24 | foto syur
Demikianlah sekelumit cerita kenapa Rei bisa berakhir kebangun di apartemennya Jenar. Memang benar apa yang pernah Tigra bilang. Rei tuh bisa ngaco banget kalau sudah mabuk. Ini juga yang jadi alasan kenapa sebisa mungkin, Rei nggak minum melebihi batas toleransi alkoholnya. Tapi semalam tuh nggak tahu kenapa ya, mungkin gara-gara Rei emosi perkara Jenar nolak ditemenin dia ke dokter, tapi malah nongol sama cewek lain—yang kalau Rei boleh jujur, jauh lebih cakep dari dia kemana-mana.
Rei pusing banget, langsung nutupin mukanya pakai kedua tangan sementara Jenar mulai ngakak lagi.
"Oke, itu nggak berarti apa-apa. Itu cuma ciuman."
"Nggak." Jenar berhenti ketawa, langsung memotong.
"Hah?" Rei mengintip dari sela jari=jarinya.
"Buat gue, itu bukan cuma sebatas ciuman."
"..."
"Lebih dari itu."
"... was it..." Rei berpikir dan Jenar menunggu dengan muka penuh harap. Siapa tau, Rei akhirnya peka dan ngerti kalau yang Jenar mau dari dia bukan cuma ciuman-ciuman biasa... not just having sex... something more than that, like having her in his life... permanently. Berharap kalau Rei nggak lagi denial.
"Yes?"
"... was it... our kiss... was it... a French one?"
Jenar mau marah. "PERASAAN GUE SEBERCANDA ITU BUAT LO YAH?!"
"Halah, perasaan tai kucing. Lo juga ke dokter sama si bohay—NGAPAIN LO MANGAP?! MAU BANTAH?! ITU FAKTA YAH!!"
"Siapa yang mau bantah?! Gue mau bilang kalau lo juga nggak kalah bohay dari si Celia!"
"Mana lo tau, lihat aja belom!"
"Pernah ngeraba. Dikit."
"Anjing ya lo, Jenardi!"
"MAKANYA KASIH GUE WAKTU BUAT NGOMONG YANG BENER!"
Heran, dua-duanya ngomongnya pakai urat.
"Lo mah bukan mau ngomong, tapi mau ngajak ribut!"
"Yaudah, ayo ribbut!"
"Sarapan dulu bisa nggak sebelum ribut?" Rei nawar dan asli, sekarang gantian Jenar yang capek banget sama kelakuan nih cewek. "Gue laper."
Jenar bete berat, tapi tetap pergi beli makanan buat Rei. Kalau delivery bakal kelamaan, jadi cowok itu keluar bentar, terus balik lagi bawa nasi uduk. Sebungkus buat dia, sebungkus lainnya buat Rei. Rei lagi duduk di sofa sambil memeluk selimutnya dan nonton tv waktu Jenar pulang.
"Ngapain lo, udah kaya burrito gitu?"
"Dingin."
"Ini temperatur wajar." Jenar berkata usai mengecek suhu air conditioner ruang tengah apartemennya. Jenar ini anaknya memang gampang banget kepanasan. Kalau kata teman-temannya sedepartemen sih, badannya dia memang mengandung banyak panas tubuh. Jadi kalau ada acara sejenis makrab di tempat dingin-dingin, biasanya pada nempel megangin punggung sama lengannya Jenar.
"Gue nggak kuat dingin."
"Pantesan tangan lo sering dingin."
Rei mengangguk. "Makanya."
"Tangan gue anget."
"Terus?"
"Pernah dengar thermodynamic equilibrium?"
"Gue belajar termodinamika, tapi kayaknya ngga se-detail itu."
"Nanti gue jelasin." Jenar nyengir, sibuk menempatkan nasi uduk ke piring sementara Rei cek hp. Kayaknya, anak-anak Sadewo lainnya juga berakhir fucked up, nggak jauh beda kayak dia. Berhubung sudah pada nongol semua di grup, Rei cukup lega. At least, mereka semua aman.
Jenar mendekati Rei lagi dengan beberapa piring di atas nampan.
"Wow, berasa tuan putri banget gue." Rei menyindir.
"Diem." Jenar sewot, menyuruh Rei duduk lesehan di atas karpet, menghadapi meja berkaki rendah di depan sofa.
Rei makan satu suap nasi uduknya, terus langsung tepuk tangan karena nasi uduknya enak banget. "Ya ampun, enak banget... rasanya sampai mau nangis..."
Jenar memperhatikan Rei yang mengunyah, tatapan matanya susah Rei definisikan.
"Kenapa? Lo masih dendam?!"
"Mau minta maaf." Jenar jawab sehabis menelan makanan di mulutnya.
"Buat apa?"
"Karena udah ke dokter sama Celia. Sumpah, gue nggak niat. Nggak sengaja ketemu dia. Soal gue menolak dianter lo itu..." Jenar menghela napas. "Gue tau dari Yua lo lagi banyak deadline. Kalau lo nganterin gue, nantinya lo kekurangan waktu buat ngerjain tugas lo. Ujung-ujungnya malah begadang. Gue nggak mau."
Rei berhenti mengunyah, nasinya serasa tiba-tiba jadi sekeras batu.
Jenar... sepeduli itu sama dia?
"Tapi lo tetap jahat sih soal semalam."
Rei berdeham, meraih gelas air putih dan meneguk isinya buat melegakan tenggorokan. "Cuma ciuman. Ada berapa banyak cewek yang udah lo cium?"
"Beda."
"Beda apanya?"
"Serius lo nggak inget apa-apa lagi soal semalam?"
"Ciuman. Udah, kan?"
"Lo bilang sesuatu. Banyak sesuatu..."
Rei terbatuk. "GUE BILANG APA?!"
Jenar memperhatikan makanan di piringnya, terus dia menarik seringai. "Gue kasih cluenya aja ya?"
"Apa?"
"Lo nyuruh gue buka baju."
"Hah?!"
"Dan lo juga sempat mau buka baju."
"HAH?!!!"
Memang paling benar kalau mabuk, Rei tuh ditemeninnya sama Tigra atau sama Dhaka saja, jangan sama Jenar. Jadi kacau begini kan urusannya. Tapi apa daya, nasi sudah menjadi bubur.
"Oke, tolong..." Rei menelan ludah. "... tolong jangan diinget lagi."
"Kepala ya kepala gue. Suka-suka gue." Jenar songong, lantas mulai mencuri orek tempe dari piringnya Rei.
"JENAR, IH, OREK TEMPE GUE!"
"Yang beli kan gue!"
"LO PUNYA SENDIRI!"
"Udah abis." Jenar cemberut. "Tapi serius, gue nggak akan pernah lupa yang semalam."
"I was drunk, stupid."
And you cried, Jenar berpikir dalam hati. You cried in your sleep.
"They said drunk words are sober thoughts."
"Nggak dong!" Rei ngeles. "Gue kan pernah bilang ke lo, gue bisa sangat malu-maluin kalau lagi drunk. Semalem itu nggak mesti sama lo, kalau itu Tigra atau Dhaka, gue juga bakal sama aja."
"Soal Tigra, gue ngerti. Dia mantan lo. Tapi Dhaka?"
"Dia temen gue."
"Temen apa demen?"
"Demen juga nggak akan berakhir bagus. Gue sama dia sama-sama keras kepala." Rei berdecak. "Gue nggak akan memulai sebuah cerita yang gue tau nggak punya kesempatan dapat akhir yang bahagia."
"So, pernah suka sama Dhaka?"
"Gue kenal dia dua belas tahun. Nggak mungkin nggak."
"Apa gue juga perlu kenal lo dua belas tahun biar lo suka sama gue?"
"Coba aja. Tapi lo cuma akan buang-buang waktu."
"Nggak ada yang namanya buang-buang waktu, kalau orangnya lo."
"Cheesy."
Jenar terkekeh. "Kalau sama gue gimana? Ada kemungkinan happy ending?"
"We will have the worst ending ever. So nope, thankyou, next."
"I can be your next."
"Nggak. Makasih."
"Lo bukan cenayang. Mana lo tau kalau belum dicoba?"
"Kelihatannya."
"Gue bisa buktiin kalau lo salah."
"Gue nggak ingin lo membuktikan apa pun."
"Oke, gue nggak akan membuktikan apa pun." Jenar memandang Rei lagi, lalu sorot matanya melembut. "Gue hanya mau coba bikin lo sadar akan sesuatu."
"Apa?"
"Pada akhirnya, nggak seperti yang lain, gue nggak akan pernah pergi."
*
Rossa pusing banget dengar jawaban Jaka.
Dia duduk di tepi kasur, wajah menempel ke kedua telapak tangan. Jaka melihatnya, berantakan tapi ganteng. Kentara sekali, cowok itu merasa bersalah.
"Ros—"
"Gue nggak mau ngomong sama lo!" Rossa bereaksi, terus sejenak kemudian, hp-nya berbunyi. Cewek itu mencari-cari, dan ternyata hp-nya berada di bawah salah satu bantalnya Jaka. Ada banyak banget missed calls dan chat. Paling banyak dari Wirya. Sekarang pun, yang lagi meneleponnya itu Wirya. Rossa berpikir keras, namun kemudian, dia memutuskan mengangkat telepon itu. Saking nervousnya, Rossa sampai gigit jari.
"Wir—"
"ROSEANNE TAN, WHERE THE HELL ARE YOU?!"
Rossa kaget banget, soalnya belum pernah sekalipun dia dengar Wirya ngomong pakai urat sampai segitunya.
"Gue... gue... aku..." Rossa kebingungan sebentar. "Aku di tempatnya Lisa."
Bohong, tapi masa Rossa mau bilang kalau dia lagi di atas kasurnya Jaka dan semalem, mereka habis ngapa-ngapain?
Suara Wirya melunak. "Lo... baik-baik aja?"
"Iya."
Wirya menarik napas lega di seberang sana. "Oke. Glad to hear. Semalam lo tiba-tiba ngilang, gue nggak lihat lo dimana-mana sehabis gue dari toilet."
"I was terribly drunk. Maaf, Wirya."
"Nggak apa-apa, yang penting sekarang lo baik-baik aja. Mau gue jemput?"
"Nggak usah."
"Oke, nanti rada sorean gue ke ke kos lo ya?"
"... oke."
Terus teleponnya ditutup dan Rossa sontak menoleh cepat ke Jaka yang sedari tadi mendengarkan. "Nggak ada yang boleh tau soal ini. Terutama Wirya. Ngerti?"
*
Rei sudah bilang ke Jenar untuk nggak usah mengantarnya pulang, tapi namanya juga Jenar, cowok itu adalah suhu dalam urusan perngototan.
Ciwi-ciwi Sadewo sampai di depan pagar dalam waktu yang bersamaan. Semuanya sendirian, yang diantar hanya Rei. Yumna nggak tahu habis dari mana, tapi berhubung dia pakai kaos kegedean yang jelas-jelas suka dipakai Yuta buat main futsal, sepertinya nggak ada penjelasan yang dibutuhkan. Rossa masih jadi yang paling rapi dengan penampilan paling seperti incess. Sakura kayak habis nangis seember, pucat banget mukanya. Jinny jalannya masih miring. Namanya juga mantan anak pesantren baru mencicipi jalan setan. Jella... ekspresi wajahnya sukar ditebak. Harsya belum balik, nggak tahu, mungkin masih ditahan Jackson untuk asik-asik.
"Sulit dipercaya akan datang hari di mana gue salut sama seorang Jenardi Genta Suralaya." Yumna menyindir. "tapi edan ya, dari semua cowok, lo doang yang nganterin ni anak satu."
"DIA MAKSA." Rei menyergah.
"Even better dong." Jella membalas. "So... how was his?"
"Gue kira lo udah pernah nyicip." Seperti biasa, Yumna tiada berakhlak.
"Bibir doang gue mah, nggak nyampe bawah."
Muka Rei sudah betulan merah. "Kalian semua gila. Gue sama dia—" Jenar buru-buru membekap mulut Rei pakai telapak tangan, terus tebar senyum berlesung pipi.
"Rahasia perusahaan."
"Najeeeeeeesssssssss!!!" Jella menyambar, sedangkan yang lain membisu.
Jenar mengabaikan Jella, malah menatap Rei. "Makasih buat yang semalam ya."
"Lo mau apa? Tampar apa tabok?"
"Cium. Hehehe."
Ciwi-ciwi lainnya langsung pada curiga. Nih dua orang beneran ngapa-ngapain nih kayaknya. Gitu pada mikirnya. Padahal mah ya, kagak. Jenarnya saja yang banyak gaya.
Nggak berapa lama, Jenar pamit dan para cewek masuk ke kos. Mereka ke kamar masing-masing, sibuk mandi dan segala macam. Rei lagi sisiran ketika kedengaran suara sendok memukul mangkok seperti mamang-mamang bakso, disusul teriakan Yumna.
"ANGEELLLSSSSSSS, ASSEMBLY!!"
Pada ngumpul dengan muka-muka lebih segar, namanya juga habis mandi.
"Mau apa nih? Gue ngantuk." Jella bete.
"Tentu saja selaku tetua Sadewo, gue perlu update soal apa yang terjadi semalem. Lo, lo, lo, semalam di mana dan bersiapa siapa?!"
"Guenya nggak ditanya?" Rei menyela.
"Udah jelas lo nananina sama Jenar."
"GUE NGGAK—"
"Nggak apa-apa, Regina. Itu manusiawi."
"Gue nggak suka sama Jenar!"
"Gue kan bilangnya lo nananina, bukan suka."
"Yum—"
"Dah, die. Lo, lo, lo, semalam sama siapa dan ngapain aja?!"
"Tempat Seno. Nggak sengaja ketemu." Jinny jawab.
"Ngapain aja?"
"Nggak ngapa-ngapain, Teh. Si Seno kan masih cemen. Jam terbangnya belum tinggi."
"Oiya." Mata Yumna berpindah ke Sakura. "Lo?"
"Sama Kak Alfa."
Seketika, ekspresi wajah anak-anak Sadewo langsung berubah.
"Sakura, lo tau kan kalau si Alfa udah mau nikah dan Rei yang ngurusin nikahannya dia?"
"Tau."
"Terus lo ngapain sama tunangan orang?"
"Kan belum nikah, Kak. Lagian, mereka dijodohin."
"Kalau orang lain tau..."
"Gue nggak peduli." Sakura menukas, bikin semuanya terkejut sekaligus terbungkam.
"Well..." Jella mengawali hati-hati. "I think we don't really have a say on that."
Rei setuju, makanya dia lanjut menanyai Jella. "Lo sama siapa?"
Jella melirik Rossa, terus menyahut. "Siapapun, yang jelas bukan Milan."
"La, it's okay if—"
"Biar semuanya jelas aja. Gue sama Milan nggak ada apa-apa." Jella memotong sebelum Rossa selesai bicara.
"Lo sendiri?" Yumna bertanya ke Rossa.
Rossa ragu sebentar, tapi dari awal, dia paham bagaimana penghuni lantai dua kosan Sadewo selalu supportive satu sama lain dan rahasia yang saling mereka bagi masih aman-aman saja sampai sekarang. Sepertinya, Rossa bisa percaya sama teman-temannya di sini. Lagian, dia nggak akan lega kalau dia memendam ini semua sendirian.
"Pagi ini... gue kebangun di tempatnya Jaka."
"WHAT?!" Jella tersedak. "Did you two—"
Rossa pening. "Unfortunately, yes. And he didn't use gloves."
"Anjir—"
"Plis." Rossa memohon. "Jangan sampai ada yang tau. Terutama... Wirya."
"Kenapa Wirya?" Yumna bertanya, penuh selidik.
Rossa mengigit bibir. "Jangan bilang gue gila karena jawaban gue ya?"
"Dari dulu teteh bukannya udah gila?" Jinny berkata.
"Tuh, bener apa kata Jinny."
"Gue... kayaknya... gue suka sama Wirya..."
*
Jujur saja, Wirya bukan tipe anak yang suka nongkrong kayak Tigra, apalagi suka nenggak amer kayak Milan. Wirya menghabiskan me-timenya dengan menyendiri, baca buku, ngopi. Nggak heran, dia juga terkenal sangat pintar di kampus. Orang tuanya lebih menginginkan dia masuk kedokteran atau bisnis, tapi namanya juga Wirya. Nggak jauh beda seperti Jenar, dia bilang dia berhak memilih jalannya sendiri.
Tetapi saat malam ulang tahun Yumna, Wirya datang bukan hanya karena Yumna mengundangnya, namun juga karena cowok itu tau Rossa akan berada di sana.
Sewaktu satu-persatu personel sudah pada wasted, tinggal Wirya yang masih sadar dan menemani Rossa yang matanya telah lima watt alias hanya sesaat menuju terlelap.
"Ros, udah." Wirya akhirnya memegang pergelangan tangan Rossa ketika dilihatnya cewek itu bermaksud mengisi gelasnya lagi.
"Hm?"
"Jangan minum lagi."
Rossa terkekeh. "Oke." Dan tak lama, dia bicara lagi. "Wirya,"
"Iya?"
"Are you always this hot?"
"I see. You're drunk." Wirya tersenyum sedikit, paham kalau Rossa sedang meracau.
"Nggak, nggak, nggak." Rossa membantah sambil cegukan sekalian menggelengkan kepalanya beberapa kali. "Kenapa ya... gue sempet sukanya sama Milan yang brengsek itu. Kenapa nggak dari dulu... sama lo aja?"
Sempat... katanya...
Kenapa nggak dari dulu... tambahnya...
Wirya berdeham, merasakan wajahnya memanas, seperti ada yang membakarnya dari dalam. Gara-gara itu juga, dia pamit meninggalkan Rossa untuk pergi ke toilet sebentar. Sayangnya, setelah dia kembali, Rossa sudah tidak terlihat di mana-mana.
Sepanjang malam, Wirya khawatir. Dia berusaha menghubungi Rossa ratusan kali, tanpa henti. Melalui telepon, chat. Nggak ada respon berarti. Hampir saja Wirya berlaku sinting dengan mendatangi kantor polisi, tapi Milan bilang, itu nggak guna. Polisi biasanya nggak akan memproses laporan kehilangan dari orang yang belum memberi kabar melebih batas waktu 2 x 24 jam.
Pagi menjelang siang, Wirya yang cuma kebagian tidur sejam akibat memikirkan Rossa semalaman masuk ke toilet. Baru bisa lega setelah dengar kabar kalau Rossa baik-baik saja. Cowok itu duduk di atas kloset untuk menuntaskan setoran alam sambil menguap. Ngantuk banget.
Terus-terang, Wirya juga nggak tau kenapa, tapi seumur hidup, dia belum pernah secemas itu memikirkan orang yang bukan siapa-siapa.
Lagi asyik-asyik duduk, tiba-tiba terdengar suara shower dinyalakan. Wirya kaget, refleks menoleh dan betulan, ada orang lagi telenji dalam kubikel showernya. Terus nggak berapa lama, suara airnya berhenti karena kerannya ditutup. Pintu kaca kubikel shower tergeser dan muncullah wajah Yuta yang rambutnya basah.
"YA TUHAN, KAGET!!!" Wirya berseru, terkejut.
"Hehehe." Yuta nyengir. "Wir, ambilin anduk gue dong. Noh, di sono noh!"
"Lo ngapain mandi di kamar mandi gue?!"
"Kamar mandi gue nggak ada air panasnya."
"MAKANYA GUE BILANG JUGA, DIBENERIN!!"
"Lupa."
"Yaudah! Lo lihat sono dulu!!" Wirya mengomel, buru-buru membersihkan diri terus pakai celana, baru ambilin Yuta handuk.
"Tapi kayaknya mood lo udah membaik ya. Udah ada kabar dari Rossa?"
"Udah."
"Pantesan nggak panik lagi."
"Iye." Wirya mencuci tangannya, dilanjut meraih sikat gigi.
"Lo ada hubungan apa sih sama Rossa?"
"Nggak ada hubungan apa-apa."
"Terus lo naksir dia apa nggak?"
"... mungkin."
"Kemungkinan besar apa kemungkinan kecil?"
"Kemungkinan besar."
*
thetigrainside
Liked by johnnyseo, milanzuzuzu and 82 others.
throwback kota lama.
captured by sweet @regina_ar
view comments
ujuyuju ga ada yang lebih scandalous fotonya?
jellajelly yah, kirain foto bugil
milanzuzuzu kota lama mana nih?
↪️ thetigrainside semarang
↪️ ujuyuju @thetigrainsize @milanzuzuzu jauh amat mainnya ni bedua
jellajelly hm, sedekat ini
dhakartacity cari gara-gara @thetigrainside
thetigrainside gue sama rei kan soulmate for life @ujuyuju
jenardigs halah basi
↪️ thetigrainside cemburunya nyante aja dong
Jenar nggak menjawab komentar Tigra, tapi langsung dm Rei. Biasalah, tukang ngadu.
jenardigs: tigra update foto. mention lo.
regina_ar: iya, udah liat.
jenardigs: kok sante sih?! katanya gamau ada yang tau kalo lo mantanan sama tigra?!
regina_ar: biarin, foto gituan mah harmless.
regina_ar: gue punya foto dia yang lebih scandalous
jenardigs: bohong.
regina_ar:
regina_ar: nyoh
jenardigs: 🥺🥺🥺🥺🥺🥺🥺🥺
jenardigs: don't tell me dia gapake baju?
regina_ar: gapake celana jg sih kayanya
jenardigs: gue serius
regina_ar: lemesin.
jenardigs: 😡😡😡😡😡😡😡😡😡
regina_ar: apaan dah?!
jenardigs: gue juga mau foto gue yang ga pake baju ada di galeri lo.
to be continued.
***
a/n:
cailahhhhh akhirnya dilanjut lagi.
as usual, minggu-minggu kemarin dan minggu ini sedang ada deadline.
hm, kita akan mulai pergonjang-ganjingan dari rossa wirya dulu yha. nanti rei-jenar nyusul juga kok tenang aja wkwkwkwkwkw
soal dhaka dan tigra.... gatau deh.
masih banyak kemungkinan, belum tentu endgamenya jenar yang menang.
ya kan siapa tau yang menang..............................................
wkwkwkw oke deh, semoga besok bisa double update finding mommy sama gotg.
ciaooo.
***
November 10th 2020 | 18.25
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro