04. Jangan Pake Hati
⚠️This chapter contained mature content!
⚠️⚠️⚠️⚠️⚠️
"Brendan," panggil Kiara dengan serak dan pelan.
"Hmmm," gumamnya.
"Bawa kondom, enggak?"
==================================
"Hah? Apa?" Brendan mendekatkan telinganya ke arah Kiara.
Bagus deh gak denger, pikir Kiara.
"Enggak, bukan apa-apa."
Brendan terdiam selama dua detik lalu menarik Kiara mendekat ke rangkulan tangannya dan menyentuhkan setiap bagian tubuh Kiara ke arahnya.
"Ada di mobil," bisiknya. "Tapi kalau gue ngabisin waktu buat ngambil, lo mungkin bakalan berubah pikiran."
Kiara menghembuskan napas ketika Brendan melepaskan kipas portabelnya dan mulai terang-terangan bernapas di tengkuknya.
Untuk sesaat Kiara hampir meloloskan engahan tapi refleks mulutnya lebih baik jadi dia hanya menggigit bibirnya erat.
Tepat saat itu juga AC-nya menyala lagi seakan yang tadi adalah trial error, tapi ruangan dan suhu Kiara yang memanas tidak mampu diselamatkan AC.
Brendan menarik Kiara untuk melihat ke arahnya dan dia mencium Kiara seakan mencium adalah keahliannya, bagaimana bibirnya begitu mudah Kiara terima membuat Kiara tidak berhenti terkejut, kenapa sangat mudah menerimanya? Kenapa sangat lembut? Kenapa sangat pas? Kenapa sangat nikmat?
Membalasnya dengan berantakan, Kiara menelusuri bibirnya seperti yang selalu Kiara bayangkan, bagaimana lembutnya, bagaimana itu menggelitik seluruh darah di tubuh Kiara, semua hal memabukan itu membuat Kiara lupa bernapas jadi Kiara segera mendorong Brendan untuk menarik napas dan mereka bertatapan. Tatapan liar yang sejak tadi mereka sembunyikan.
Brendan mendekat lagi untuk menghirup udara di leher Kiara, tangannya masuk ke balik kaos tidur Kiara dan menyentuh benda-benda Kiara. Kiara menggigit bibirnya lagi, dan ingin menangis mengingat bagaimana Brendan dengan mudahnya membuat mereka merespon.
Apakah karena Kiara sudah lama tidak merasakannya? Apakah karena Kiara masih penasaran bagaimana rasanya? Atau apakah Kiara membayangkan orang lain yang melakukan itu untuk Kiara? Kiara menutup mata dan memikirkan siapa yang dia lihat. Tapi yang dia lihat hanya rasa bersemangatnya. Tidak ada orang lain, Kiara hanya memikirkan bercinta dengan dirinya sendiri.
Brendan menarik kaos dan bra Kiara dan ketika itu tidak terlindungi lagi, dia mendekat, menciumi mereka, hal yang Kiara rindukan—bukan—hal yang selalu tubuh Kiara rindukan.
Berkali-kali Kiara memaki-maki dirinya karena membiarkan orang asing melakukan itu, membiarkan orang asing mempengaruhinya, dan betapa lemah Kiara pada pertahanan dirinya hanya karena hormon tolol itu.
Kiara membuka matanya dan menatap sepasang mata Brendan menyorot ke arahnya, tapi Kiara berpaling, tidak mau jika imaginasinya terisi Brendan.
Setiap otot di tubuh Kiara berdenyut senang, jantungnya memompa lebih keras, dan darah tidak bisa berhenti berdesir di bawah sana.
Sampai ketika Brendan menarik celana legging dan dalaman Kiara, Kiara menemukan kesadarannya—kesadarannya yang begitu kecil dan sedang cacat.
Brendan membuka bajunya juga, ekspresinya begitu gelap tapi Kiara tidak terlalu peduli juga, sampai ketika dia mendekat ke arah Kiara dan Kiara menegang.
Jangan di sana, pikir Kiara ketika Brendan mendekat ke sana, Kiara enggak suka, Kiara tidak memakai sabun pencuci miss v dan tidak mau membuat kesan jelek di mata Brendan. Jadi Kiara menutup dirinya dan melarang Brendan melakukan apa saja yang tengah di pikirkannya.
"Trust me," ulangnya.
Percaya padanya ... Kiara tahu, Kiara percaya bahwa Brendan akan sangat lihai dalam hal membuat wanita terpesona, Kiara hanya tidak mempercayai dirinya.
Tapi toh, tetap saja semua berlanjut. Brendan menarik kedua kaki Kiara dengan dengan pelan, dia mengunci pandangan pada Kiara seperti pemangsa yang memantau buruannya, hingga dia tenggelam di antara kedua kaki Kiara dan Kiara bisa merasakannya.
Tubuhnya mengangkat ke atas, tidak bisa menahan geli yang menjalar di setiap otot perutnya setiap kali Kiara merasakan Brendan mencium Kiara di sana seperti bagaimana dia mencium Kiara.
Apakah dulu memang segila ini? Apakah Kiara pernah ingin menangis karena terlalu terlena? Atau apakah ini karena Kiara merindukan hal intim pada dirinya dan baru menyadari itu ketika dekat dengan Brendan? Kiara tidak tahu, dia hanya sangat menyukai ini dan pikirannya terasa hilang, suaranya mencoba lolos berkali-kali, terutama akalnya telah pergi meninggalkannya.
Tangan Brenda merayap ke atas dan memegang kedua benda Kiara.
Ini berlebihan, Kiara tidak bisa menerima lebih banyak atau dia akan berantakan sebentar lagi.
Kiara tidak pernah berantakan.
"Brendan," engah Kiara. "Brendan."
Bukan memanggilnya, Kiara hanya mengingat siapa yang memberikan perasaan ini, dan perasaan itu tidak bisa tertahan lagi, Kiara menegang, tubuhnya bergetar hebat selama beberapa saat, dan Brendan tidak berhenti menciumnya di sana. Ini seperti serangan beruntun. Dan nama serangannya adalah Brendan.
Brendan menjauh ketika mendapati tubuh Kiara mulai santai, napasnya panjang-panjang, itu bukan karena Brendan memberi jeda, tapi dia bersiap untuk hal selanjutnya.
Kiara menatap Brendan yang memiliki pandangan berkabut, tidak seperti Brendan tiga puluh menit lalu yang melemparkan lelucon konyol.
Dan Brendan yang memiliki pandangan aneh itu sekarang mendekat pada Kiara, menyentuhkan semua bagian tubuh termasuk di bawah sana.
"Jangan pake hati," Kiara memberitahu di sela-sela senggalan napasnya.
"Jangan pake hati," ulangnya menyetujui.
Ketika Kiara merasakan dia berada di bibir sana, Kiara meremas rambut Brendan dengan gugup.
"Trust me," bisiknya.
"Pelan-pelan," bisik kiara.
"I know," lanjutnya.
Dan dia mulai mengisi Kiara dengan pelan, Kiara menegang, memilah rasa takut dan rasa bersemangat di saat yang sama. Tapi rasa takut itu menang dan Kiara melihat Brendan sekali lagi.
Tidak ada paksaan, tidak ada hal yang menyakitinya, atau memaksa Kiara.
Oh, ini Brendan, pikir Kiara. Dia Brendan.
Kiara mulai rileks, dan Brendan tidak berhenti menatapnya kembali untuk mendapatkan kepercayaan Kiara, sampai satu saat, Brendan sepenuhnya mengisi Kiara. Mereka berada di jarak paling dekat, ada keringat di kening Brendan, kalung Swarovski-nya menggantung di dekat dagu Kiara, lalu terutama di bawah sana, Kiara tidak bisa berhenti berkedut seakan begitu senang menyambut Brendan.
Itu membuat malu tapi Kiara harap Brendan tidak merasakan apa-apun.
Kiara terengah, rasanya berbeda, rasanya dia membengkak di sana, ini tidak seperti yang diingatnya; ini tidak menyakitkan seperti yang Kiara ingat.
"Gak apa-apa?" tanyanya.
Kiara mengangguk, dan Brendan mulai menggerakan pinggulnya, semua otot di bawah sana mengerang untuk hal itu. Kiara merasa kesal kalah dengan tubuhnya, Kiara juga kesal dengan Brendan, bagaimana seseorang bisa semudah itu untuk mengajak tidur orang lain? Atau apakah Kiara saja yang goblok?
Dan yang lebih buruknya, Brendan sangat-sangat pandai hingga Kiara merasakan dirinya seperti istana lego yang hendak dihancurkan menjadi jutaan keping.
Ketika perasaan itu datang lagi, Kiara memeluk Brendan erat-erat, dan otot di bawah sana berdenyut bersahutan tanpa bisa Kiara kendalikan. Di antara suara napas mereka, Brendan mengerang pelan di telinganya dan pinggulnya bergerak lebih cepat membuat Kiara sekali lagi kehilangan pikirannya.
Mereka terengah bersahutan ketika Brendan menarik diri dan "datang".
Beberapa saat setelah mengatur napasnya, Kiara bangun untuk menuju toilet, dia merasa ini salah tapi sekaligus merasa luar biasa.
Tubuhnya tidak bisa berkata bohong tentang respon ini. Di cermin toilet, Kiara tampak sangat merona, wajahnya lebih cerah daripada skincare rutin yang dia lakukan, bibirnya memerah, dan matanya sedikit berair.
Kali ini bukan karena bersedih, tapi karena ... bahagia? Tubuhnya bahagia? Atau monster mesum di kepalanya bahagia?
Pintu toilet terbuka, dan Kiara tidak menduga Brendan akan menyusul.
Ini sangat canggung mengingat dia yang membahagiakan monster di kepalanya.
"Sini gue bantu bersihin," ujarnya sambil mengambil shower dan menuntun Kiara mendekat.
"Gue sendiri aja."
"It's okay."
Meskipun Kiara berkata tidak, toh akhirnya dia menurut juga untuk saling membantu membersihkan diri satu sama lain. Brendan jelas tidak merasa canggung, membuat Kiara yang sudah lama tidak merona, kembali merona.
Ini hanya euforia, pikir Kiara. Kiara hanya menikmati euforia.
"Kita biasa aja di tempat kerja," gumam Kiara.
"Okay?"
"Jangan cerita sama siapa-siapa," lanjutnya berbisik.
"Itu bukan gaya gue," jawab Brendan. "Gue gak ceritain kehidupan seks gue ke siapa pun."
"Bagus deh."
Brendan membantu Kiara membersihkan perutnya, lalu dia mengusap pinggang Kiara, dan mengusap bagian belakang Kiara, meremasnya seakan itu adalah hal wajar ketika memandikan orang lain.
Tapi, Kiara berhenti menipu dirinya sendiri, Brendan memang sengaja melakukannya, terlihat dari bagaimana Brendan menarik Kiara mendekat lagi padanya dan Kiara dapat merasakan Brendan mengeras lagi.
Lagi? Pikir monster mesum Kiara yang mirip binatang menggonggong sialan itu.
Bisa diem gak?
"Lagi?" alih-alih Brendan yang mengusulkan itu.
Sial.
Kiara tidak jadi pergi tidur, bukan karena Kiara sungguhan hilang kantuknya, tapi karena mereka tidak berhenti hingga pagi tiba seakan energi mereka tidak pernah habis.
Tapi setelah yang kedua kalinya, Kiara menyadari bahwa dia hanya menyukai aktifitas mereka, dan berhasil membedakan apa kesukaannya dan perasaannya pada Brendan. Sekali pun setiap kali Brendan selesai, dia akan mencium kening Kiara, tapi untuk yang satu itu Kiara menganggapnya sebagai euforia sehabis seks.
Untuk perempuan, sulit membedakan hormon bahagia dan hormon rasa suka. Tapi, bagi Kiara, ini hanya rasa bahagia. Jika kembali ke part satu, akan ada paragraf dimana hati Kiara mulai membeku, dan tidak ada yang berubah bahkan hingga part keempat.
Brendan pulang ketika waktu menunjukkan pukul lima pagi setelah tekhnisi AC datang, dia berpamitan seakan mereka tidak melakukan apa pun semalaman.
"Gue pergi ya, lo juga kayanya harus tidur."
"Iya, sorry gue gak anterin sampe lobi, gue ngantuk banget."
"Gapapa," Brendan memakai jaketnya, topinya dan maskernya seperti saat malam kemarin dia ke sini.
Dan akhirnya mereka mengucapkan selamat tinggal sebelum Kiara menemui tidurnya yang paling nyenyak.
=================================
Gada warning sebelum cerita ini dimulai kayanya, tapi cerita ini sangat-sangat enggak disarankan buat ditiru, yang mau aku sampaikan di cerita ini adalah gimana jadi wanita yang enggak bergantung sama laki-laki atau menjadi tunduk-patuh, jatuh cinta, setelah pshycal touch sama laki-laki (pegangan tangan, kissing, hugging, having sex, etc) sebab aku liat banyak yang susah lepas kalau udah kaya begitu padahal karir dan jalan hidupnya masih panjang dengan atau tanpa pacarnya.
Enggak salah sama apa yang kita pilih untuk tubuh kita, tapi adanya kesadaran, bijak dan bertanggung jawab itu perlu. Jadi mending gak usah ngikutin Kiara sebab dia anak anjweng baca aja ini dan adopsi semua perilaku positif dan ngebossnya Kiara🗿🫶🏻
Jangan lupa komen dan vote😚🫶🏻
I love you🌺🌷🌸
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro