Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

TS 5 - MENCARI TENANG

بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

Nyatanya memang tidak ada kehidupan yang mudah. Meski diwarnai rasa lelah, jangan pernah berpikir untuk menyerah.

🍁TEMAN SEPELAMINAN🍁
kataria.byidria

Sudah menjadi rahasia umum jika Bandung Selatan acap kali dijadikan sebagai tempat pelarian para muda-mudi se-Jawa Barat untuk menghilangkan penat. Hanya sebatas menatap hijaunya hamparan kebun teh dengan udara yang segar nan asri sudah cukup berhasil menenangkan gejolak hati.

Alam memang selalu memberi rasa tenang tersendiri, setiap inci keindahannya benar-benar mampu me-refresh segala beban yang bersarang dalam diri. Satu hal yang pasti, Zayna termasuk dalam golongan orang-orang yang senang menerapi diri dengan cara menikmati keagungan dan kemahabesaran Allah, yang sudah menciptakan dunia dan seisinya dengan sebaik-baik penciptaan.

"Ada memori di tempat ini, kan, Zay?" tanya Cakra di tengah kegiatan mereka yang sedang menikmati santap pagi.

Berhubung pergi dari pagi-pagi buta, dan belum sempat mengisi perut alhasil setelah memasuki kawasan Ciwidey mereka memutuskan untuk makan sejenak. Lalu lalang kendaraan dengan hawa dingin serta ditemani sepiring nasi kuning lengkap dengan teh hangat kian menambah rasa betah.

"Kenapa emang?"

Cakra memasukan terlebih dahulu sesuap nasi ke dalam mulut. "Mungkin mau nostalgia sejenak, ke kawah putih dulu misalnya?"

Zayna berdecak lalu memutar bola mata malas. "Nggak usah mulai deh!"

Tawa Cakra pecah saat itu juga. "Sensi bener perasaan, padahal aku berbaik hati menawarkan."

"Nggak usah repot-repot, makasih."

Cakra geleng-geleng dan menahan senyumnya. Menggoda Zayna hingga membuat perempuan itu kesal merupakan sesuatu yang membahagiakan. Ketusnya perempuan itu kala diungkit perihal masa lalu, malah menjadi hiburan tersendiri.

"Awalnya aku sanksi kamu bisa ngabisin sepiring nasi kuning tanpa sisa, karena aku tahu kebiasaan kamu yang makan dalam jumlah sedikit," ungkap Cakra sembari melihat ke arah piring Zayna yang hampir akan tandas.

"Inget banget kayaknya? Dulu aku emang nggak terlalu prioritasin nasi, tapi semenjak kerja di tempat yang sekarang mendadak ketularan sama temen-temen yang pada dasarnya mereka emang doyan makan semua. Kenapa gitu? Ada masalah?"

Sebuah gelengan Cakra berikan. "Nggak, malah bagus, Zay."

Zayna pun manggut-manggut. "Sekarang itu aku cukup boros dalam hal jajan dan makan. Temen-temen kerja aku provokator semua, bilangnya self reward padahal boros dan hampir setiap hari kerjaannya ngajak jajan mulu. Nggak kayak di tempat kerja dulu, jangankan jajan bawa bekel buat makan siang aja nggak, kan?"

"Nah iya betul, kamu cuma bawa minum doang. Gila sih kalau inget dulu, tuh perut bisa kuat selama delapan jam nggak konsumsi apa pun selain air mineral. Nggak habis pikir, makanya kamu dulu mutusin buat nyunnah Senin-Kamis. Sekarang masih rutin?"

Zayna menggeleng kecil. "Jangankan puasa, sekarang aku kayak udah kehilangan nikmat dalam beribadah. Bisa salat lima waktu tepat waktu aja udah harus bener-bener aku syukuri. Kerja 12 jam nguras waktu dan energi, aku terlalu fokus ngejar dunia sekarang."

"Capek ya, Zay?"

Tanpa banyak pikir panjang perempuan itu mengangguk setuju. "Banget, kerjanya sih ringan dan nyantai tapi waktunya yang nggak bisa dikondisikan. Jam tidur berantakan karena di-shift juga, kan tapi ya mau nyari kerjaan lagi juga susah. Disyukuri dulu aja apa yang lagi dijalani."

"Makanya nikah supaya bisa leha-leha di rumah."

Zayna berdecak dibuatnya. "Apaan banget, capek kerja malah dikasih solusi nikah. Masalah bukannya selesai, tapi justru akan bertambah."

"Kebanyakan perempuan biasanya, kan gitu. Capek kerja mau nikah aja. Kamu emang nggak kayak gitu?" tanyanya.

"Tahu sih perempuan seumuran aku emang lumrahnya udah nikah, bahkan punya anak kali. Tapi, ya nggak semua jalan hidup harus sama atuh. Ibarat kata gini aja, berbuka itu sesuatu yang harus disegerakan, tapi magrib di setiap daerah nggak serentak, kan? Belum ketemu aja waktu sama momennya. A Cakra yang udah setua ini aja belum nikah, ngapain aku yang masih muda ini buru-buru? Mending A Cakra aja yang duluan."

"Apaan kok malah jadi merembet ke aku sih, Zay. Nikah bukan perkara gampang kali, apalagi aku susah banget buat jatuh cinta sampai bisa nemu yang bener-bener klop. Kamu tahu sendiri aku pernah ditinggal nikah gara-gara waktu itu belum siap dan nggak punya cukup modal. Giliran tabungan ada, jodohnya yang nggak ada, sekarang justru dua-duanya raip juga pada akhirnya."

"Maksud kamu gimana?"

Helaan napas Cakra keluarkan. "Tabungan yang semula akan aku alokasikan untuk biaya nikah, makin berkurang jumlahnya buat menutupi kebutuhan Mama. Aku nggak nyesel melakukan itu, karena aku tahu uang sebanyak apa pun nggak akan berarti apa-apa kalau dibandingkan sama apa yang udah Mama berikan dan lakukan buat aku. Cuma kadang aku suka mikir aja, oh mungkin ini sebabnya aku belum nikah sampai sekarang. Allah mau aku kasih yang terbaik dulu buat Mama, mau aku berbakti lebih sama beliau. Seandainya aku udah nikah, mungkin aku nggak akan semudah dan seleluasa itu buat ngeluarin uang karena udah ada tanggungan."

Cakra mengulas senyum samar. "Mama aku divonis amputasi kalau luka di kakinya nggak kunjung sembuh."

"Inalillahi, udah separah itu?"

Anggukan kecil dia berikan. "Aku cukup mumet, Mama nggak mau melakukan itu dan lebih milih untuk bolak-balik operasi guna membersihkan lukanya. Aku sangat amat paham apa yang beliau rasakan, nggak kebayang kalau Mama sampai kehilangan satu kakinya."

Zayna kehabisan kosakata, dia hanya bisa memandang iba ke arah Cakra yang terlihat sudah mulai berkaca-kaca.

"Kenapa mendadak melow sih, Zay. Udah ah, bahas yang lain aja. Aku ngajak kamu keluar buat healing bukan sedih-sedihan. Pengalihan pikiran supaya aku nggak terlalu larut dalam masalah," ungkapnya kemudian.

Perempuan itu mengulas senyum tipis. "Semoga Allah segera mengangkat penyakit Mama A Cakra ya, lekas pulih dan sembuh sebagaimana sebelumnya."

"Aamiin, makasih, Zay."

Zayna mengangguk tanpa kata.

Dia tidak mengira sudah separah itu kondisi kesehatan ibu dari kerabatnya. Cukup shock, dan ikut merasa sedih serta kasihan. Tapi, dia tidak bisa berbuat banyak selain mendoakan kesembuhan untuk beliau.

"Jadi maunya ke Situ Patenggang aja, Zay?" tanya Cakra memastikan.

"Iya boleh, aku perlu tempat-tempat seperti itu untuk mendinginkan hati dan pikiran."

"Busettt, galau ni ceritanya?"

"Nggak juga, mau ngadem emangnya salah?"

Suara decakan cukup nyaring terdengar. "Nggak usah berkilah, aku tahu betul kamu kayak apa. Kalau lagi nggak baik-baik aja, lebih senang menyatu dengan alam. Kenapa emangnya, Zayna?"

"Seenggak layak itu ya aku buat diperjuangkan oleh seseorang?"

Cakra menggeleng tak setuju. "Ngomong apa sih kamu, Zay. Bukan kamu nggak layak diperjuangkan, tapi dianya aja yang nggak mau berjuang. Laki-laki masih banyak, nggak cuma dia doang. Move on!"

Zayna memilih untuk sejenak menyesap teh hangatnya. "Ini bukan tentang move on, aku cuma nggak terima aja atas perlakuannya."

"Sebetulnya kalian itu sama-sama sakit, dan yang menyakiti kalian itu keadaan. Zay, sekarang bukan saatnya untuk kamu mempertanyakan, toh nggak ada itikad baik juga dari dia untuk menjelaskan. Udah mau hampir satu tahun setengah lho ini. Satu yang harus kamu tahu, cowok kalau udah nggak menginginkan sesuatu dia akan menghilang, membuat kamu capek dan muak dengan keadaan, supaya apa? Supaya dia bisa pergi tanpa harus repot-repot mengatakannya secara langsung. Dia nggak sebaik yang kamu pikir, dia nggak se-shalih yang kamu kira. Kalau emang kamu yang dia mau, seterjal apa pun jalannya pasti dia akan mengusahakan."

Cakra mengulas senyum lebar. "Nggak usah sedih dan galau, nanti aku bantu cariin akhi-akhi pejuang subuh buat kamu."

Zayna tertawa kecil menanggapinya. "Sebelum nyariin buat aku, mending nyari buat diri sendiri dulu nggak, sih?"

Keduanya larut dalam tawa, seakan ingin menunjukkan pada dunia kalau mereka dalam kondisi baik-baik saja. Walau nyatanya, dunia memang tidak seramah itu pada setiap penghuninya.

🍁BERSAMBUNG🍁

Padalarang, 14 Januari 2025

Ketemu lagi sama Cakra dan Zayna. Mereka tuh definisi temen yang saling mendukung satu sama lain. Tapi serius nanya, emang boleh sehangat dan sedekat itu ya? 😅😆

Mau dilanjuttt???

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro