30. Pura-pura Cinta
"APA? Pura- pura jadi pacar lo?"
"Iya! Perlu gue bilang berapa kali sih?"
Ari terkejut hingga tak tahu harus berkata apa lagi. "Yang benar aja? Kenapa harus pura-pura jadi pacar cewek skeptis ini? Sial banget gue!" kesalnya dalam hati.
"Masih banyak cara yang bisa gue lakuin buat cetak satu kebaikan selain permintaan konyol lo ini, Ma..."
"Kenapa? Lo malu punya status pacaran sama cewek difabel kayak gue?" protesnya ketus. "Hei! Ini tuh cuma pura-pura. Dan kalau bukan karena terpaksa juga gue gak mau jadikan lo pacar, walaupun bo'ongan. Ih... amit- amit deh."
"Bukannya gitu, gue gak peduli lo itu gimana. Masalahnya, gue gak pinter sandiwara. Tega banget sih?" ujarnya keberatan.
"Apa susahnya sih meniru gaya orang pacaran? Atau jangan-jangan lo belum pernah pacaran ya?" Ema menunjukkan ekspresi meremehkan bermaksud membuat Ari malu.
"Enak aja," elaknya. "Dulu gue ini idola para cewek, lho! semua cewek pasti kepincut sama muka gue yang ganteng nggak ada obat gini."
"Ya udah, kalo gitu bukan alasan dong kalo lo nggak bisa sandiwara. Inget, hutang lo kan belum lunas," ancam Ema.
Ari berdiri berdecak pinggang di hadapan Ema. "SIAL! SIAL!" umpatnya bersama dengan gerakan meninju udara. "Ya udah deh ... jadi apa yang mesti gue lakuin untuk bisa membuat Mbak Vivi percaya kalo kita pacaran?"
"Terserah lo, yang penting kita harus bisa membuat Mbak Vivi yakin kalau lo beneran sayang sama gue. Dan sebaliknya."
Bibir Ema menyungging ke atas, begitupun alisnya. Sejenak mereka saling memandang. Pikiran mereka seakan terkoneksi dengan banyaknya adegan-adegan singkat untuk mendukung upaya sandiwara yang hendak dilakoni. Tak lama kemudian, Ari tersenyum. Tentu saja Ari tahu apa yang akan diperbuatnya pada gadis itu.
***
Satu minggu pertama, mereka berhasil membuat Vivi yakin kalau mereka benar-benar pacaran. Meskipun awalnya Vivi tidak percaya, marah, protes, dan menganggap Ari tak serius, takut kalau-kalau Ema patah hati lagi seperti sebelumnya. Namun, Ema berhasil meyakinkan Vivi kalau Ari sungguh sangat sayang kepadanya dengan tulus. Kedengarannya sih cukup naif, tapi menurut Vivi sudah saatnya bagi Ema untuk bisa menyikapi hidupnya lebih dewasa, merancang masa depan menjadi lebih bahagia bersama laki- laki yang menjadi pilihan.
Akunya saja tak pandai bersandiwara? Tidak menutup kemungkinan aktris Drama Korea, Song Hye Kyo, minta akting bareng Ari sangking pintarnya dia beradegan mesra. Kalau bukan karena Ema tipe cewek jutek, ia pasti bakal galau setengah mati dibuat Ari. Setidaknya mereka berhasil merangsang emosi positif Vivi jadi lebih baik.
Dengan semangat empat lima Vivi pun pergi mencari Arga. Ia berlari menelusuri koridor Rumah Sakit. Tak peduli napasnya terengah-engah, keringat terkuras habis dan kata-kata bergelatuk canggung. Asalkan yang terpenting baginya, kini ia bisa tersenyum lebar. Memeluk Arga erat tanpa kecemasan yang tadinya selalu merongrong hati dua insan tersebut. Dan dengan hati nan gembira bak bunga sakura berguguran di musim semi, menebarkan serautan wajah terkasih penuh kebahagiaan atas masa depan yang tak lagi kasatmata. Vivi yakin masa itu akan segera merangkul mereka. Kini semuanya akan serba terbuka. Jujur. Dan balak-blakan. Nol persen buat rasa ragu, tanda silang untuk secret date lists, karena yang ada adalah sebuah elegi cerita baru yang akan diarungi dalam pelataran buaian cinta nan utuh lagi indah.
Tanpa ragu Vivi membisikkan sebuah kalimat mesra di telinga Arga. "Aku ingin segera menikah denganmu!"
Dan di saat itu juga, Arga tahu. Bahwa Ema telah melakukan sesuatu yang sangat luar biasa untuk Vivi. Persis seperti janji yang diucapkannya dua hari lalu.
***
Ini adalah hari ketujuh Ema berkolaborasi dengan patnernya Ari. Mereka adalah pasangan aktris dan aktor tokoh kawakan di kancah real of life. Usaha yang mereka buat ternyata tak menyita kepercayaan orang-orang di sekeliling mereka. Kecuali Grace. Sudah pernah dibilangkan? Kalau Grace itu adalah satu-satunya saksi dari kesepakatan konyol mereka? Dan ternyata Grace punya integirtas yang lumayan besar untuk disumbangkan pada tiap-tiap episode menarik yang mereka ciptakan.
Pertunjukan akhirnya bisa terealisasi dalam sebuah perjamuan makan malam non formal di halaman belakang rumah. Saat itu juga Vivi datang membawa seorang pria tak asing yang tidak lain adalah Arga. Dalam kesempatan yang tak boleh dilewatkan, Vivi memberikan suatu pengumuman penting bagi Wirya, Ema, Ari, dan Billy. Bahwa mereka akan segera bertunangan bulan depan. Dan setelah itu barulah merencanakan sebuah pernikahan (Setidaknya sandiwara Ema berhasil).
Pernyataan itu tentu sangat mengejutkan sekaligus membahagiakan bagi Wirya. Karena teman lamanya itu akan menjadi adik iparnya kelak dan Billy akan memiliki Om seorang dokter seperti Arga. Tak tanggung-tanggung Wirya mengucapkan syukur juga rasa terima kasihnya kepada Allah. Karena akhirnya, Vivi akan menjalin sebuah rumah tangga bersama seorang pria yang baik, yang selama ini merahasiakan hubungan mereka dengan sebuah alasan yang tak akan pernah diungkapkan oleh Vivi pada siapa pun. Meski Ema dan Ari sudah mengetahui hal itu sejak awal.
Rei bahagia. Ia bahagia karena orang yang ia sayangi akan segera menyicipi kebahagiaan mutlak tak terhentakkan oleh siapa pun. Ia tak peduli seberapa menderitanya ia suatu saat nanti asalkan wanita itu senang.
Langit gelap bertabur bintang turut menyertai kebahagiaan mereka. Bulan sabit tersenyum di balik temaram langit. Tak kunjung redup sampai matahari yang menggantikan tahtanya sebagai penghuni langit esok. Tampak beberapa titik cahaya bergerak di antara ribuan cahaya malam itu. Itu pasti satelit. Dan di malam berpanorama langit nan indah itulah terderai sebuah kisah baru dalam sebuah cerita harmonis. Merangkai puluhan rencana yang terikat janji untuk menciptakan keselarasan dalam cinta.
Mereka berkumpul. Di sebuah pendopo tempat biasa keluarga kecil tersebut bergumul. Vivi dan Arga membuat suatu perayaan kecil. Sore-sore selepas magrib mereka pergi membeli rujak buah kesukaan Arga. Vivi membeli rujak porsi super jumbo untuk merayakan kebersamaan mereka khusus malam ini. Rujaks party.
Bi Nah menyediakan minuman berbagai macam. Ada yang hangat dan dingin sesuai permintaan. Wirya meneguk sebotol soft drink setelah menelan begitu banyak rujak. Tenggorokannya semakin terasa terbakar. Tapi dia suka rasa perih tenggorokannya itu menggertak seluruh syaraf tubuhnya. Kesenangannya pada malam hari ini tak terbandingkan dengan apapun. Melihat kedua adiknya bersanding dengan kekasih, membuatnya terpikir akan sesuatu.
"Jarak di antara kita sangat jauh selama ini, Arga. Kamu umpetin adik aku, udah gitu kamu pacari pula," ujar Wirya sambil meneguk kembali cola nya. Yang di maksud malah tertawa nyengir seolah tak bersalah.
"Tapi kamu senangkan adik kamu punya pacar seperti aku?"
"Sedikitpun aku gak nyangka kamu bakal jadi adik ipar aku."
"Yahh... takdir siapa yang tahu? Aku senang akhirnya kalian semua tahu tentang hubungan kami." Arga tersenyum pada Vivi yang sedang asyik berebut nanas dengan Ema. Mereka hampir tak memedulikan arah pembicaraan kedua pria tersebut. Di dalam hati, Arga tentu sangat berterimakasih pada Ema. Dia tak tahu bagaimana cara gadis itu meyakinkan kakaknya. Meskipun semua alasannya sudah jelas. Di hadapannya, pria yang terlihat asing baginya itu sangat akrab dengan Ema.
Ema masih tetap pada kepura-puraanya dengan Ari. Cowok berkaos ungu disampingnya tampak santai-santai saja sambil mengunyah kedondong. Tak perlu dioleskan bumbu. Sejak kecil Ari memang paling sensitif dengan yang namanya cabai. Baginya cabai adalah musuh bebuyutan.
"Bener! Sama seperti kami yang gak nyangka kalau Ema ternyata masih bisa jatuh cinta sama cowok. Bagiku ini anugerah yang luar biasa. Benarkan, Ri?"
"Hah?!" Ari terhenyak mendengar pertanyaan Wirya. Ditelannya cepat-cepat kedondong di kerongkongannya lalu tersenyum tengil.
"Kamu seriuskan sama Ema?" tanya Wirya kembali memastikan.
Ema memandangi pria gugup itu. Dia tahu, Ari pasti bingung dengan jawaban yang akan diutarakan. Mereka terselubung oleh kepanikan. Ema tahu dia harus membantu Ari untuk menjawab pertanyaan kakak laki-lakinya itu.
"Eee... mas Wir..."
Tapi ternyata, Ari mendahului dengan seutas senyum di bibirnya.
"Tentu saja aku serius, Mas. Aku sayang sama Ema. Rasa cinta dan sayangku ini tulus buat dia." Ari membelai kepala Ema.
Pria ini terlalu melankonis, ujar Ema dalam hati tertunduk malu saat hatinya bergumul. Tapi tak apalah asalkan gelagat mereka bisa membuat ketiga makhluk di depannya itu percaya.
Ari kembali bersuara. Kali ini tampak lebih serius. Sama seperti wajah manusia – manusia yang seolah sedang menginterogasinya. "Aku sendiri juga nggak ngerti bagaimana aku jatuh cinta. Tapi jujur, aku sangat menyayanginya."
"Ari?" Ema berbisik pelan di dekatnya, sedikit melebarkan mata. Tangan kirinya semakin erat menggenggam jemari Ema. Menuruti setiap inisiatif dari pria itu. Wirya tersenyum, tertarik dengan kalimat-kalimat serius dari bibir Ari. Begitu juga dengan yang lain.
"Kenapa, Ma? Kamu ragu sama aku?"
Ema tergugup. "Bukannya gitu, Ri. Aku Cuma..." Sambil cengengesan, Ema mengepalkan tangan Ari kuat-kuat. Sedikit memberi peringatan agar dia tidak ngelantur terlalu jauh.
"Hei dengar aku, Sayang! Dengar semuanya, ya!" Ari menegakkan punggung lalu menarik napas. Ia membasahi bibirnya dengan lidah sembari menatap mata Ema lekat-lekat. "Aku nggak pernah punya maksud main-main sama kamu, Ma. Aku serius. Bagaimanapun situasi dan kondisi yang bakal kita lalui, aku akan tetap dan selalu ada buatmu. Aku janji." Jantung Ema berdegup, bibirnya tak bisa terkatup.
Konyol! Berani banget nih cowok ngomong begitu. Apa dia lupa kalau ini cuma permainan?
"Kalian dengar semua? Mulai sekarang dan seterusnya, Ema akan tetap jadi milikku!" Ari mempertegas kalimat disusul senyum yang sama sekali tak terlihat ragu.
Vivi menghentikan kunyahannya. Hatinya terenyuh mencerna perkataan Ari barusan. Ia sama sekali tak menyangka, sorang laki-laki yang tiba-tiba hadir di kehidupan Ema bisa berjanji seperti itu. Antara percaya dan tidak, nyatanya sorotan mata Ari sanggup membuat mereka terdiam.
Debaran jantung itu semakin berteriak hebat. Ari sendiri tak percaya bagaimana mungkin dia bisa berkata demikian. Kalimat itu keluar begitu saja dari celah bibirnya. Perasaan apa ini? Dia bisa merasakan, getaran samar merambat melalui saraf-saraf otaknya. Menyokong hati nuraninya untuk berkata sesuai isi hati dan perasaan.
Wirya menyandarkan punggungnya pada bangku terbuat dari bambu. "Ari, Mas betul-betul bangga sama kamu. Kita semua berharap, apa yang kamu bilang barusan itu gak main- main."
Semakin bingung raut wajah Ema. Ia seperti boneka yang diperbincangkan dan tak tahu menahu mana yang benar dan mana yang sandiwara. Hati kecilnya menampik semua kata-kata Ari, dia yakin pria itu cuma pura-pura untuk meyakinkan mereka saja.
"Tentu, Mas," aku Ari, "dan mulai sekarang, aku yang akan menggantikan posisi kalian sebagai pelindung gadis ini." Ari memegangi kepala Ema dengan kedua tangannya sembari menatap wajah gadis itu penuh kesungguhan.
Tiba-tiba, satu kecupan lembut pun mendarat di kening Ema.
Gadis itu mendelik. Jantungnya berdegup hebat dengan kecupan yang diterimanya. Sedangkan keempat makhluk di sekitarnya malah tertawa melihat pemandangan romantis itu.
Ini penghinaan batin namanya! Berani sekali nih cowok nyium gue di depan mereka. Ema mendekati bibirnya ke telinga Ari, membisikkan sesuatu dengan kata-kata sadis.
"Lo GILA! Gue nggak pernah nyuruh lo pake acara cium-cium! Lo pikir gue ini apaan?" Geliginya merapat ia sungguh tak merasa senang dengan sikap Ari.
"Gak usah protes! Lo sendirikan yang bilang terserah gue mau ngapain aja asalkan mereka percaya?"
"Ya tapi gak pake acara intim dong!" Ema cengengesan. Supaya mereka tidak curiga dengan tingkah anehnya terhadap Ari.
"Sorry Ibu Ema yang terhormat! Sayang sekali yang itu gak ada dalam kesepakatan! Jadi terima saja kecupan lembut dari saya," balas Ari.
Ema tidak bisa lagi berkata-kata, kecuali ancaman yang dialamatkan pada Ari. "Oke kalau gitu! Tunggu balasan dari gue!"
Untuk meyakinkan gelagat mereka yang semula terlihat cekcok di belakang, Ema tiba-tiba tertawa keras hingga membuat semua orang yang ada di tempat itu terheran.
"Hahahahaha!!! Lucu kamu, Ri. Makasih atas ungkapan perasaanmu yang berhasil menyentuh hatiku. Aku bener-bener senang dengernya." Ari tersenyum sumringah.
"Oya?"
"Huum! Sayang banget aku tuh sama kamu." Ema mengangguk. Diambilnya semangkuk buah-buahan segar yang sudah terpotong-potong, diciduknya bumbu rujak pedas kemudian mengaduknya hingga merata. Buah-buah yang tadinya segar itu kini berlumuran cairan coklat kental seperti lumpur. Ari terbelalak, jelas ia jijik melihatnya. Seketika perasaanya menjadi gelisah, berpikir bahwa Ema pasti akan menyiksanya dengan sadis.
"Nah, Sayang! Aku suapin kamu, ya!" bujuk Ema.
Ari bisa melihat tatapan sadis dari sudut mata Ema. Dem iapa pun ia mati-matian berusaha menolak.
"Gak usah, Sayang... aku bisa ambil sendiri kok. Okey? Makasih."
"Ayolah, Ri. Gak usah malu sama kita-kita. Biasa aja ..." seru Arga sambil tertawa.
Oh, nightmare! Gimana nih? Gue bisa mati nelen nih makanan.
Hai, Guys ... just info kalau Masa PO Novel Polzl bakal berakhir di tanggal 18 Mei 2023. Yang belum check out, silakan segera pesan via Whatsapp atau shopee (link ada di profil wattpad aku)
thank you
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro