12 | basah
warning: ada yang basah-basah 💦
***
Akhirnya, Jella malah setuju jalan sama Milan.
Bukan karena dia mau bermain api atau sengaja bersikap gitu gara-gara tahu Rossa suka sama Milan, tapi ya kalau disuruh memilih antara jalan sama Milan atau Wirya, nggak tahu kenapa Jella lebih sreg sama Milan. Mungkin karena mereka sama-sama Aries? Iya, Jella paham kalau zodiak itu nggak akurat, tapi ngerti nggak sih, kadang zodiak tuh bisa berasa pas saja.
Jella pernah beberapa kali ngobrol sama Milan, pernah juga diantar pulang karena dia suka main ke tempatnya Dhaka sama Tigra. Nggak ada perasaan yang menggebu-gebu seperti gimana Rossa ke Milan, tapi kalau Milan andai kata punya perasaan buat dia, Jella rasa dia nggak akan menolak.
Milan ganteng, baik, lucu, memang suka cablak dan tingkah lakunya kerap dipertanyakan, tapi nakalnya dia tuh masih nakal cowok yang bisa Jella tolerir, nggak kayak nakalnya Jenar yang bikin darah tinggi.
Jella nggak bilang sama anak-anak lantai dua kos Sadewo, bahkan ke Yumna yang mana, Jella hampir nggak pernah menyimpan rahasia darinya.
Mereka nongkrong di salah satu kafe yang cukup jauh dari kampus. Sengaja sih, biar nggak ketemu sama orang-orang yang mungkin mereka kenal. Ini lebih ke maunya Jella. Milan bilang dia memang sudah bubaran sama Juwita, pacarnya yang anak Accounting itu, tapi kalau Jella saja nggak tahu, besar kemungkinan anak-anak kampus lainnya juga nggak tahu.
Jella nggak mau dituduh jadi pepacor—alias perebut pacar orang.
"Gue baru tau kalau lo dinamain Milan karena lo lahir di Italia." Jella berujar sehabis dia menelan makanan di mulutnya, bikin Milan terkekeh.
"Iya, malah orang-orang ngiranya, karena bokap gue nge-fans sama AC Milan."
"Tapi emang beneran nge-fans?"
"Bisa dibilang gitu, sih. Untung aja, pas adek gue lahir, bokap nggak error dan namain dia Madrid."
"Nggak apa-apa. Unik."
"Kagak, kayak nggak tahu aja gimana generasi kita pas SD. Jangankan nama kita, nama orang tua aja udah kagak ada harga dirinya dan dijadiin bahan ledekan."
Jella nyengir, lalu dia beranjak tiba-tiba, bikin salah satu alis Milan terangkat. "Gue mau ke toilet dulu. Bentar aja."
"Perlu dianter?"
"Next time, kalau kita ke tempat yang kamar mandinya gede, bolehlah." Jella menukas, shameless.
"Kalau mau gede mah kamar mandi hotel, La."
"Soal itu, bisa kita bicarakan baik-baik nanti."
Milan malah menarik seringai, yang Jella abaikan seiring dengan langkahnya yang terteruskan menuju toilet.
Saat Jella ke toilet, Milan iseng saja ngecek Instagram, terus dia nggak sengaja lihat ada update igstory dari Jella. Foto tangannya sama tangan Milan di atas meja. Namun Jella nggak mention username Milan maupun menambahkan caption.
Makanya waktu Jella balik, Milan langsung bertanya. "Kok nggak mention gue sih?"
"Mention apaan?"
"Itu, update igstory lo."
"Oh, lupa." Jella jawab sekenanya, berusaha kelihatan santai padahal dalam hati cukup deg-deg-an. Apalagi pas dia cek, ternyata updatenya sudah dilihat anak-anak kosan Sadewo, termasuk Rossa.
Mana mungkin dia mention Milan? Bisa-bisa neraka jebol. Jella bakal kena serbu nggak cuma oleh Rossa dan Wirya, tapi juga dari Yumna. Bisa jadi, Rei dan Harsya juga bakal berada di pihak Rossa.
Memang, jalan sama Milan nih penuh resiko kayak bersenggama tanpa kontrasepsi, tapi ya mau gimana lagi? Jella adalah orang yang sangat suka tantangan.
"Eh, gue juga belum update—"
"Nggak usah update, Lan."
"Hah? Kalau ini tentang Juwi, tenang aja, gue sama dia udah clear for all and for good, kok. Sekalian biar orang-orang tahu juga kan kalau gue udah nggak apa-apa banget jalan sama lo."
"Jangan, deh."
"Kenapa?" Milan betulan heran.
"Guenya nggak siap. Lagian, emangnya nggak bisa ya kita tetap lowkey kayak gini-gini aja?"
Milan terperangah, tapi sesuatu dalam sorot mata Jella tampak begitu memohon, hingga akhirnya dia hanya mampu menganggukkan kepala sambil meletakkan lagi hp-nya ke atas meja.
*
"Lo bilang apa sampe Jenar jadi nggak waras gitu?!" Tigra memberondong Rei, masih via telepon.
"Gue suruh dia jadi mermaid kalau mau gue maafin." Rei memijat batang hidungnya, kepalanya tiba-tiba diserang pening. "TAPI YA NGGAK LITERALLY JUGA!!! IT WAS SARCASM DUH!!!"
"Lo sebagai Aquarius harusnya paham dong kalau dia tuh Aquarius juga."
"EMANGNYA KENAPA?!" Rei jadi sensi, kenapa juga Tigra nyama-nyamain dia sama Jenar yang gila.
"Aquarius kan otaknya cuma setengah, kebalik pula."
"Wah, brengsek lo, Pisces!!"
"Lo lebih brengsek." Tigra membuang napas. "Sana samperin Jenar!"
"Moh. Males amat."
"Anak-anak Mesin pada ngumpul di tempatnya dia, lho. Tau sendiri, mereka tuh solidarity forever banget."
"Yaudah, angkat aja tuh orang. Buat apa badan pada gede-gede kayak kingkong kalau ngangkat Jenardi aja nggak bisa!"
"Dibilang udah diangkat, tapi dianya nyebur lagi!!"
YA TUHANNNNNNN...
KENAPA SIHHHH????!!!!
"Lo mau temen-temen Jenar pada ngejemput lo ke Sadewo?"
"Yakali, kayak geng motor konvoi aja!!" Rei ngeri sendiri membayangkan jika itu benar-benar terjadi.
"Serius, ini! Mereka nungguin kabar dari gue. Lagian lo bayangin, jam segini mabok, di kolam renang, mau jadi apa si Jenar?!"
"Mau jadi mermaid kan, dia sendiri yang bilang."
"REGINA!!!"
Rei paling malas kalau Tigra sudah meninggikan suaranya seperti itu. Lagipula, sejak kapan sih Tigra peduli pada Jenar?
"Jemput gue, nggak pake lama." Akhirnya, Rei yang mengalah.
*
Satu kesimpulan Rei ketika dia tiba di tempatnya Jenar; ini cowok jelas anak orang tajir melintir tekiwir-kiwir.
Dia tinggal di apartemen mewah, dengan bangunan-bangunan tinggi menjulang, parkir basement yang luas serta sistem pengamanan berlapis dengan kunci pintu berupa PIN yang dilengkapi sensor sidik jari. Area kolam renangnya berada di lantai tujuh, dilengkapi dengan hot tub, jacuzzi dan fasilitas sauna.
Tapi harusnya ketebak sih, soalnya sesimpel-simpelnya baju Jenar, kebanyakan branded semua. Waktu menemani Rei makan malam di tempatnya Mas Agus tempo hari pun, boleh saja Jenar hanya pakai sandal jepit, tapi mereknya? Gucci. Motornya juga bukan motor matic basic yang bisa dibeli dengan harga di bawah dua puluh juta.
Loh, kenapa Rei jadi terdengar seperti wanita matre?!
Normalnya, anak kayak Jenar tuh bakal kuliah hukum, kedokteran atau bisnis sekalian—tapi out of all options yang mungkin dia punya, dia memilih masuk teknik, ke departemen Mesin pula.
Rei menuju area kolam renang ditemani oleh Dhaka dan Tigra, karena mereka datang kesana mengendarai mobil Tigra. Asli, Rei sempat takut banget lihat cowok-cowok jangkung berjaket gelap pada berkumpul di tepi olam renang. Mana jaketnya seragaman pula, berasa lihat anak STM lagi menghimpoun pasukan dan siap tawuran. Untungnya, dari sekian banyak wajah-wajah sangar, tak lama kemudian Rei menemukan Lanang. Dia nyengir lebar, bikin Rei merasa agak tenang.
Rei betulan nggak bisa membayangkan kalau cowok-cowok ini pawai menuju kosan Sadewo untuk menjemputnya.
"Akhirnya, yang ditunggu datang juga."
"Kenapa sih?"
"Tuh." Lanang menunjuk ke kolam renang pakai dagu. Rei mengikuti arah yang dia tuding, mendapati Jenar yang sedang nyelup dalam kolam. Dia pakai kaos putih dan celana pendek hitam. Tapi apa gunanya sih kaos putih kalau sudah basah? Garis-garis badannya tampak jelas di balik kain yang hampir transparan usai menyerap air. Kayaknya Jenar nih cukup rajin work-out deh. Perut dan dadanya well-toned. "Untung kolamnya nggak dalam."
Rei langsung terbatuk. Maaf banget, tapi dia merasa (agak) tersinggung. Buat Jenar atau Lanang yang tingginya berada di kisaran 180 sentimeter, jelas kolam itu nggak dalam. Tapi buat Rei yang hanya 160 sentimeter? Dia mau jinjit sekalipun, kepalanya masih akan kelelep.
"Terus gue harus ngapain?" Rei bertanya.
"SAMPERIN LAH, NYET!! GITU AJA MASIH NANYA!!" Tigra nyolot.
"Biasa aja!!" Rei terpicu untuk ikutan kesal.
Kalau dipikir lagi, sebenarnya yang salah itu Jenar. Jenar yang ngata-ngatain Rei. Jenar yang marah-marah sepihak. Jenar yang bikin Rei nangis. Tapi kenapa di sini, posisinya seakan-akan Rei yang jadi penjahatnya?
Mana akhir-akhir ini, udara rasanya sedang dingin-dinginnya. Cuacanya lebih sering mendung. Rei mengeratkan jaket yang dia pakai saat dia berjongkok di tepi kolam.
Jenar mendekati cewek itu. Matanya sayu. Pipinya merah, Hidungnya merah. Telinganya merah. Namun tubuhnya agak bergetar. Dia kedinginan. Rambutnya sudah basah dan saat Rei lihat, jari-jari tangan Jenar telah keriput karena terlalu lama berada di air. Hm, haruskah Rei terharu?
"Regina?"
Duh, suara bariton itu lagi.
"Katanya mabok, kok masih kenal gue?"
"I'll forget my own name first before I forget yours." Jenar menengadah untuk menatap Rei. Tawanya pecah, disusul oleh kedua mata yang bertransformasi jadi sepasang bulan sabit. Lucu banget. Tapi nggak boleh. Rei nggak boleh berpikir seperti itu.
"Naik."
Jenar mengerucutkan bibirnya dan menggeleng kuat-kuat. "Belum jadi mermaid."
"Lo goblok banget."
Jenar nggak menyahut, lanjut berjalan dalam kolam hingga dia benar-benar membentur dinding pinggir. Posisi mereka sangat-sangat kover film material, begitu Rei berpikir. Dia di tepi kolam, Jenar di dalam air. Jenar menengadah, memandangnya. Rei merunduk, balik menatap Jenar. Persis kayak poster film tentang duyung dan manusia, hanya saja, sekarang Jenar yang jadi duyungnya dan Rei yang jadi manusianya.
"Maafin gue..."
"Naikdulu."
"Maafin dulu."
"Lo maksa?"
"Rei..." suara Jenar bergetar, bisa jadi karena dingin, atau karena dia benar-benar tulus dengan ucapannya. "Maafin gue. Gue nggak pernah mau bikin lo nangis. Maaf. Maafin gue. Gue harus gimana biar lo bisa maafin gue?"
Sangat dangdut dan fakta kalau segalanya disaksikan oleh sejumlah anak mesin lainnya yang menunggu di belakang Rei bikin situasinya jadi dua kali lipat lebih memalukan.
"Oke." Rei memilih mengalah, karena dia nggak akan pernah bisa menang melawan orang sinting. "Gue maafin."
Jenar nyengir dan jujur saja... dia jadi kelihatan menggemaskan. Lesung pipinya tercetak jelas dan matanya... matanya seakan tersenyum. Mana pipinya masih merah. Dia mengulurkan tangannya yang basah. "Bantuin."
Refleks, Rei mengulurkan tangan. Tololnya dia yang mengira dia bisa membantu orang mabuk yang badannya segede Jenar naik dari kolam. Berat badan Jenar justru menarik Rei dan pada akhirnya, alih-alih Jenar berhasil ditarik naik... justru Rei yang kejebur.
Air yag dingin serasa menusuk setiap pori-pori yang kulit Rei miliki. Cewek itu gelagapan, panik ketika dia tidak bisa merasakan lantai kolam di kakinya. Dhaka tersekat, hampir saja melakukan tindakan nekat seperti melompat ke dalam kolam, namun batal ketika dilihatnya, Jenar cekatan memegangi kedua sisi pinggang Rei dengan tangannya. Dia mengangkat Rei agak tinggi, hingga kepala cewek itu nggak lagi terbenam di bawah garis air. Tanpa berpikir, lebih seperti kepada reaksi otomatis yang tak diproses oleh otak, Rei melingkarkan kedua tangannya di sekeliling leher Jenar, berpegangan erat-erat seperti hidupnya bergantung di sana.
"It's okay." Jenar berbisik dalam suara yang hanya bisa Rei dengar. "I got you. It's okay."
Rei mengerjap beberapa kali, tersadar dan dia bersumpah, seumur hidupnya, dia belum pernah merasakan napsu membunuh yang sebegitu besarnya.
Positifnya (kalau memang ada), dia mengenakan celana piyama, nggak dasteran. Coba kalau dasteran, wah bisa go public kaki sama pahanya menjadi ladang sedekah visual untuk anak-anak Mesin.
"JENAR!!" Rei berteriak dengan suara tinggi, benar-benar kesal.
"Kok nyemplung?" Jenar bertanya polos. "Lo... mau jadi mermaid juga?"
"Lo yang bikin gue nyemplung!!"
"Masa?!!!" Jenar mengerjap beberapa kali, jelas kaget.
"Iya!!" Rei mulai menggigil. Siapa yang nggak? Ini sudah menjelang tengah malam! "Anjir, sumpah, dingin banget—HEH LO NGAPAIN PELUK-PELUK GUE?!!"
"Katanya dingin? Biar nggak dingin." Jenar masih saja mendekap tubuh Rei erat-erat.
"NGGAK GUNA WOY!! LO JUGA BASAH!!!"
"Oh ya, benar juga."
Jenar, kalau lagi drunk, dua kali lipat lebih menyebalkan.
"Rei..." Dia tiba-tiba memanggil saat Rei sibuk menggigit bibir bawahnya biar giginya nggak saling beradu ketika menahan dingin.
"Apa?"
"Lo basah."
Rei melotot. "Gara-gara lo!!"
"Basah... gara-gara gue?"
Tunggu... kenapa... kata-katanya Jenar jadi terdengar sangat salah ya?
"Bukan basah yang itu!!!"
"Emang basah yang mana?" Jenar justru menggoda, terus dia merunduk, membawa satu tangannya ke dalam air untuk menyentuh kaki Rei yang kini melingkar di pinggangnya.
"Je—" ada sensasi elektrik yang mengaliri tulang belakang Rei, entah apa sebabnya.
"Sorry."
"Lo udah ngomong itu berkali-kali."
"Maaf..."
"Jenar—"
"Gue nggak pernah mau bikin lo nangis."
"..."
"I just... I really hated it—" tangan Jenar bergerak ke bagian belakang tubuh Rei, beberapa senti di bawah pinggangnya. "—when you looked at him like he's the center of your world."
"Je—" napas Rei tertahan seiring dengan tensi yang menguat diantara mereka. "—people are—people are watching—"
"Jadi, kalau mereka nggak ada di sini, lo nggak keberatan?"
"... nggak keberatan apa?"
"Me...touching you..." tangannya berpindah ke sisi lain, meninggalkan jejak yang terasa panas diantara dinginnya air kolam. "... like this..."
Napas Rei tertahan di tenggorokannya. Tanpa sadar, dia merunduk, menyembunyikan wajahnya di bahu Jenar. "Please?"
"Please apa?"
"... airnya dingin..."
Jenar mendesah pelan, kemudian melangkah ke pinggir kolam. Dia mendudukkan Rei di tepi, baru setelahnya naik dengan dibantu oleh Lanang dan Kun. Rei terduduk lemas seakan seluruh energinya baru saja tersedot. Angin bertiup, bikin sekujur tubuhnya gemetar. Rei mungkin akan terus-terusan terdiam tanpa bisa memikirkan apa pun selain rasa dingin jika Dhaka nggak mendekat, membantunya membuka jaket yang basah kuyup. Dia beruntung, dia menitipkan hp-nya pada Dhaka. Coba kalau nggak, hp-nya mungkin sudah wassalam karena kerendam air kolam.
"Dingin, Rei?" Tigra bertanya.
"MENURUT LO AJA GIMANA?!!!"
"Tadi ngomong apa sama Jenar? Gue dan yang lainnya nggak bisa dengar." Dhaka ikut bicara.
Rei menelan ludah, merinding sendiri ketika teringat bagaimana telapak tangan Jenar menyentuh kakinya... lalu berpindah ke bagian belakang tubuhnya dan...
"Udah kedinginan banget kayaknya dia, sampe nggak bisa mikir." Tigra menukas, lantas berpaling pada Kun. "Ini udah kan? Kasian temen gue kedinginan."
"Gue mau langsung pulang!!" Rei menukas, buru-buru menunduk dengan wajah memerah tatkala matanya tanpa sengaja menemukan Jenar yang kini sudah sepenuhnya berdiri dan berjalan dari tepi kolam. Setengah dirinya merasa malu, sebagian dirinya yang lain merasa lapar mendadak karena perut Jenar kelihatan seperti roti sobek siap gigit.
"Nggak mau ganti di tempat Bang Jenar aja?"
"Jenar punya beha nggak?" Tigra berujar.
"GRA!!!" Rei memotong, malah jadi teringat pada insiden clasp bra-nya yang copot di departemen Jenar waktu itu. "Nggak usah. Gue mau pulang aja."
"Jaket mana jaket? Jaket mana jaket?" suara Jenar yang terdengar seperti racauan orang yang lagi mengigau menarik perhatian Rei. Cowok itu berjalan dengan agak sempoyongan kesana-kemari, hingga Kun berinisiatif mencopot jaketnya dan memberikannya pada Jenar. Rei melengos, mencoba bangkit dan baru bermaksud meminta bantuan Dhaka atau Tigra saat Jenar berjalan cepat mendekatinya dan duduk di depannya. Cowok itu merunduk, air menetes dari ujung rambutnya ke paha Rei.
"Rei."
"Apa lagi?" Rei berusaha menguatkan diri sebelum menatap langsung pada Jenar.
"Pake ini." Ujar Jenar seraya memakaikan jaket kering milik Kun pada cewek di depannya. "Biar nggak dingin..."
Rei mengerjap beberapa kali, hampir saja mengucapkan terimakasih tertulus yang bisa diberikannya untuk Jenar saat cowok itu menyambung lagi.
"Damn, will it be a sin that I really want to kiss you right now?"
"LO MAU DITABOK?!!!"
"Kalau ditabok abis itu dicium... mau."
Tanpa ba-bi-bu, Rei meninju bahu Jenar sekeras yang dia bisa.
*
Kebodohan nyemplung kolam menjelang tengah malam menghasilkan pagi yang dimulai dengan rasa nggak enak di badan.
Rei mengerang dengan hidung penuh dan kepala yang pusing. Matanya menatap langit-langit kamar, berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi semalam. Oke, Jenar kepingin jadi duyung hanya untuk mendapatkan maafnya. Cowok itu lalu memberinya jaket, nggak mau membiarkan pulang hingga Rei benar-benar memakai jaket Kun.
Jaketnya cukup bikin hangat karena kebesaran dan tebal, tapi kan Rei jadi merasa nggak enak hati sama Kun. Walau gitu, Kun bilangnya nggak apa-apa. Diantara semua anak Mesin yang pernah Rei lihat, Kun ini salah satu dari sedikit yang auranya sebelas-dua belas sama mata air Gunung Salak alias bikin adem. Makanya, nggak heran juga ketika Johnny mau naik jadi Kahim, dia memilih Kun sebagai pendampingnya untuk menjadi Wakahim.
"Sakit lo tuh! Idungnya merah, mukanya jelek! Udah nggak usah ngampus dulu!!" adalah reaksi Yumna waktu di mengecek keadaan Rei ke kamarnya.
"Masa gitu sih, Juuuuuyyyy!!" Rei merengek.
"Nanti gue bilangin Yua buat tipsenin lo."
"YHAAAAAAAA..."
Kalau setan di Sadewo saja takut sama Yumna, apalagi manusia. Jelas Rei nggak berkutik, hanya bisa menurut. Dia terkapar di kosan, menghabiskan waktu buat nonton video-video random di Youtube hingga menjelang jam makan siang, ada yang dm Instagram.
jenardigs: selamat pagi menjelang siang
jenardigs: kok ngga di-read sih
jenardigs: kan udah dimaafin >:O
jenardigs: kok dicuekin?!!!! >:O >:O
jenardigs: neneran dicuekin?!!
jenardigs: *beneran
jenardigs: don't ignore me
jenardigs: love meeeeeeeeeeeeee
jenardigs: belom bangun yaaaa???!!
jenardigs: bangun dong!!
jenardigs: kalo baca ini dari notifikasi tp ga sengaja dibuka...
jenardigs: ati-ati nanti meninggal
jenardigs: et jangan deng, nanti gue sedih
jenardigs: reginaaaaaaaaaaaaaaaa
jenardigs: hello!!! hello!! helloooooooo?!! hello?!?!?!?!?!!!!!!????????????
regina_ar: berisik
regina_ar: apa?
jenardigs: good morning :-)
regina_ar: apa?
jenardigs: kok ngga ke kampus? kata yua lo ngga di kampus.
regina_ar: serem banget anda.
regina_ar: ngga
regina_ar: gue sakit karena semalem ada yang maksa mau jadi mermed.
jenardigs: mau dibawain makanan apa?
regina_ar: ngga usah. td ujuy masak.
jenardigs: kalo mau boong pinter dikit, jella bilang lo cuma makan roti.
PARAH BANGET JELLA, SERAJIN ITU MENJUAL INFORMASI PRIBADI REI KE JENAR!!
regina_ar: ngga usah, males.
Setengah jam ada kali nggak dibalas dan nggak tahu kenapa, Rei jadi sebal sendiri.
jenardigs: gue pesenin ya?
jenardigs: nanti rada sore gue kesana, soalnya ada urusan mendadak.
regina_ar: mau ketemu cewek ya???
jenardigs: iya
jenardigs: cemburuin aku dong
Rei cuma read doang. Dia kira Jenar bercanda, tapi ternyata nggak. Walau dia beneran kirim makanan sih, untung Sakura baik mau ambilin makanan dari driver ke depan. Saat lagi makan, nggak sengaja, Rei buka update igstory-nya Jenar. Isinya? Jenar lagi bikin challenge TicToc sama cewek. Nggak tahu kenapa, perasaan Rei jadi membara. Dia pun chat ke Jenar dengan sepenuh napsu.
https://youtu.be/zA-VfB0JLiI
regina_ar: mksh makanannya.
regina_ar: semoga lancar tiktokannya ya.
regina_ar: kayaknya dia bukan tipe cewe nyebelin yg bakal nyuruh lo jd mermed sih.
regina_ar: oh ya, gausah kesini.
regina_ar: gue gamau liat muka lo.
to be continued.
***
a/n:
wkwkwkwk
karena komentar di chapter kemaren nyampe 1K+ sebelum 24 jam jadi yah
abis ini rada malem kayanya gue update lg tapi gatau cerita yang mana.
dah ya gitu aja wkwk kalo kata irene mah, wait with respect aciaa
terus apalagi hm kayanya udah gitu aja.
dah sekian.
ciao.
***
September 4th 2020 | 19.10
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro