang beneran salah, aku dukung kalian. Tapi faktanya kalian yang salah paham. Kalian menyimpulkan sendiri! Udah berapa tahun kita temenan? Udah bukan hitungan hari, kan? Kalian masih ndak percaya aja! Heran, deh apa yang ada di otak kalian! Sana pergi aja, kalian! Muak aku lihat orang yang ngakunya 'temen' tapi masih aja kekanak-kanakan."
Lia berkata menggebu-gebu.
"Li.." Syifa mengelus bahu Lia untuk menenangkan.
"Tanpa di suruh pun, kami pergi! Bye mantan teman!"
Setelah berkata demikian, Laela berjalan menuju pintu keluar kafe tersebut. Di ikuti teman-temannya yang lain.
Tersisa Lia, dengan emosi yang menggebu.
Dan, Syifa. Dengan isakan perihnya.
Mereka saling menenang diri beberapa saat.
"Selanjutnya kemana Syifa?"
"Ke lapas narkotika tentu nya."
"Kamu siap?"
"InsyaAllah."
Mereka berdua pun berjalan beriringan meninggalkan kafe itu.
Lia yang hari ini bertugas menjadi sopir Syifa, melajukan mobil dengan kecepatan sedang.
Kurang lebih 45 menit kemudian, mereka telah sampai di lapas narkotika Yogyakarta.
Lia bertanya kepada petugas, dimana Rheni ditahan.
Petugas itu pun mengantar Syifa, dan Lia.
Setelah sampai, petugas memberi waktu untuk mereka bertiga.
"Sebenarnya apa yang kamu inginkan dengan semua ini, Rheni?"
"Simple, Syifa! Kehancuran."
"Wow, bingo! Alasan yang sangat luar biasa!" Timpal Lia sarkas.
"Kenapa?" Tanya Syifa lirih.
"Aku iri! Aku iri pada kehidupan manis kalian! Fyi, aku berasal dari keluarga brokenhome!"
"Apa hubungannya dengan kami? Justru saat kamu ndak punya keluarga, tapi kamu punya teman, hidup kamu akan lebih baik! Dan, ndak kayak gini caranya!"
Lagi-lagi Lia menanggapi orang stress di depannya dengan emosi tingkat tinggi.
"Ada tentunya! Kalau aku saja tidak punya keluarga yang sempurna, kalian juga harus mengalami nya! Minimal, ya... dengan kehancuran persahabatan ini!"
"Tidak waras!" Seru Lia.
Sementara Syifa, sudah tidak kuat. Dia meminta Lia menyudahi semuanya.
"Lia, ayo kita pulang saja!"
Lia mengangguk, "iya! Aku juga sudah muak berbicara dengan orang gila."
"Hahahaha"
Lia, dan Syifa keluar dari ruangan tersebut diiringi tawa menjijikkan dari Rheni.
Tanpa mereka berdua tahu, Rheni juga meneteskan air mata.
Kebahagiaan?
Atau,
Kesedihan?
Entahlah. Sekali lagi tidak ada yang bisa mengukur dalamnya isi hati manusia.
*#*#*#*#*#*#*#*#*#*#*#*#*#*#*
Setelah Lia mengantarnya pulang. Syifa berjalan ke rumah ke-5 dari samping kirinya.
Yah. Rumah sang Tante.
Dia hanya ingin sebuah kejelasan.
Mengapa tante nya begitu tega, membuat sebuah jarak dengan diri nya.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam, Syifa? Masuk sini!"
"Iyah, Tan."
Syifa berjalan gontai, masuk rumah keduanya tersebut.
Kedekatan Tante, dan keponakannya tersebut tidak dapat diragukan lagi.
"Pulang kapan?"
"Kemarin."
Jawab Syifa singkat.
"Tante ambilin minum dulu, yah?"
"Ah, ndak usah! Kayak tamu aja Syifa."
Diselingi kekehen kecil.
"Kan, siapa tahu setahun udah di Singapura, kamu lupa denah rumah tante."
"Tante ih bisa aja!"
Mereka tertawa ringan berdua.
Sebenarnya Syifa tidak ingin terlalu banyak basa-basi.
Tapi, apa daya. Tidak enak juga ke tante nya itu.
"Ehem"
"Ndak usah dehem-dehem segala! Tan ndak mudeng kode-kode begituan. Jadi, mau apa nih?"
"Bukan apa-apa kok, Tan! Cuma mau nanya."
"Pasti tentang kasus narkoba yang menimpa mantan teman-teman mu itu?"
Tatapan Tante Niyah, berubah serius.
"Ndak ada yang namanya mantan teman, Tan!"
"Terserah. Yang jelas mereka bukan tipe orang yang cocok di jadiin teman. Mereka hanya memanfaatkan kamu Syifa!"
"Tan, ngomong apa si--"
"Tante ngomong kenyataan! Coba aja kalo kamu bukan orang kaya! Coba aja kalo kamu bukan anak ketua yayasan! Mereka ndak mau temenan sama kamu. Selama kamu di Singapura, pernah ndak mereka jenguk kamu?"
"Tapi kan, mereka ndak jenguk aku karena kasus ini Tan!"
"Sebelum nya. Kasus ini terjadi kira-kira 2 bulan setelah keberangkatan kamu! Apa waktu 2 bulan itu ndak ada waktu senggang?"
"Mungkin mereka sibuk persiapan ujian, Tan!"
"Persiapan ujian itu semester 2!"
"Tapi, Lia jenguk aku kok, Tan!"
"Cuma Lia, Syifa! Cuma Lia!"
Syifa melenguh pasrah. Ya, dia tidak ingin lari dari kenyataan lagi.
Tidak lama setelah berbasa-basi, Syifa berpamitan pulang.
Tidak sampai 10 menit, kaki nya sudah memasuki halaman rumah.
"SyifSyif!"
"Mas Arga?"
Yaps, Arga Dirgantara. Pilot ganteng, yang membuat Syifa jatuh kepesonanya. Pertemuan pertama mereka memang sangat unik. Pasal nya, ibu dari pilot yang sekarang berdiri tegap di depan Syifa ini, adalah teman curhat Syifa selama di rumah sakit NU Singapur.
Dengan kata lain, Syifa dan Bu Melda --Ibu Arga-- adalah senasib-sepenanggungan.
Hanya saja, Syifa lebih beruntung, Bu Melda mengidap leukimia stadium 3.
Hubungan Syifa-Arga pun semakin dekat. Dan, kelihatannya Ayah Syifa pun memberi lampu hijau.
"Bagaimana keadaan Mama?"
"Alhamdulillah, udah sedikit mendingan."
Ada nada pasrah di dalamnya.
"Sabar Mas! Do'a aja terus, pasti Mama juga bakal sembuh, kok."
"Tapi stadium Mama tinggi Syif! Toh, umur Mama diatas 40-an! Apa aku masih bisa berpikir positif?"
Syifa terenyuh. Langsung berjinjit, dan memeluk tubuh atletis milik Arga.
"Nihay! Kamu gak setia!"
Keduanya terkejut dengan sumber suara yang berat khas pria itu.
$-$-$-$-$-$-$-$-$-$-$-$-$-$-$-$-$-$-
Pagi, berganti menjadi sore.
Sore pun berganti menjadi langit gelap yang dihiasi gemerlapnya bintang.
Tanpa mereka tahu, Syifa, Lia Sabilla, Rini, Dhila, Laela, Nur, Diva, Maya, maupun Rheni yang berada di balik jeruji besi pun melakukan kegiatan yang sama.
Memandang langit, sembari meratapi nasib.
Persahabatan mereka.
Ya. Siapa sangka, waktu yang lama ternyata tidak dapat menunjukkan kuat tidak nya persahabatan.
Ini bukan lah akhir.
Namun awal.
Awal dari kisah mereka. Kisah, dimana tidak ada ikatan persahabatan yang utuh.
Kisah dimana hati mereka yang saling berteriak luka.
Kisah yang nantinya akan tertulis, melalui sudut pandang masing-masing.
Entah selanjutnya kisah dari siapa.
Tapi satu pesan, jangan pernah lupakan kisah persahabatan dengan sejuta rasa ini.
.
.
.
.
.
.
.
.
End
Hai, semua! Alhamdulillah, Ini adalah akhir cerita TM yah.
Entah ini namanya happy, sad, or gantung ending.
Oh, iya. Ini juga part dengan words terbanyak sepanjang sejarah aku ngetik cerita ini.
Dengan jumlah words +2800 words.
Intinya CERITA INI UDAH END.
Sekian dan terima kasih.
1001 kiss for you 😘
By: n_n 💖💖💖
Noted: ada ekstra part!
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro