4 | plotter
4 | PLOTTER
Sebetulnya, relationship antara Jenar dan Johnny tuh lebih kayak apa ya... lebih seperti you're-my-bro-but-I-hate-you relationship kali ya. Sebelum dipertemukan di satu departemen, mereka satu sekolah waktu SMA, sama-sama di Xaverius. Terus sama-sama pernah ikut THS—short for Tunggal Hati Seminari, semacam perguruan bela diri kayak Merpati Putih dan biasanya ada di sekolah-sekolah Katolik.
Keduanya mulai nggak akur ketika Johnny berpacaran sama sepupunya Jenar sewaktu mereka di kelas dua. Jenar nggak naksir sama sepupunya. Dari awal, dia memang sudah kontra dengan Johnny, tapi nggak ada hak juga untuk melarang.
Menurut Jenar, Johnny itu bukan fuccboi, tapi dia brengsek dengan caranya sendiri. Makanya, pas anak-anak THS pada ngumpul makan-makan sebelum mereka berpencar buat kuliah di kampus pilihan masing-masing, Jenar dan Johnny saling salty kala tahu mereka diterima di prodi kampus yang sama.
Tapi kalau Johnny bilang Jenar jadi segitunya sama Rei hanya gara-gara Jenar tahu Rei naksir Johnny, jelas cowok itu salah terka.
"Berapa sih emangnya?!" tanya Rei yang super nyolot bikin Jenar harus menahan tawa. Ada rona malu yang menyebar di wajah cewek itu, membuatnya tampak lucu.
"Tiga puluh ribu."
"IYE, BENTAR!!" Rei masih nyolot ketika dia merogoh saku jaketnya, tapi langsung freezing dalam hitungan detik karena yang terpegang sama jarinya hanya selembar duit kumal yang paling nominalnya cuma dua ribuan.
Seolah nggak bisa lebih parah, dompet Rei juga tertinggal di mobil Tigra.
"Mane? Katanya mau bayar?"
"Bentar!" Rei merogoh saku jaketnya yang lain. Kosong. Dia berpindah ke saku celana dan hanya menemukan sekeping koin seribuan. Jadi totalnya, dia hanya punya tiga ribu rupiah.
Jenar kontan ngakak. "HAHAHAHAHAHAHAHA GAYA LO BOLEH SELANGIT, TAPI NYATANYA KAGAK PUNYA DUIT!!!!"
"Heh, gue punya duit yah!!! Dompet gue ketinggalan di mobil Tigra!!" Rei membela diri sampai urat-urat lehernya terbetot.
"Sama aja. Sekarang nggak punya, kan?"
"Nih, tiga ribu dulu! Sisanya nanti!"
Jenar berdecak dengan muka ngeledek. Beberapa orang yang ada di sekitar mreka menoleh. Tapi akhirnya, Jenar mau menerima uang yang diulurkan Rei.
Tangan Jenar baru terulur saat tau-tau, ada yang menyenggol bahunya dari belakang. Keras. Ternyata cowok. Badannya gede banget, jangkung, bikin Rei yang kepalanya hanya segaris bahu Jenar langsung terdorong maju beberapa langkah. Jenar refleks menahan tubuh Rei, meski Rei juga nggak sampai menubruk Jenar bak adegan sinetron.
"Oopss—"
"Eh!" Muka Jenar berubah sengak saat dia bicara dengan cowok yang menabrak Rei. "Kalau jalan, matanya dipake!"
Rei terkesiap seketika tatkala cowok yang ditegur Jenar ikut menoleh dan ekspresi wajahnya... nggak bisa dikatakan ramah.
Mau tahu apa yang lebih seram daripada melihat cewek saling jambak-jambakan? Menyaksikan dua cowok yang tingginya bisa bikin mayoritas cewek berasa jadi liliput saling menatap sengit seperti siap beradu tinju sewaktu-waktu.
Firasat Rei langsung nggak enak pas dia sadar cowok yang menabraknya pakai jaket himpunan warna biru navy. Biru navy itu warna fakultas. Jadi jelas, cowok ini pasti satu fakultas sama mereka dan ibarat kata Game of Thrones, Fakultas Teknik adalah The North yang mana orang-orangnya kebanyakan sekeras cadas.
"Ngomongnya bisa biasa aja nggak?"
"Minta maaf, Bos. Bukannya nyolot. Diajarin nggak sopan sama orang tuh gimana?"
Temannya si cowok yang barusan nabrak Rei ikut mendekat dan ketika Rei melihat tulisan di punggung jaketnya...
Damn, he is from that department, Rei bergumam dalam hati, nyaris panik.
"Jenar, udah!" Rei berusaha nyetop, bukan cuma biar Jenar nggak bonyok macam adegan pempek sebelum direbus, tapi untuk melindungi dirinya sendiri juga. Ini kalau Jenar sampai berantem sama tuh cowok, urusannya bisa runyam.
"Siapa lo mau sok-sok ngomongin sopan santun sama gue?!"
Anak-anak Mesin yang lain kompak merapat. Keringat dingin mengalir di pelipis Rei.
"Ini kenapa ya?" Kun bertanya, berupaya terdengar tenang dan terkontrol.
"Tanya aja ke dia." Jenar masih ngotot. "Nabrak cewek sampai mau jatoh, minta maaf nggak, nyolot iya. Kalau nggak paham aturan, cabut aja sana lo!!"
Setelahnya, Jenar dan cowok itu berantem betulan.
*
Beneran berantem cowok-cowok dewasa. Anak-anak sedepartemen Daniel (yang nabrak Rei) seperti Milad dan Sigit langsung pada berusaha memisahkan Daniel dan Jenar. Anak-anak Mesin yang punya acara juga cepat berkerumun. Cewek-cewek pada memekik heboh, padahal bukan mereka yang kena tonjok. Rei melipir, ngeri. Kalau dia sampai tergencet diantara baku hantamnya Daniel dan Jenar, dia bisa tewas terpenyet.
Pada akhirnya, mereka berhasil dipisahkan dan berhubung Daniel beserta teman-temannya kalah jumlah, mereka pada pergi, terutama setelah Johnny ngomong sama Milad dengan kata-kata yang terkesan mengusir secara halus. Lanang usap-usap pipi, kayaknya sempat kena bogem nyasar. Tapi dia masih mendingan, masih terlihat seperti manusia. Jenar bukan cuma memar, hidungnya sampai berdarah.
"Tolong dong medis, ini ada yang luka!" Kun memangggil panitia acara yang bertugas di bagian medis. Tapi Jenar santai saja. Dia sempat celingukan sebentar, baru berhenti setelah dia menemukan Rei. Cowok itu jalan mendekat.
"Seneng nggak gue belain?"
"Lo membela orang yang nggak minta dan nggak butuh dibela."
"Lo masih punya utang 27 ribu sama gue." Jenar ketawa, terus duduk di samping Rei. Dia nggak peduli sama anak-anak sedepartemennya yang sekarang ngelihatin mereka, termasuk Johnny.
"Gue nggak bilang lo boleh duduk di sebelah gue."
"Gue nggak merasa perlu minta izin." Jenar diam sejenak, memperhatikan tangan Rei yang masih shaking sebelum tiba-tiba, dia genggam pakai kedua tangannya.
"Lo mau ditonjok lagi ya?" Rei bertanya, nadanya tajam.
"Gue begini biar tangan lo nggak shaking lagi, nggak ada maksud lain."
"Dalam hitungan ketiga, kalau nggak lo lepas—"
"Fine." Jenar melepaskan tangan cewek yang ada di sisinya. "Tapi mulai besok, gue rasa lo harus siap-siap."
"Siap-siap apa?"
"Dikira pacar gue."
Lalu Jenar tertawa, memamerkan bukan hanya lesung pipinya, tapi dua matanya yang melengkung seperti bulan sabit kembar.
*
Rei nggak menganggap serius kata-kata Jenar, namun nyatanya, kejadian di Mech-Fest berbuntut panjang kayak sapi betina. Kenapa? Soalnya anak-anak sedepartemennya Daniel pada nggak terima. Terjadilah ketegangan antara departemennya Daniel sama departemennya Jenar. Departemennya Jenar? Dengan semboyan Solidarity Forever mereka yang melegenda itu, apa mungkin mereka tinggal diam? Tentu saja tidak semudah itu, Ciripa.
Nama Rei ada di tengah-tengahnya.
Kurang sinting apa, dalam semalam Rei jadi serasa Helen of Troya yang direbutin para cowok bonafit, padahal mah boro-boro direbutin, tahu Daniel sama Jenar juga sebatas nama doang.
Pusing bener mendadak jadi selebriti. Dimana-mana diomongin. Tapi kalau kata Dhaka mah, pura-pura budek aja. Asal jangan budek beneran.
Benar juga, lagian daripada mikirin Jenar, mending mengerjakan sesuatu yang lebih berfaedah seperti... menjadi kuli dosen.
Iya, Rei masih kuli dosen. Makanya malam ini, hampir jam dua pagi, dia masih nongkrong di plotter buat print tugas ukuran A3. Jangan tanya kenapa jam segitu, orang file CAD-nya saja baru kelar setengah jam lau. Ada tiga lembar yang harus di-print dan sumpah, printernya lebih lelet dari siput pembawa obor olimpiade di salah satu episode Spongebob Squarepants.
Ini waktu nungguin nge-print kayaknya bisa dipakai ngepel Jagorawi sampai sekinclong dan selicin lantai Masjidil Haram.
"Loh, pacar? Kok sendirian aja?"
Rei yang udah terangguk-angguk karena menahan ngantuk langsung melek dan menoleh. Tuhan... rasanya Rei ingin minta dilumpuhkan saja ingatannya kala dia melihat sosok Jenar bersandar di pintu plotter. Mana di plotter masih banyak orang yang nunggu print-print-an mereka selesai pula. Mayoritas sih cowok.
Mendengar suara Jenar, banyak yang menoleh.
Lalu Rei baru sadar kalau diantara cowok-cowok itu, ada Sigit temannya Daniel.
Rei sudah deg-deg-an, takut Sigit sama Jenar adu jotos. Tapi ternyata nggak. Mereka cuma saling menatap, terus Jenar menarik sebuah kursi plastik dan duduk di samping Rei.
"Tuhan... tolong..."
Belum apa-apa, Rei sudah lelah duluan.
"Lo ketemu gue langsung nyebut nama Tuhan, udah kayak ketemu setan aja—weits, boleh juga tuh hasil CAD! Rapi..."
Komentar Jenar bikin Rei langsung meminimize jendela AutoCAD yang masih terbuka. "Ketemu setan lebih gampang, tinggal dibacain ayat kursi, dia pergi."
Saat ngomong, Rei baru sadar ada luka di tulang pipinya Jenar. Agak di samping, jadi nggak tampak dalam sekali lihat.
"Muka lo kenapa?"
"Oh, ini." Senyum Jenar hilang sedikit. "Nggak apa-apa. Kemarin jatuh dari motor."
"Bohong."
"Kok peduli?"
"Nggak sih. Kalaupun lo berantem lagi juga kan bukan urusan gue."
Jenar berdecak. "Jadi gimana rasanya?"
"Rasa apaan?"
"Rasanya dikira jadi pacar Jenardi yang anak Mesin, ganteng dan Aquarius itu? Seru nggak?"
"Seru banget." Rei jawab sarkas.
Jenar malah tersenyum. "Bagus. Kalau seru, mau coba free trialnya juga boleh loh."
to be continued.
***
a/n:
lagi pengen aja.
***
August 24th 2020 | 2.00
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro