Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

13. As you wish, Kia

Brendan, gue ikut pergi ke D'Canggu, gue gak bisa nolak Edel sama Patricia
-Kiara

Untuk pertama kalinya Kiara mengirim pesan pada Brendan duluan dengan tujuan agar dia tahu Kiara datang. Bukan ingin disambut, hanya saja Kiara nggak enak. Kiara sudah memikirkan rencana B jika kedatangan Kiara hanya membuat semua orang canggung yaitu pergi diam-diam.

Dan Brendan tidak menjawab bahkan ketika sudah lima menit Kiara berdiri di depan lift parkiran menunggu Patricia mengambil Mercedes-nya hingga Patricia datang di depan Kiara.

"Masuk," Patricia mengedik ke dalam.

Kiara segera masuk dan ternyata tidak ada orang lain lagi selain mereka berdua.

"Nggak ada yang nebeng lagi?" tanya Kiara.

"Nggak ada," tutur Patricia. "Gue tolak semua."

Kiara mendengus sambil menyimpan tasnya di jok samping, "kenapa?"

"Karena mereka minta," Patricia tertawa dengan humor di kepalanya. "Gue gak suka diminta, gue mau inisiatif."

Suka-suka lu, asli, pikir Kiara.

Sesaat kemudian Patricia menyalakan musik, lalu nggak lama setelah itu mereka meninggalkan parkiran.

Sebelum pulang, Kiara sudah re-touch make upnya, memakai parfum lagi, membetulkan rambutnya, dan memakai ulang lotion jadi dia tidak akan mirip seperti orang yang baru pulang bekerja melainkan berangkat bekerja. Kiara melakukannya karena jarak dari tempat kerja ke D'Canggu yang berada di Grand Galaxy hanya lima belas menit, jadi tidak ada waktu melakukan re-touch di dalam mobil.

Dan karena Kiara mengikuti instingnya, dia jadi bersyukur, sebab yang terjadi di sepanjang perjalanan adalah, Kiara harus fokus pada Edel yang menawarkan Kiara berbagai jenis Om-Om, dan berbagai macam laki-laki yang mungkin saja Kiara minati untuk dikenalkan. Tapi, Kiara tak menggubrisnya dan menganggap Edel sedang menawarkan lelucon. Edel terus-terusan bicara bahwa dia nggak bisa kalau selingkuh meskipun sama Om-Om pemilik banyak rumah sewa di Meadow Green Lippo. Mungkin karena Kiara terlihat tidak punya pawang, Edel berpikir Kiara adalah rekomendasi yang bagus.

"Oke, Edel, lain kali aja kenalinnya," tutur Kiara.

Menurut Kiara, dirinya bukan tipe orang yang sekali dilihat akan dicap cantik—misalnya, dalam keadaan apa pun tetap cantik—Kiara bukan orang yang punya tipe wajah seperti itu. Kiara melihat dirinya sebagai orang yang seksi, cerdas dan ... biasa aja.

Jika Edel yang jelas disebut sebagai orang cantik, mengenalkan Kiara pada orang-orang yang telah mengetahui Edel cantik, itu bukan hal bagus. Maksud Kiara, orang lain akan mengharapkan teman Edel secantik Edel.

"Kenapa? Lo udah punya cowok?" tanyanya ketika dia sedang melihat profil Instagram cowok setengah Jepang yang akan dia kenalkan.

"Sebenernya nggak punya, tapi gue bener-bener nggak desperate pengen cowok, Del," Kiara setengah merajuk. "Lo mending kasih ke Pat buat selingkuhan."

"Udah, kemarin Pat kenalan sama temen gue yang punya rumah di BSD," Edel menyaut dengan bangga sementara Patricia memberi cengiran di spion tengah.

Kiara agak syok tapi memilih tertawa agar Patricia merasa senang dan hebat.

Lima belas menit itu berlalu dan mereka telah tiba di D'Canggu, salah satu galery di Bekasi yang vibesnya seperti di Bali. Kiara memperhatikan luarnya setelah turun dari mobil. Di depan cafenya merupakan pintu ganda yang hanya dibuka salah satu pintunya, sementara pintu satunya digantungi tanda "open", dari luar terdengar instrumental gitar membunyikan nada-nada Autumn Leaves sehingga suasana menjelang malam itu terasa romantis.

Patricia masuk duluan bersama Edel, Kiara mengikuti sambil terus memegang ponselnya, menunggu Brendan menjawab pesan. Tapi bahkan sampai Kiara masuk ke dalam, melewati tiga undakan, Brendan tetap belum menjawab.

Kekhawatiran Kiara hilang ketika melihat isi cafe yang sama romantisnya seperti instrumen yang diputar.

Kafenya berdekorasi ruang santai bergaya tropis dengan elemen bambu dan anyaman tradisional, diterangi lampu temaram yang menciptakan suasana hangat dan nyaman. Di tengah area terdapat kolam renang kecil yang memancarkan cahaya biru terang, dikelilingi oleh pohon kaktus. Tempat duduknya terbuat dari kayu dengan model sederhana dan elegan mengundang Kiara untuk bercakap-cakap santai di sana sebentar lagi. Atap jeraminya menambah kesan alami dan tradisional. Tempat ini memberikan perpaduan sempurna antara relaksasi dan estetika modern yang eksotis.

Kiara nggak menyesal datang, sepertinya enak mabuk di sini—sebenarnya Kiara nggak berencana mabuk sih.

Beberapa orang sudah sampai dan sudah menempati meja.

Di cafe luar yang tanpa atap, Patricia sudah mendapatkan meja dekat dengan mini pool, dia segera melambaikan tangan agar Kiara cepat mendekat.

Saat menyebrangi ruangan, Kiara menyapa yang memanggilnya, ada yang menawarkan semeja bersama, ada yang hanya menyapa dan ada Gusti yang bertanya Kiara mau kemana? Kenapa nggak duduk bareng sama dia? Kiara hanya tersenyum setengah heran. Sejak kapan Gusti seramah itu pada Kiara?

Barulah Kiara tidak menarik perhatian ketika memutuskan untuk duduk di mana.

"Wah, boleh juga pilihan lo," Kiara berkomentar saat melihat ke atas ada band cafe sedang berdiskusi, gitarisnya masih melantunkan instrumen Autumn Leaves.

Patricia tersenyum bangga.

Lo berangkat?
Atau udah pulang?
Mau gue jemput?
-Brendan

Pundak Kiara melemas, sejak tadi Kiara tidak merasa relaks, baru ketika Brendan membalas pesan, Kiara bisa bernapas tenang. Setidaknya Kiara diterima di acaranya Brendan.

Gue udah sampe Bren
-Kiara

Brendan hanya membaca pesannya sampai beberapa saat kemudian, teman kerja yang lain tiba, enam orang perempuan di bagian IT ... dan Brendan di belakangnya ... baru saja masuk.

Wah ... pikir Kiara.

Mereka segera heboh, mencari meja yang kosong dan berinisatif disatukan agar menjadi meja besar. Sementara Brendan menuju ke arah kasir untuk berdiskusi entah apa.

Tidak perlu memikirkan apa kemungkinannya, Kiara sudah tahu Brendan pasti satu mobil dengan mereka dan Kiara nggak merasakan apa pun hanya rasa was-was.

Apakah Brendan pernah meniduri mereka juga? Apakah Kiara telah memilih teman tidur yang salah? Apakah seharusnya Kiara meminta kartu sehat Brendan? Kiara juga akan memberinya kartu sehat agar mereka sama-sama merasa aman. Tapi, Kiara mengenal dirinya dengan baik, tidak mungkin meminta Brendan surat sehat, itu sangat nggak sopan. Kalau begitu, jika bertemu Brendan lagi, Kiara sepertinya harus mengusulkan kondom untuk keamanan mereka.

"Cewek IT diundang juga, ya," komentar Edel.

"Iya, Brendan kan naksir sama Visca," balas Patricia.

"Yang mana tuh?" Edel menyuarakan pertanyaan di kepala Kiara.

"Liat tuh, yang tinggi, langsing, matanya agak sayu, pake kemeja navy," Patricia berbisik.

Kiara memperhatikan yang Patricia jelaskan dan menemukan perempuan berwajah paling kalem dan menyejukkan di ruangan itu, dia jelas definisi cantik dari segala sisi dan setiap kondisi. Kiara bahkan bisa mulai jatuh cinta sama cewek itu. Bukan jenis cewek menyebalkan hanya cewek elegan seperti definisi angsa.

Well, Brendan punya selera yang mantep.

"Biasa aja," komentar Edel. "Dia cuma tinggi doang."

"Selera orang beda-beda," tapi yang itu, selera gue sih. Pikir Kiara.

Brendan selesai berbicara dengan kasir dan duduk di meja yang sama dengan cewek IT dan Gusti, di belakangnya sekitar enam pelayan datang ke setiap meja bergiliran, bertanya ingin pesan cemilan apa.

Kiara hanya memesan kentang goreng, sementara Patricia dan Edel memesan pancake dan pisang goreng. Dari dapur Kiara melihat seorang pelayan lainnya membawa satu botol utuh minuman yang Kiara kenal sebagai Captain Morgan. Kiara segera bersemangat, selain karena musik cafe telah berubah dari instrumen gitar menjadi intro salah satu lagu Fall Out Boys, tapi juga karena botol itu—ternyata Kiara merindukan rasanya.

Sejak dulu Kiara nggak sering minum, Kiara hanya pernah beberapa kali bersantai untuk minum dan ini pertama kalinya lagi sejak ... setahun lalu mungkin.

Seiring lagu terus berputar semakin lama semakin memutarkan lagu bersemangat, pesanan orang-orang telah tiba satu per satu, dan kini orang-orang memiliki satu botol Captain Morgan di meja mereka. Edel dan Patricia bersemangat sekali, begitu pun Kiara. Kiara sudah nggak memperhatikan semua orang kecuali botol itu dan cengiran bodoh Edel dan Patricia.

Ketika Brendan memastikan semua orang sudah mendapat pesanan dan satu Captain Morgan di meja, dia menuangkan Captain Morgan ke gelas minum, dan mengangkat gelas ke udara sambil berseru "cheers" sebagai tanda dimulai acara.

Kiara ikut cheers bersama Edel dan Patricia kemudian menenggaknya dalam satu kali tegukan.

"Akkhh," Kiara merasakan rasa tajam yang aneh tapi manis dan melempar cengiran satu sama lain karena mereka berekspresi sama.

Bermenit-menit setelah berinteraksi saling cheers dari jauh, obrolan di meja Kiara mengalir begitu saja seakan Captain ini penyebab semua orang berpikir lancar, Kiara bahkan agak heran sejak kapan dia tertarik ke politik? Oh benar, sejak Patricia membicarakan pemilihan presiden 2024 dan dia ingin menjadi Presiden kemudian akan menunjuk Edel dan Kiara sebagai menteri kelautan dan menteri kesehatan. Kiara setuju lalu berkata akan menjadi menteri yang bertanggung jawab. Sementara Edel menawarkan diri untuk sekalian menjadi menteri perikanan karena Edel sangat suka seafood dan bercita-cita menjadi mermaid.

Semakin lama obrolannya semakin aneh, mulai membahas mutan dan Edel memberi lelcuon kalau kita minum sekali lagi kita akan cocok menjadi teman Bella Labella. Kiara bahkan tidak tahu siapa itu.

Kiara mulai merasa lemas dan pengelihatannya berputar-putar padahal baru minum dua seloki.

Benar, Kiara nggak jago minum.

"Minum lagi, Kia," Edel menuangkan minum ke gelas Kiara.

"Nanti aja," Kia bergumam sambil menempelkan pipinya di meja dan tidak sengaja melihat Brendan.

Dia melirik Kiara juga, dan Kiara mengerutkan alis seakan alis Kiara memberi jari tengah. Tapi itu sangat sebentar, cewek angsa itu mengajak Brendan mengobrol membuat Brendan segera melihatnya. Dia tertawa hingga matanya menyipit ... sangat cantik. Brendan membalas percakapannya entah apa tapi itu membuat Si Angsa tersenyum semakin-makin dan bahkan menampar pelan bahu Brendan.

Mereka sangat serasi bersama ... pikir Kiara.

Sama-sama tinggi, rupawan dan populer.

Kiara baru ingat Visca adalah orang yang paling disukai manager, mungkin dia masuk lewat orang dalam karena hampir semua atasan mengenalnya. Brendan juga pernah bilang bahwa dia masuk ke perusahaan ini karena dia dibawa seseorang. Bahkan dari situ saja sama.

Cemberut tanpa bisa ditahan, diam-diam Kiara juga ingin punya seseorang yang serasi, Kiara ingin memanggil "ayang" pada seseorang seperti Milly kepada Jeffery. Kiara ingin seseorang yang sempurna untuk dirinya, tanpa perlu menerjemahkan jiwanya, tanpa perlu bertanya apa warna favorit ... Kiara ingin belahan jiwanya.

Apa yang belahan jiwanya lakukan sekarang? Apakah dia mabuk juga seperti Kiara? Apakah dia baik-baik saja? Apakah dia sudah makan? Kiara terisak, tiba-tiba mendoakan supaya belahan jiwanya baik-baik saja dan tidak boleh menderita, jangan menyerah, tunggu sampai ketemu Kiara.

Ini adalah kebiasaan mabuk yang buruk, Kiara jadi sedih dan emosional.

"Kia?" suara seorang lelaki memanggil, Kiara mencari siapa itu dan menemui Geri sedang mengernyit seakan mencoba mengenali Kiara.

"Geri?" Kiara bergumam.

"Eh siapa tuh," bisik Edel.

"Gebetannya," balas Patricia.

"Geri lagi ke sini, kenapa Kia gak bilang ada di sini?"

"Sini, Mas Geri duduk," ujar Patricia.

"Oh, iya makasih temennya Kia," Geri duduk menghalangi tatapan Kiara pada menawannya Brendan dan Visca. Cok!

Kiara segera duduk tegak, dan mencoba memandang Geri tanpa terlihat pusing. Hari ini Geri memakai jaket besar, kaos dan jeans, dia tampak seperti terakhir kali Kiara lihat setengah tahun lalu saat Kiara masih di Bandung kecuali rambutnya yang baru saja dipotong rapi. Ekspresinya masih seramah dulu dan tatapannya masih memuja Kiara seperti dulu, Kiara tidak tahu kenapa tapi Kiara nggak mau menemui Geri saat mabuk.

"Sama siapa?" tanya Kiara.

"Sama temen kantor," jawabnya. "Mereka bentar lagi sampe."

"Ohh," Kiara mengangguk lalu mengambil gelasnya tanpa sadar dan meneguk alkoholnya lagi.

Sial, Kiara refleks melakukannya.

"Kayanya Kia gak bisa minum," Edel mengomentari sambil setengah tertawa.

"Nggak apa-apa, Kia, mabok aja kan gue yang nyetir," Patricia menuangkan lagi Captain Morgan ke gelas Kiara sementara kepala Kiara seperti berputar, tenggorokannya menghangat seperti suhu tubuhnya dan pandangannya mulai bergoyang-goyang.

"Kia biar gue yang anter aja, Kak," ujar Geri.

"No, no," Kiara menggelengkan kepala. "Gue pulang sama Pat."

Geri hanya mendengus geli, "it's okay, Kak, saya pastiin Kia pulang dengan selamat."

Kiara tidak tahu apa tanggapan Patricia yang jelas itu hal buruk, Kiara nggak mau pulang sama Geri, dan Kiara terlalu lemas untuk lari dari Geri.

Ketika Kiara ingin memprotes, Geri berdiri, "temen-temen Geri udah dateng, have fun aja dulu, nanti Geri anterin kalau udah selesai."

"Gue pulang sama Pat," ulang Kiara dengan bersikeras tapi Geri segera pergi tanpa ingin dibantah. "Gue mau pulang sama Pat sama Edel!"

Ototnya melemas di semua tempat dan Kiara jadi ingin tidur tapi Edel segera duduk di samping Kiara dan meraih Kiara untuk meneguk satu gelas lainnya.

Kiara jelas meneguknya lah.

"Wih, pinter, tambah lagi Pat," Edel terkekeh.

"Stop, anjing," gumam Kiara sambil mendorong Edel pelan tapi Edel tertawa jadi Kiara ikut tertawa. "Nggak mau minum lagi," lanjut Kiara merengek.

"Pantesan Kia gak mau diajak minum," Patricia tertawa lemah.

Kiara memilih untuk menolak minum lagi dan mendorong Edel agar tidak merangkulnya dan memaksa minum. Edel melepaskan Kiara membuat Kiara segera berdiri dan pamit ke toilet tapi belum-belum sampe ke toilet, Kiara terjatuh ke lantai karena pandangannya yang terus bergoyang-goyang.

Lutut Kiara bertabrakan dengan lantai dan itu sedikit sakit, tapi Kiara segera terisak berhubung Kiara sedang mood sedih.

"Sakit," rengek Kiara. "Mama...."

"Ckckc," seseorang berdecak sesaat sebelum Kiara merasakan rangkulannya yang membantu Kiara berdiri dan entah kenapa Kiara tahu ini Geri.

"Kia minum berapa botol sih?" tanya Geri.

"Sedikit kok," jawab Edel.

"Hadeh, gue anterin Kia pulang ya, Kak," pamit Geri sambil melingkarkan tangan Kiara di pinggangnya.

"Nggak mau sama Geri!" seru Kiara. "Mau sama Pat!"

Tapi Geri tidak mendengarnya dan berhasil membawa Kiara keluar dari cafe sementara itu, Kiara merengek mengulangi kalimat: nggak mau bersama Geri.

Kiara tidak tahu apa yang di pikirkan Geri, jelas itu bukan hal yang Kiara inginkan, Kiara tidak mempercayai Geri apalagi untuk menitipkan dirinya jadi Kiara roboh dan mulai menangis tidak berdaya.

"It's okay, ayo berdiri," Geri meraih Kiara yang tersungkur di depan pintu masuk.

"Nggak," Kiara merengek, tubuhnya lemas jadi Kiara tidak bisa menendang atau mencakar yang mana ketidakmampuannya menolak membuat Kiara semakin menangis. "Gue gak mau!"

Geri bersikukuh untuk memapah Kiara hingga mereka tiba di dekat mobilnya, dan Geri menempelkan Kiara ke pintu samping. Tangannya yang dingin memegang pipi Kiara, mencoba untuk menegakan kepala Kiara agar melihatnya. Dia memberi dengusan kecil pada Kiara dan Kiara lanjut menangis melihat hal menakutkan di matanya.

"Gue mau pulang sama Pat!" seru Kiara.

"Kia tau nggak sih, Geri selalu pengen ketemu Kia," bisiknya.

Kiara menggeleng lemah, tangannya mendorong Geri agar menjauh.

"Kia tau, 'kan Geri suka sama Kia?" Kiara hanya menatapnya tajam sebisa mungkin, ketika Kiara punya tenaga lagi nanti, Kiara akan menghajarnya karena telah berani bersikap kurang ajar saat Kiara tidak berdaya.

Seolah tatapan Kiara tidak mempengaruhi Geri; seolah Geri tidak takut kehilangan nyawanya di masa depan; Geri membelai pipi Kiara, kemudian ibu jarinya menyentuh sudut bibir Kiara dan dia mulai mendekat ke wajah Kiara. Kiara segera menggeleng keras dan menendang-nendangnya.

"Pat!" seru Kiara. "Edel! Nggak mau!"

Lalu, Kiara melihat kejadiannya seperti sebuah cahaya yang melintas; Geri tiba-tiba terbang menjauh dari Kiara dan ketika dia mendarat, wajahnya dipukul seseorang.

"Dia nggak mau, Bro," ujarnya. "Kalau lo mau maksa dia lagi, abis kampung lo gue acak-acak."

"Brendan," engah Kiara. "Brendan jangan dipukul, tolong cakarin aja."

"As you wish, Kia," ujar Brendan yang sesaat kemudian mencakar lehernya Geri hampir mencekik membuat Geri menahan teriakan.

"Stop," Geri menepuk-nepuk tangan Brendan yang mencekik-cakarnya.

Kiara menutup mulutnya dan dalam keadaan setengah sadar berjalan cepat ke arah Brendan untuk menghentikan tindakannya, bagaimana pun permintaan Kiara adalah hal konyol, dan Kiara tidak berpikir jernih untuk melihat apakah Brendan akan melakukannya atau tidak. Jadi, ketika di dekat Brendan, Kiara menarik tangannya yang mencekik Geri, dan memintanya untuk berhenti.

"Jangan dilanjutin," ujar Kiara.

"Kia, dia baru aja maksa untuk cium lo," tuntut Brendan. "Biarin gue bebekin mulutnya barang semenit aja."

"Jangan," Kiara menariknya, kesadaran Kiara berangsur kembali.

Keadaan leher Geri yang memerah panjang cukup membuat Kiara puas, tapi jika Kiara tidak menghentikan Brendan, Geri mungkin akan masuk rumah sakit. Lagi pula, dari penampilan fisik mereka berbeda, Geri adalah cowok tinggi, ramping, sementara Brendan tinggi, ramping, berotot, bahunya bahkan lebih lebar dari Geri, bukan pertandingan yang seimbang. Hanya butuh perwakilan untuk sedikit menghajarnya bukan mengirimnya ke rumah sakit.

Kiara berpaling ke Brendan yang pelipisnya berkeringat, sementara suhu tubuhnya seperti memanas seakan dia tengah mendidih dan mengeluarkan asap.

"Jangan berpikir buat laporin tindakan gue ke polisi, karena itu bakalan lebih buruk buat lo," geram Brendan.

Kiara menarik nafas sambil memegang kepalanya, pusing masih tersisa, tapi kepalanya mulai berhenti berputar, dan pandangannya perlahan ikut jernih. Kiara menangkap pergerakan Geri, dia memegang sudut bibirnya yang sedikit berdarah, tampak kesal saat bangkit tapi tidak berkata apa-apa.

"Dia siapa lo, Kia?" tukas Brendan.

"Temen satu kota," desis Kiara.

"Apa dia sering seberengsek ini?"

Kiara menatap Brendan, sepertinya Brendan sulit untuk berhenti marah karena tatapannya masih berapi-api seakan nggak puas kalau cuma nyakar.

"Nggak kok," ujar Kiara sambil memberi tatapan penuh intimidasi pada Geri. Geri selalu ingin melakukan skinship yang disengaja pada Kiara, contohnya saat mereka makan di luar dulu, Geri akan mencoba melakukan apa saja supaya dia menyentuh lengan Kiara. Lalu di lain waktu, dia sengaja memakai motor supaya Kiara dekat dengannya, dan itu semua nggak nyaman sama sekali. Tapi, mau bagaimana pun, Kiara memaafkannya dan berjanji tidak akan sudi melihatnya lagi.

"Brendan, tolong tungguin gue sampe gue naik taksi," bisik Kiara.

"Gue anter," Brendan memegang pundak Kiara dan Geri segera mendengus geli.

"Lo mau anterin dia?" tanya Geri dengan meremehkan. "Apa lo pikir lo lebih baik daripada gue?"

"Geri," ujar Kiara sambil menahan dirinya untuk tidak mengatakan hal-hal kotor. "Kalau semenit lagi lo masih di depan gue, gue gak akan maafin lo sama sekali dan lo gak akan punya kesempatan bahkan untuk gue anggap ada di dunia."

================================

Guys, kalian suka gak sama cerita akuu yang inii? Kalian jarang komen jadi aku gak tau huhu🥹🥹🥹

Kalian suka gak kalau aku bikin author's note panjang-panjang? Aku jujur aja takut banget kalau panjang-panjang terus karena gak boleh pake author's note kalau di paid story jadi kaya kebiasaan🥲🙏🏻

Kalian lebih suka baca aja atau sambil interaksi juga sama yg nulis ceritanyaa? Aku nerima semua kritikan jugaaa🥰🫶🏻

Btw belum edit chapternyaa, kalau ada yang kurang kalian suka atau kurang mengerti komen yaaa😚

Jangan lupa vote dan komen yang banyakkk🦋🫶🏻

Lop uuuuuuh

Sampe ketemu minggu depannnnnn❤️❤️❤️❤️

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro