Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

18. Sebaiknya Kita Nge-Gym Aja

Itu sebuah lelucon, setidaknya bagi Kiara.

Meskipun Kiara merasakan dirinya menginginkan Brendan—dan juga menderita karena itu—Kiara tidak menunjukkannya alih-alih melihat Brendan dengan wajah geli.

"Mending lo minum susu protein yang lo maksud," ujar Kiara sambil berdiri dan membenarkan bajunya.

Brendan melihat Kiara dengan pandangan kesal, tapi dia segera berdiri meskipun enggan.

"Lo bisa pilih untuk gak sejahat itu," ujarnya saat berjalan ke meja tempat teko listrik berada.

"Jahat?" ujar Kiara. "Kalo jadi seksi dan paripurna adalah tindakan jahat, maka gue buronannya."

"Lo bisa bilang dari awal—"

"Dari kapan? Dari pas lo ngajak gue jogging bareng? Pas kita lagi depan nenek?" tukas Kiara. "Maaf Brendan, gue lagi PMS, jadi lo gak akan dapet apa-apa hari ini kalau ke apartment gue, gitu?"

Brendan melirik Kiara lalu wajah kesalnya hilang diganti dengan wajah geli, dia menggigit sachet susu protein di depan wajah Kiara dimana itu anehnya terlihat sangat ... aneh. Kenapa bibirnya sebagus itu? Bagaimana kalau dia menggigit hal lain?

Padahal cuma gigit plastik sachet loh, Ki? Pikir Kiara. Arrgh!

"Atau pas di mobil berdua," ujarnya.

"Gue yakin lo ngajak jogging," tukas Kiara.

"Atau pas di lift," tekan Brendan.

"Susu protein?"

Brendan berdecak, dia memegang kepala Kiara dengan satu tangan sambil menyamakan tinggi wajah mereka. Bukan hanya itu, Brendan bahkan menggoyang-goyangkan kepla Kiara, "hei, lo pikir susu protein yang mana?"

Kiara segera menyilangkan tangan di depan dadanya.

"Exactly," pungkas Brendan sambil berdiri tegak lagi. "Lagipula lo tau apa yang bakalan terjadi kalau gue ke sini."

Kiara menepis tangan Brendan sambil menatapnya tajam dan kekanakan—bahkan dari sudut pandang Kiara, tingkah ini sangat kekanakan—menunjukkan betapa Kiara benci kalah sekali pun hanya perdebatan remeh.

"Gue tau, kita bakalan ngelakuin hal yang menguntungkan satu sama lain, 'kan?" cerocos Kiara. "Asal lo tau ini menguntungkan buat gue karena bikin gue puas!"

"Bahkan sebelum lo ngerang-ngerang manja, lo udah puas?"

"Diem!" Kiara segera pergi meninggalkan Brendan menuju kamar mandi.

Tawa geli Brendan tertinggal di balik pintu.

"Lo mau apa?" tanyanya.

"Mandi!"

Kiara menekuk wajahnya di depan cermin kamar mandi, kesal karena jadi dia yang dipermainkan si Brendan asu jancok itu.

Tidak mengambil waktu lama, Kiara selesai mandi dalam dua puluh menit, lalu keluar dari kamar mandi menemui Brendan yang sedang duduk di kursi, menonton layar datar sambil memegang toples makanan.

"Ini chanelnya gak ada yang lain, Kya?"

Kiara melirik layar datarnya yang menampakan kartun Cocomelon memutarkan Baby Shark.

Grandma shark, doo doo doo doo doo doo
Grandma shark, doo doo doo doo doo doo
Grandma shark, doo doo doo doo doo doo
Grandma shark.

"Cuma ada itu doang." Kiara berjalan ke lemari.

"Dari tadi ini mulu."

"Ya udah pulang aja kalau mau yang lain."

"Gue gak mau yang lain."

Kiara menutup lemari setelah mengambil baju, lalu melihat pantulan Brendan di cermin lemari sedang memperhatikan Kiara.

Gak mau yang lain, pikir Kiara. Apanya yang gak mau yang lain?

Brendan lanjut menonton sambil memakan snack dengan banyak gaya, contohnya melempar snack ke udara lalu menangkapnya dengan mulut terbuka, melempar ke dinding dekat TV lalu menangkapnya dengan mulut.

"Jadi nge-gym?" tanya Kiara setelah memakai baju.

"Nggak kayanya, lo juga udah mandi, 'kan?"

"Gue temenin," ujar Kiara.

"Gue mau tidur siang aja." Brendan berdiri kemudian segera merebahkan dirinya di ranjang. "Sini." Dia menepuk tangannya; jelas meminta Kiara tidur di sana.

Kiara hendak menolak karena itu tindakan intim yang hanya Kiara lakukan dengan orang yang Kiara sukai (dan sayangi), tapi kemudian Kiara ingat dia sudah melakukan banyak keintiman bersama Brendan—hanya tidur di bisep mestinya bukanlah masalah. Ini juga salah satu keuntungan, 'kan? Merasa dicintai secara fisik. Kiara tinggal memejamkan mata dan membayangkan Oh Sehun.

Sedetik kemudian Kiara sudah dipelukan Oh Sehun yang hangat, dan tanpa sadar kepala dan tubuhnya segera terbiasa dengan posisi tidur di bisepnya seakan Kiara telah melakukan hal ini sejak seribu tahun lalu bersama Oh Sehun—tidak, bukan bersama Oh Sehun..., tindakan seolah terjadi sejak seribu tahun lalu ini terasa familiar bersama Brendan.

Mendongak, Kiara menatap Brendan dan mengernyit.

Brendan juga pasti bukan memikirkan Kiara yang di peluknya, 'kan? Apa dia merasakan perasaan familier juga? Atau dia tidak sempat merasakan itu karena Kiara sudah bilang jangan pakai hati?

"Kenapa?" tanyanya.

Kiara hanya menggelengkan kepala dan menutup mata, lalu mencium wangi Brendan dan semakin sulit membayangkan Oh Sehun.

Perihal membuka hati masih menjadi pilihan yang tidak akan Kiara pilih—untuk sekarang—dan Kiara bahkan tidak memiliki rasa apa pun terhadap Brendan tapi karena pelukan sialan ini Kiara memikirkan ulang perasaannya. Nggak mungkin, 'kan? Kiara nggak sebodoh itu untuk mencoba move on dari dua orang sekaligus.

Di antara kegalauan Kiara, Brendan meremas pundak Kiara lalu mencium rambut Kiara sesaat sebelum menghirup napas di sana seakan mencoba menarik semua wangi di tubuh Kiara.

"Wangi banget," gumamnya dan sekarang ciumannya pindah ke telinga.

"Brendan." Kiara memperingatkannya.

"Mmmh?" gumamnya.

"Gue gak mau sentuhan apa-apa, gue mau biasa aja," Kiara menghindari ciumannya yang di telinga—bahkan sekarang mulai menggigiti telinga Kiara.

"Ini biasa aja." Tangannya yang Kiara tiduri memegangi satu tangan Kiara, satunya lagi memegang tangan Kiara yang lainnya dan dia melancarkan ciuman-gigitannya di telinga Kiara.

Itu begitu geli hingga Kiara meloloskan engahan.

Saat Kiara sibuk menggeliat-geliat tolol karena ciumannya, Brendan melepas satu tangan Kiara untuk menarik Kiara mendekat. Belum semenit dari mereka mencoba tidur siang, Brendan sudah mengeras lagi. Dia menekan dirinya ke arah Kiara sementara tangannya memegang leher Kiara setengah mencekik, tidak lama dari itu dia menggeram frustasi.

"Sial...," umpatnya pelan dengan nada paling lembut. "Gue bisa gila."

"Sebaiknya kita nge-gym aja," cicit Kiara dengan perasaan tidak keruan.

Brendan tidak mendengar Kiara dan malah sibuk mengendus seluruh wajah dan rambut Kiara, setiap hembusan napasnya yang panas membuat Kiara menahan engahan. Kalau seperti ini terus-menerus, Brendan akan mengajak Kiara ikut gila juga.

"Lo bener," geram Brendan. "Sebaiknya kita nge-gym."

Tapi mereka tidak benar-benar nge-gym, dan malah menghabiskan waktu di atas tempat tidur sambil mengobrol banyak hal—pillowtalk sebut Zayn Malik—mengobrolkan tentang pekerjaan, lalu cerita konyol Brendan ketika di sekolah dan bagaimana dia bertemu kedua sahabatnya yang sekarang seperti saudara sendiri. Sahabatnya bernama Fadil dan Ezra. Mereka dulu sekolah di SMA yang angkatan Brendan-nya hanya memiliki 2 kelas, berisi 26 orang dan 13 orang. Katanya itu untuk sekolah yang anak-anak bandel banyak—soalnya hanya sekolah itu yang mau menerima Brendan setelah  Brendan sempat bolos sekolah selama enam bulan. Hal itu Brendan lakukan sebagai pemberontakannya karena telah dimasukan ke pesantren selama enam bulan pertama sekolah SMA.

Kiara tertawa, "lo anak pesantren?"

"Gak percaya?" Brendan tertantang dengan wajah geli. "Gue bacain Ayat Kursi mau?"

Brendan melanjutkan ceritanya ke bagian dia bertemu Fadil, anak baru dari Bandung yang ternyata mantan gangster, lalu Ezra yang paling terakhir masuk ke sekolah itu sebagai anak yang terlihat polos padahal pembawa onar juga. Singkat cerita mereka menjadi sahabat sampai sekarang.

Kiara hanya mendengarkannya dengan bibir sedikit senyum dan mata berbinar-binar, ini salah satu kebiasaan Kiara saat mendengarkan cerita—oh, dan juga salah satu pesona Kiara dimana teman Kiara yang bahkan seorang perempuan akan merona jika ceritanya didengarkan sengan wajah seberbinar ini.

"Jangan liat gue kaya gitu, ah," ucap Milly saat itu sambil menutup wajah Kiara.

"Kenapa? Lo mulai mempertanyakan orientasi seksual lo, yahahaha."

Milly memukul kepala Kiara yang Kiara balas pukul.

Saat Brendan terus bercerita tentang pengalaman-pengalamannya, dia bertanya pada Kiara apa yang mau Kiara ceritakan, jadi Kiara menceritakan tentang sahabatnya yang sudah berjarak.

Yang tersisa dari dirinya sekarang adalah Arika, Juli dan Sally—Kiara tidak pernah menceritakan Sally sebab Sally berada di Bandung dan mereka menjalani persahabatan jarak jauh sejak enam bulan lalu. Tidak ada yang spesial dari persahabatan Kiara, karena Kiara tidak menghabiskan hatinya untuk berteman terlalu dekat.

Lalu tiba-tiba dari persahabatan itu, Kiara menceritakan kucing di rumahnya yang bernama Bom-Bom, dia adalah alpha di komplek Kiara selama dua tahun dengan tubuh dan wajah bulat, hingga suatu hari bibi Kiara membawa kucing kecil bernama Rasi yang berpotensi menjadi alpha. Tidak sampai setengah tahun Rasi menjadi alpha dan mereka sering bertengkar untuk mendapatkan kekuasaan dan memperebutkan satu kucing primadona bernama Molly.

Sembari tertawa Kiara menceritakan bagaimana Molly selingkuh dengan Bom-Bom di depan Rasi, kejadiannya tepat di depan Kiara saat Kiara sedang menyapu halaman.

"Sejak Rasi liat Molly selingkuh sama Bom-Bom, Rasi pergi dari bibi Kiara dan tidak pernah pulang lagi," pungkas Kiara.

Brendan mendengarkannya dengan serius membuat Kiara yang baru menatapnya lagi jadi berhenti tersenyum. Bagaimana Brendan mendengarkan Kiara bahkan hanya cerita remeh seperti itu membuat Kiara mengingat mantan Kiara yang tidak pernah mendengarkan cerita remeh, hingga Kiara mengira hidupnya sama sekali tidak seru.

Tapi, kalau seseorang mau mendengarkan, bahkan untuk hal tidak penting—misalnya seperti Brendan—kepercayaan diri Kiara jadi bertumbuh, ternyata hidupnya gak terlalu membosankan. Kiara hanya terjebak dengan orang yang tidak melihat nilai dalam diri Kiara.

"Lo suka kucing, ya?" tanyanya.

"Iya," jawab Kiara. "Tapi gue alergi jadi gak bisa pelihara."

Brendan mengangguk-angguk, "bagus deh, gue benci kucing, dan semua binatang yang berbulu ... hiiih."

Kiara sebenarnya terkekeh, tapi tiba-tiba menjadi emosional dan matanya mulai perih.

"Kya, lo kenapa?" Brendan mengangkat wajah Kiara dan menatap mata Kiara seakan untuk memastikan.

"Jangan begitu liatinnya!" omel Kiara.

"Lo kenapa?" tanyanya lagi; bingung.

"Gue ... ga pa-pa."

Tapi Kiara malah menangis, dasar hormon sialan—anj—jan—ngen—as—. Kiara menutupi wajahnya dan menangis di dada Brendan.

"Kenapa?"

Ini pertama kalinya seseorang bertanya 'kenapa?' saat Kiara menangis, bukan karena tidak ada yang peduli, tapi karena hanya kali ini Kiara menangis di depan seseorang.

Mendongak, Kiara menemukan kebutuhan dirinya untuk menumpahkan semua cerita dan kesedihannya mengalir begitu saja.

Kiara bercerita sambil tersedu-sedu, dimulai dari alasan Kiara untuk ke Bekasi sebesar apa, perjuangan apa saja yang Kiara lakukan untuk ke Bekasi supaya Kiara nggak perlu LDR karena Kiara benci LDR. Lalu kenangan bodoh yang tidak seberapa itu, dan tidak terlalu indah juga karena kebanyakan LDR tapi tetap Kiara tangisi. Sebuah kenangan tentang betapa payahnya mantan Kiara dalam bercinta hingga membuat Kiara trauma dan kesakitan saat pertama kali, terjadi saat dia mengunjungi Kiara di Bandung. Meskipun gak terlalu indah, tapi tetap Kiara tangisi.

Kiara menjelaskan bawah dia menyesal tapi bukan menyesal karena melakukan itu, tapi menyesal memilih orang tolol itu untuk V-Card Kiara. Sambil menangis Kiara menjelaskan bahwa itu nggak enak, dan Kiara tidak mendapat apa-apa selain trauma—Kiara tahu Brendan menahan tawanya saat dia pura-pura batuk—bahkan saat Kiara di Bekasi, ketika mereka mencoba lagi melakukan hal itu, saking payahnya dia nggak bisa bikin Kiara basah selama berjam-jam berakhir dengan dia memaksa dirinya.

Itu mungkin salah satu alasan kenapa akhirnya dia menjaga jarak—karena dia payah—sebagai wanita yang pengertian Kiara memberinya jarak juga, sampai hari-hari berlalu dan Kiara pikir itu sudah cukup untuknya menenangkan diri maka Kiara pergi ke Jakarta untuk menemuinya pada satu Senin malam.

Tapi yang dikatakan Si Brengsek itu saat pertama bertemu adalah dia senang dan merasa aman Kiara tidak menghubunginya. Keberadaan Kiara membuatnya risih.

"Jawab gue, perasaan lo sama gue berapa sekarang?" tanya Kiara kala itu dengan suara gemetar.

"Nol," jawabnya tanpa pikir panjang.

Lelucon di akhir tahun.

Akhirnya Kiara pergi, tidak melirik lagi ke belakang, dan menangis di sepanjang jalan pulang.

Tidak ada yang mengetahui tangisan Kiara semenyakitkan apa kecuali driver BlueBird pada malam itu.

Bukan hanya mental Kiara yang tersakiti tapi harga diri Kiara, berani-beraninya, orang seperti dia, mengambil keputusan untuk pergi dari Kiara. Harusnya Kiara yang memutuskannya, harusnya Kiara yang menyakiti mentalnya.

Kiara bukan orang yang religius tapi malam itu Kiara berdoa pada Tuhan—seluruh tubuhnya, setiap pori-pori dan setiap tangisan yang keluar dari Kiara—mereka berdoa, semoga rasa sakit ini berlalu jadi Kiara bisa pergi tanpa harus merangkak setiap kali berjalan. Kiara tidak peduli dengan apa yang akan didapatkan oleh anak anjing itu sebagai balasan, saat itu Kiara hanya memikirkan bagaimana caranya agar malam ini dilalui tanpa rasa sakit yang teramat.

Perasaannya seberat itu, dadanya sesak dan isakannya begitu melelahkan; hanya berupa tarikan napas sampai Kiara sadar dia tidak bisa baik-baik saja.

Tidak ada lagi yang tersisa dari Kiara, bahkan kepercayaan dirinya hilang pada malam itu ditambah Kiara harus terlihat fit besok karena Kiara harus bekerja.

Itu adalah malam dimana Kiara merasa seluruh dunia telah hancur berantakan, dan betapa dirinya tidak berharga.

"Siapa namanya?" tanya Brendan dengan wajah serius ketika Kiara menangis tersedu-sedu seperti malam itu, Kiara bahkan mulai tidak peduli jika sekarang ingusnya mengenai baju Brendan.

"Dipta," ujar Kiara. "Namanya Pradipta."

Brendan mengusap-usap kepala Kiara dan memeluk Kiara untuk menenangkan.

Kiara nggak bisa tenang, ini pertama kalinya Kiara menceritakan semuanya tanpa berbohong. Bahkan Kiara berbohong pada buku diary-nya tapi berhasil jujur pada Brendan.

"Sshhh, it's okay," bisik Brendan.

Perlu bermenit-menit untuk Kiara mengendalikan dirinya, dan Kiara kesal menyadari kenapa pelukan Brendan bisa sehangat matahari sore.

Kiara pernah mempelajari tentang jiwa spiritual, dimana di sana dijelaskan bahwa orang yang berlalu-lalang di hidup kita pernah bertemu dengan kita sebagai keluarga jiwa, sebagai pelajaran hidup dan sebagai karma.

Mungkin saja ... mungkin saja jiwa Brendan adalah jiwa kakak laki-laki Kiara di masa itu, jadi tanpa malu Kiara memeluknya dan membiarkan dirinya yang kekanakan dan manja mengambil alih.

"Maaf," bisik Kiara. "Sebentar aja."

~*~*~*~

VENUS' NOTES
Maaf ya kalau chapternya berantakan, belum aku edit lagi huhu.
Part ini udah masuk konflik ea, gak seperti ceritaku yang lain (yang slowburn), yang ini satset sama konfliknya hehe🫶🏻

Chapternya bakalan selesai kurang dari 50 chapter kok, kalian harus ikutin terus yaa karena setelah selesai bakalan aku pindahin di Karyakarsa💖🫧

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro