Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

15. Hari Berkesan

Setelah lewat lima menit dari jadwal, ruangan itu masih sepi. Udara terasa menebal setelah dosen pembimbing dan dosen penguji memasuki ruangan. Bella berdiri sambil menghitung jumlah peserta seminarnya. Hitungannya berhenti pada angka delapan. Ia butuh setidaknya dua belas orang lagi untuk bisa memulai seminar.

Menit demi menit berlalu. Satu per satu mahasiswa yang entah datangnya dari mana, mulai memasuki ruangan itu. Diam-diam gadis berambut terikat itu menunduk dan membuka ponselnya. Ketika melihat grupnya dengan dosen pembimbing utama, Bella tersenyum.
Ternyata, Pak Sopar mengirimkan pesan pada anggota grup yang berisi mahasiswa bimbingan dan mahasiswa perwalian. Ia menatap Pak Sopar yang tengah sibuk menyapa mahasiswa yang baru tiba, dalam hati ia menyerukan terima kasih.

Bella kembali menghitung jumlah peserta seminarnya, ia mulai panik ketika dosen pengujinya kelihatan gelisah. Kurang dua orang lagi. Bella membuka ponselnya dan berniat mengirim pesan pada Alka dan Zian, tetapi belum sempat ia mengetikkan pesan, keduanya sudah mucul di pintu masuk.

"Selamat siang, maaf kami terlambat." Alka berbicara sambil menunduk beberapa kali.

Kedatangan partner in crime itu membuat suasana menjadi senyap. Semua mata tertuju pada keduanya, bahkan tiga dosen yang ada di hadapan Bella juga turut menoleh. Bella hampir melonjak ketika mendapati kedua orang itu tersenyum dan melenggang masuk untuk duduk di barisan paling depan.

Dasar tukang cari perhatian. Bella bersuara dalam hati. Ia tidak habis pikir pada Alka dan Zian yang datang tanpa undangan. Untuk Alka, Bella merasa berterima kasih karena laki-laki berkacamata itu datang dengan pakaian layak dan bersikap sopan ketika orang-orang menatapnya.

Berbeda dengan Alka, Zian malah muncul dengan pakaian terburuknya. Laki-laki berambut cepak itu datang dengan celana sobek-sobek dan kaus hitam butut yang warnanya sudah luntur parah. Untungnya ia mengenakan kemeja merah kotak-kotak untuk melapisinya. Ah, kemeja itu. Bella langsung tersenyum ketika sadar kalau itu adalah kemeja yang pernah dipinjamkan Zian.

"Saya rasa, sudah bisa dimulai seminarnya." Dosen penguji yang sedari tadi gelisah, berbicara sambil tersenyum.

Bella melaksanakan seminarnya dengan baik. Ia juga mampu menjawab hampir semua pertanyaan yang diberikan oleh dosennya. Pertanyaan dari peserta seminar juga bisa dijawab dengan baik. Begitu menutup seminarnya, Bella berniat langsung menghampiri Alka dan Zian. Namun, belum juga ia melangkah, Pak Sopar sudah memanggilnya.

"Bella, bisa diskusi sebentar?"

"Bisa, Pak." Bella menjawab cepat, tetapi matanya masih tertuju pada dua laki-laki yang kini ia sebut sebagai teman.

Gadis yang mengenakan almamater itu berbicara dengan Pak Sopar cukup lama. Beliau membahas hal-hal yang perlu ditambahkan pada draft skripsi milik Bella. Ketika Bella melihat ke tempat yang tadinya ditempati Zian dan Alka, mereka sudah tidak ada di sana.

"Padahal gue belum berterima kasih." Bella bergumam. "Nanti aja, deh, pas tutorial."

Ruangan itu sudah sepi, hanya meninggalkan Bella dan laptopnya yang masih terbuka. Sebuah sorakan dari luar menarik perhatian Bella. Ia melihat lewat jendela dan mendapati serombongan mahasiswa yang tengah berfoto dengan banyak buket bunga, paper bag dan selempang. Bella tidak cemburu, ia hanya ingin tahu rasanya, punya teman sebanyak itu.

***

Bella tiba di depan rumah Zian sepuluh menit sebelum jadwal tutorial. Ia mengetuk pintu hingga empat kali, tetapi tidak kunjung ada jawaban. Bella memberi jeda sekitar lima menit, kemudian ia kembali mengetuk pintu. Namun, lagi-lagi tidak ada jawaban.

Bella menghela napas panjang. Ia bergeser dan memilih duduk di kursi taman yang tidak jauh dari pintu masuk. Gadis yang masih mengenakan kemeja putih dan rok hitam itu akhirnya melakukan panggilan.

"Halo, gue udah di depan, tapi kayaknya nggak ada orang. Lo di mana?"

"Pintunya nggak dikunci. Masuk aja, gue di ruang belajar." Suara berat Zian menjawab.

Bella bangkit berdiri dan membuka pintu perlahan. Benar saja, pintu tersebut tidak dikunci. "Oke. Gue masuk, ya."

"Langsung aja ke ruang belajar."

Bella berdecak. "Iya, ini udah jalan."

Gadis bermata besar itu sempat mengamati sekeliling. Biasanya, Alka akan selalu ada di jangkauan matanya ketika ia menghadiri tutorial. Namun, kini laki-laki berkacamata itu tidak terlihat.

Bella meraih knop pintu ruang belajar dan membukanya. Ia sempat ragu karena begitu membuka pintu, yang ia dapati hanya gelap. Untuk sejenak, rasanya Bella ingin menutup pintu itu kembali, tetapi ia penasaran, mengapa ruangan yang punya jendela besar malah terlihat gelap, padahal masih sore hari?

Pintu tersebut dibuka hingga batas maksimumnya. Bella masih menyipitkan mata untuk menyesuaikan diri dengan gelap ketika satu letusan konfeti membuatnya terkejut. Letusan itu disusul dengan lampu yang menyala. Ia disambut dengan kertas warna-warni ucapan selamat seminar yang ditempel di horden yang menutupi jendela besar. Beberapa balon warna-warni juga turut meramaikan horden yang kelihatannya sengaja ditutup.

Zian tegah memegang sebuah kue potong yang biasa dikonsumsi satu orang dengan satu lilin di atasnya. "Selamat untuk seminarnya dan selamat ulang tahun."

Kalimat Zian ditutup dengan tiupan terompet dari Alka yang berdiri di dekat saklar lampu.

"Emang gue ulang tahun?"

Zian dan Alka bertukar pandang. Mereka bisa malu setengah mati jika memberi kejutan pada hari  yang salah.

"Lo ulang tahun tanggal berapa?" Alka bertanya sambil melangkah mendekat.

"19 April."

Laki-laki berkacamata itu tertawa. "Ini tanggal berapa?"

Bella buru-buru membuka ponselnya untuk melihat kalender. Benar. Hari ini 19 April.

"Selamat ulang tahun." Alka dan Zian berseru kompak.

Kekompakan itu dilanjutkan dengan nyanyian lagu selamat ulang tahun. Alka memegang sebuah kotak yang dibungkus kertas kado dan Zian masih memegang kue dengan lilin menyala.

Seumur hidupnya, Bella bahkan tidak pernah berharap mendapatkan hal berharga semacam ini. Ia menatap Alka dan Zian bergantian, lalu semakin lama, matanya memburam karena air mata sudah menggenang di pelupuk matanya.

"Make a wish, dulu." Zian berseru semangat.

Bukannya meniup lilin, Bella malah berbalik. Usianya dua puluh tahun, selama hidupnya, ini kali pertama ulang tahunnya dirayakan. Air mata yang sedari tadi ditahan, akhirnya meluap juga.

Alka dan Zian kembali bertukar tatap ketika melihat bahu Bella mulai bergetar.

"Bel, lilinnya bisa abis kalo nggak lo tiup." Zian berbicara sambil maju beberapa langkah agar lebih dekat dengan Bella.

Gadis berponi itu mengusap wajahnya kasar. Ia berbalik dan menampilkan senyum terbaiknya, meski matanya masih basah. Bella menutup mata. Semoga, di tahun-tahun berikutnya, aku tetap punya kalian di hari ulang tahunku. Bella membuka mata dan meniup lilin.

Mereka memakan kue bersama. Alka yang sangat kreatif, membeli tiga jenis kue berbeda, sesuai dengan kesukaan masing-masing.

"Terima kasih."

Zian menyeringai jail. "Buat apa, nih?"

Bella tersenyum lebar. "Buat dateng ke seminar, buat ucapan selamatnya, sama perayaan keren kayak gini." Bella sempat menjeda kalimatnya dan meneruskan ketika ia sadar kalau dua laki-laki di hadapannya mendengarkan dengan baik. "Sebenarnya, ini perayaan ulang tahun pertama gue."

"Serius?" Zian berseru heboh. "Kenapa?"

Alka hanya bisa menggeleng. Kini ia merasa hanya jadi figuran.

"Bunda gue meninggal waktu melahirkan gue. Katanya, satu kebahagiaan harus dituker sama satu kemalangan, supaya dunia seimbang." Bella memaksakan senyumnya. "Itu yang buat gue nggak pernah ngerayain ulang tahun."

"Sorry." Zian bergumam pelan.

Berniat mengubah topik, Bella jadi ingat sesuatu. "Zi, lo emang suka banget keliatan kayak preman gitu, ya? Gue hampir pingsan pas liat lo dateng pake baju sama celana model gituan."

"Terima kasih untuk pujiannya. Intinya lo nggak jadi pingsan, kan?" Zian menyeringai.

Rasanya Alka ingin kabur saja dari sana. Kalau di sebuah pertunjukan drama, pastilah peran yang dimainkan Alka kini hanya sebagai pohon yang keberadaannya tidak mempengaruhi cerita.


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro