Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

4. Murid Baru

"Hei, Hei. Kudengar ada murid baru lho," ujar beberapa siswi ketika aku tengah berjalan.

Tidak biasanya pernyataan tentang murid baru menjadi sepopuler ini. Aku sendiri tidak begitu peduli. Itu adalah hak orang tersebut ingin pindah ke mana. Bukan urusanku.

Sejak putus, aku sering memutar jalan. Alih-alih tidak bertemu dengan Reza untuk sementara waktu. Aku yakin laki-laki itu juga tidak ingin bertemu denganku. Tiba-tiba langkahku terhenti, teringat ucapan Bizar. Tidak tahu kapan, aku lupa.

Aku mendukungmu bersama Radja, Dira.

Aku menopang dagu. Mengapa Bizar mengatakan hal yang tidak mungkin terjadi antara aku dan sahabatku sendiri? Sebaiknya aku bertanya langsung padanya!

Baiklah, aku tidak akan mengelak. Radja memang laki-laki yang kusuka. Aku senang ada yang mendukung. Hanya saja, aku tidak pernah lupa jika Radja menolakku. Jikapun dia menginginkanku, pasti tidak lebih dari seorang sahabat.

"Dira, mau ke mana?" tanya seorang pria yang umurnya beberapa tahu di atasku. Ah, ralat, Beratus-ratus tahun dariku.

"Kak ... eh, Pak Ron. Aku mau ke jurusan elektro, ketemu Bizar," balasku.

"Bukankah Bizar sudah mengirimkan pesan kalau dia menyuruh kamu ke lab? Aku sampai mengira jika ada sesuatu yang terjadi di sini!" seru Kak Ron.

Beliau kakakku. Kakak angkat yang telah merawat diriku semenjak ayah dan ibu meninggal. Baru-baru ini tinggal bersamaku setelah lulus S2 di Australia. Walau ilmu yang dimilikinya sudah banyak, tetapi menurutnya masih kurang.

Kak Ron mengusap kepalaku pelan. Seperti biasa sentuhannya sangat menenangkan. Bukan hanya karena tangannya menyalurkan perhatian dari seorang kakak. Namun, Kak Ron sendiri memiliki kekuatan penyembuh. Dan itu pun menjadi alasan mengapa Kak Ron tinggal bersamaku.

Semua menganggap bahwa aku perlu penanganan. Selain sering sakit, faktanya aku terjangkit kutukan yang tidak bisa dianggap enteng. Begitu juga beberapa temanku. Mereka sudah divonis akan kehilangan penglihatan, pendengaran dan paling fatal lumpuh. Untungnya mereka sempat mendapat penangan untuk menunda kutukan tersebut.

"Kakak akan mengurus izinmu. Pergilah ke lab agar kami tahu seberapa banyak ingatanmu yang hilang, Dira," ujar Kak Ron.

Aku menggeleng. "Aku baik-baik aja, Kak. Kutukan itu akan berjalan padaku saat 10 tahun dari sekarang. Masih lama. Kenapa Kakak yang panik?"

"Karena teman-temanmu sudah mendapatkannya, Dira. Dan aku sendiri tidak pernah percaya dengan sihir gelap," balas Kak Ron mutlak.

"Kak Ron, kalaupun aku lupa hal kecil, itu manusiawi. Belakangan aku stres. Jadi lupa. Sekarang kakak fokus dulu sama mereka yang lebih butuh penanganan kakak," jawabku tidak mau kalah. Aku merasa bertanggungjawab dalam masalah ini.

Jika bukan karena aku, mereka tidak akan mengalami hal seperti ini.

Kak Ron mengembuskan napas. Berat baginya untuk mundur jika yang dimasalahkan adalah kesehatanku. Namun, dia sendiri punya tanggungan di sekolah ini. Menjadi guru dan sebentar lagi masuk kelas—atau malah kakakku ini lupa menilai kembali tugas murid-muridnya.

"Jangan jauh-jauh dari Radja. Kakak gak larang kalau kamu gak mau jalan bareng, tapi jangan menghindarinya," titah Kak Ron.

"Aku mengerti."

Kulihat Kak Ron segera pergi ke ruang guru. Sedangkan aku pergi ke jurusan RPL, berhubung Kak Ron bilang Bizar ada di lab. Tentu bukan lab di bumi, tapi di Twins. Aku akan mengabarinya nanti.

Baru berjalan beberapa langkah, tidak kusangka mataku mendapati kehadiran Reza di depan sana.  Dia tetap berjalan, agak terkejut ketika melihatku. Namun tidak sedikit pun mengalihkan pandangannya.

Aku buru-buru beranjak. Tidak mungkin aku bicara dengannya ketika emosi laki-laki itu masih tidak bagus. Radja juga tidak ada di sini, tapi ini adalah sekolah. Dia juga pasti ada di sini.

"Nadira, kita harus bicara," ucap Reza.

"Sebentar lagi masuk. Kita bicara sepulang sekolah aja," ucapku, kembali menunda percakapan kami.

Reza tidak menggubris. Dia langsung menyeret tanganku untuk segera beranjak dari tempat. Sakit sekali rasanya, Reza terlalu erat memegangi tanganku. Aku kembali menatapnya. Bukannya ingin berbohong, tetapi memulai kembali hubungan pun tidak akan mengubah apa pun.

Faktanya Reza tidak memahami pekerjaan dan kesibukanku. Memulai hubungan juga bukanlah hal yang mudah untukku. Terlebih ucapan Bizar menggangguku. Aku tahu, Bizar pasti setuju karena dia mengenal Radja. Hanya saja ....

"Dira, aku perlu bicara, sebentar. Ini gak lama," ucapnya.

Aku mengembuskan napas. Tidak enak dipandang oleh banyak orang. Akhirnya aku mengangguk. Mengikuti langkahnya pergi ke suatu taman, di mana pohon besar memberi kesejukan pada para murid. Sayangnya, selain dikenal sejuk, banyak orang yang menghindar karena takut dengan makhluk astral. Ah, walau sebenarnya itu tidak ada.

Reza masih setia menggenggam tanganku. Tidak mau lepas. Seolah aku memang akan melarikan diri darinya jika saat ini Reza melepaskanku.  "Za---"

"Aku ingin kamu, Dira. Cuma kamu yang aku pantas menjadi pacarku," potong Reza sebelum aku bicara.

Aku menggeleng. "Reza, aku sayang sama kamu. Tapi kamu harusnya tahu. Sekarang kita tidak bisa. Kamu belum mengerti tentang kesibukanku, bahkan aku tidka bisa meladeni cemburu butamu itu. Aku tidak bisa."

"Katamu sifat itu bisa diubah bukan? Aku akan mengubahnya!" timpal Reza tidak mau kalah.

"Aku pernah memberikan kamu satu kesempatan, tapi kamu menyia-nyiakan itu semua, Reza. Kita memang anak-anak, tetapi kita tidak bisa bermain-main dengan perasaaan. Kalau kamu mau berubah ... jangan karena aku," jawabku mutlak.

Aku tidak ingin berdebat lagi dengan Reza. Segera aku melangkah. Menarik tangan agak kuat ketika sadar jika Reza tidak lagi mencengkram erat. Aku harus segera pergi. Sebentar lagi masuk. Kalimat itu menyihirku.

Tidak jauh dari keberadaan kami, aku melihat gadis yang sangat cantik tengah mengejar seseorang. Memegang tangannya dengan erat. Aku kenal keduanya.

"Kenapa Sarah ada di sini?" gumamku pelan.

Sarah adalah kekasih Radja, bersekolah di swasta karena dia sangat sibuk dengan dunia modelnya. Bahkan sempat memilih untuk home schooling saja. Namun, sekarang Sarah ada di sini, dengan seragam yang sama persis digunakan olehku. Ingin mendekat, tetapi takut. Aku tidak pernah dekat dengan Sarah.

Aku tidak tahu apa yang membuat Sarah sampai mengejar-ngejar Radja. Namun mereka menarik perhatian, termasuk diriku. Radja terlihat tidak senang atau malah lebih tepatnya marah.

"Radja dan Sarah benar-benar serasi. Tapi kenapa Radja terlihat marah?" ujar seseorang di sekitar kami.

"Katanya Sarah terus mengenalkan dia sebagai pacarnya. Ya, mungkin Radja hanya kesal? Aku dengar dia memang tidak dalam mood bagus hari ini," balas orang lainnya.

Belum beres aku menyimak, Reza menepuk pelan bahuku. "Mencintai orang yang bukan milikmu itu sulit, Dira. Apa kamu gak mau mempertimbangkan diriku di dalam hidupmu?"

"Reza, tolong. Bukan ini yang aku harapkan."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro