Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

TEAM: 28: BINTANG BARU

HAPPY READING 

...

SMA Bintang Favorit tentu saja tidak mau hanya diam dibalik kesuksesan dua siswa peraih medali emas utusan mereka. Selain karena Kepala Puspresnas Kemendikbud menyambut bahagia lima peserta di bandara, Liana juga mengadakan pertemuan dengan Kepala Sekolah untuk rencana penyambutan peraih medali emas di sekolah dan Aurelie sebagai ketua osis yang diberi amanah mengarahkannya. 

Sebenarnya ini bukan tradisi sekolah karena setiap Adly mencetak prestasi, dia hanya akan disambut oleh guru-guru dan tentu saja Kepala Sekolah yang selalu antusias dengan setiap gebrakan Adly. Tapi kali ini Kepala Sekolah membuat sesuatu yang menarik. Mereka akan menyambut Adly dan Airin dengan marching band, banner raksasa yang sudah siap dipajang dan pengalungan. 

Airin pikir Bu Ara hanya mengada-ngada ketika mengatakan ada penyambutan besar-besaran di sekolah. Tapi ternyata memang SMA Bintang Favorit sedang bersuka-cita. Ini seperti mimpi musim semi, Airin tak pernah membayangkan dirinya akan jadi pemeran utama dalam hidup ini. Jujur saja, ketika marching band menyambut mereka dan Kepala Sekolah memberi sambutan serta pengalungan, Airin bersorak dalam hati. "Yeay, i'm the main character!

Katakanlah itu lebay.

Namun, di satu sisi ada beberapa hal yang Airin yakini akan terjadi setelah ini—lebih tepatnya setelah mengamati situasi sekolah yang ramai. Ada Jessy, Leon, Prity dan Marlen yang nyimak di lantai dua dengan display pelat bertuliskan "YOU ROCK IT!" Ya, yang satu itu memang lebih lebay dibanding kehaluan Airin. Satu lagi, sekumpulan orang-orang yang tidak suka dengannya memasang wajah tidak suka. Siapa lagi kalau bukan Sessa CS?

Benar kata pepatah; dibalik suka citamu, akan selalu ada orang yang tidak menyukai itu. Ah, dibanding memikirkan pepatah Airin sebenarnya ingin sekali memeletkan lidah ke arah mereka, tapi dipikir-pikir lagi itu terlalu songong. Bisa-bisa dia ketularan virus tengil Adly kalau melakukan hal itu. 

"Siswa-siswi SMA Bintang Favorit yang bergembira hari ini, seperti yang kita tahu bersama kalau Adly Nirlangga dan Airin Clark berhasil meraih medali emas di International Physics Olympiad. Prestasi mereka menjadi sejarah di sini. Tapi kalian tahu kan ini artinya SMA Bintang Favorit selalu menciptakan bintang-bintang masa depan? Sekolah kita selalu mengapresiasi siapa pun yang mau unjuk prestasi ...,"

Airin sedikit lega karena Kepala Sekolah yang mengucapkannya. Tumben juga. Biasanya Kepala Sekolah selalu berada diposisi yang ikut meremehkan Airin bahkan sampai melakukan test dan menjadikannya sebagai rival Adly untuk melihat siapa yang terbaik antara mereka? Sepertinya Kepala Sekolah sudah insyaf. Begitu pikir Airin. 

Saat bicara empat mata dengan Kepala Sekolah di ruangannya pun, Airin pikir tak ada masalah dengan keraguan Kepala Sekolah terhadapnya. 

"Airin Clark, selamat ya. Kamu sudah jadi bintang baru di sekolah ini ...,"

Bintang baru. Airin pikir itu istilah baru untuknya lagi selain 'si pintar dadakan' karena dia benar-benar jadi spotlight di sekolah sekarang. Tapi entah kenapa Airin merasa kalau Kepala Sekolah sengaja menekankan istilah itu untuk menyadarkannya kalau Airin terhitung sebagai pendatang baru di situasi ini.

"Kamu bisa lihat kan kalau nama kamu jadi sorotan di mana-mana sejak kamu naik peringkat dua? Catatan skor kamu naik turun di tahun ajaran sebelumnya, bahkan pernah ada di angka yang rendah dan harus direset karena peringkat akhir di setiap ulangan harian. Sekarang ini nama kamu jadi semakin luas karena peraih medali emas di IPhO. Ibu secara pribadi meminta maaf karena sebelumnya pernah meragukan kamu, tapi kamu sudah membuktikan kalau kamu pantas jadi bintang baru itu ...,"

Airin tersenyum canggung. Dia merasa perasaannya mulai salah. Kepala Sekolah kembali menunjukkan aslinya.

"Tapi ... Airin, kamu yakin bisa menangani orang lain di luar sana? Maaf, Airin. Tapi ibu lihat banyak sekali komentar orang-orang yang meragukan kamu. Itu cukup menganggu kan?" tanya Kepala Sekolah sambil tersenyum lebar. 

Ya, itu memang sangat mengganggu. Airin pikir meladeni atau mengabaikan orang-orang yang meragukannya sama saja; sama-sama menguras energi. Jika diladeni mereka semakin benci, diabaikan pun mereka semakin gencar meremehkannya. Mending kalau musuhnya setara Bang Eka dan kawan-kawan yang suka malak dan mengancamnya dengan bisep dari kejauhan, ya ... kalau mereka Airin senang balas meledek dengan memamerkan PIN perak atau jalan di samping anggota PIN perak lain. 

Sayang sekali musuhnya kebanyakan para gadis sekarang. Sessa CS, orang-orang yang lebih menyukai duo cerdas; Adly dan Aurelie, juga orang-orang yang membenci kedekatannya dengan Leon dan Arian.

"Saya pikir ... nggak, bu. Sejauh ini kritik mereka nggak ada yang berlebihan," sela Airin. Bohong sekali. Hanya ingin dapat validasi Kepala Sekolah kalau dia hebat memikirkan komentar buruk itu jadi sebuah kritik. 

Kepala Sekolah terkekeh. "Oh, ya? Kamu merasa nggak terganggu? Kamu sudah baca grup chat hari ini?"

Airin mengernyit sambil menggeleng pelan. 

"Banyak yang membandingkan kamu dengan Aurelie Sevenor. Bahkan mereka memilih mengapresiasi Aurelie yang berpartisipasi dalam essay, padahal yang saat ini pulang dengan membawa medali emas itu kamu."

Airin terdiam. Dia hanya menyubit ujung lipitan rok sambil menerka apa maksud Kepala Sekolah berkata seperti itu. 

"Sejauh ini kamu banyak maju di kompetisi bersama Adly kan? Dua kali berada di kompetisi yang sama dan mendapatkan medali yang sama, itu suatu hal yang langka terjadi, Airin. Jadi ... orang-orang di luar sana pasti menganggap kamu mendapatkan medali itu bukan karena usaha kamu tapi nama Adly ikut andil di dalamnya."

"Tapi—bu, saya juga belajar ...," 

"Airin, sekali lagi ibu nggak meremehkan kamu di sini, tapi ibu bicara tentang orang-orang di luar sana."

Airin seakan tak punya kekuatan menjelaskan di hadapan Kepala Sekolah walaupun dia sangat tidak terima dengan cara Kepala Sekolah mengatakan itu. Maksud Airin—dia berusaha tidak memikirkan pendapat orang lain tentangnya, tapi Kepala Sekolah seolah memaksa Airin untuk ikut memperhatikan citranya sebagai peraih medali emas di hadapan publik. Apa-apaan itu? Mereka pikir Airin mendapatkan medali itu secara cuma-cuma dengan menjual nama Adly?

"Maaf, Airin. Ibu nggak bermaksud bikin kamu tersudut di sini. Sebenarnya menggeser posisi Aurelie di peringkat dua kemarin itu merupakan sebuah pencapaian yang luar biasa. Kamu bilang kamu belajar privat dengan guru dari Jepang ... kalau tidak salah kamu bilang itu kemarin, ya?"

Airin langsung teringat kebohongan kemarin saat mereka resmi dapat kelas khusus. Bodohnya dia malah mengatakan guru privat dari Jepang, padahal kan gurunya selama ini si peringkat satu sekolah!

"I—iya, bu," jawab Airin, pada akhirnya. 

"Bagaimana kalau, Ibu kasih kamu sebuah tantangan?" tawar Kepala Sekolah.

"Ttt—tantangan?" tanya Airin, hati-hati.

"Ya, ini hanya pembuktian nyata saja untuk orang-orang di luar sana. Karena untuk ada di PIN perak, kamu butuh pengakuan ini, Airin. Pengakuan kalau kamu tidak selalu naik ke kompetisi dengan membawa nama Adly lagi."

Airin terdiam cukup lama, menimbang-nimbang sambil mengamati wajah Kepala Sekolah yang tampak antusias. Lalu berani membuka suara, "Tantangan apa, bu?"

"Seminggu lagi kamu ada ulangan harian kan? Satu saja ... satu ulangan harian di minggu depan untuk membuktikan nama kamu ada di peringkat satu dari tujuh anggota PIN perak," jelas Kepala Sekolah sambil menautkan jemari di atas meja. 

Kepala Sekolah melanjutkan, "Mempertahankan peringkat dua sepertinya bukan standar kamu lagi sekarang. Kamu juga bisa menggeser posisi Aurelie dengan mudah. Dengan kemampuan kamu meraih medali emas di olimpiade Internasional itu sudah menandakan kamu setara dengan Adly. Bagaimana? Kamu mau ambil tantangan itu?"

◽◽◽

Bagaimana mungkin Airin menggeser posisi Adly di peringkat satu ulangan harian? 

Airin memikirkan itu cukup lama dari jam pertama pelajaran sampai jam pulang. Katakanlah dia mulai merasa apa yang dikatakan orang-orang benar tentangnya. Dia dapat medali emas sejak kompetisi sains pertamanya bersama Adly. Pun kompetisi Internasional ini berkat Adly. Jadi mau dikatakan bergantung pun, itu memang benar. Airin menggerakkan kefokusannya karena bantuan Adly. Bagaimanapun juga, lelaki itu yang mengajarinya selama ini.

Jadi, tidak mungkin kalau dia bisa mengalahkan gurunya sendiri, bukan?

Bodoh sekali. Airin jadi teringat ambisinya dulu menggeser posisi Adly dari peringkat satu karena kelewat dendam kesumat dengan cowok itu. Walaupun itu juga masih jadi tantangannya yang masih berlaku sampai sekarang karena belum kesampaian. Tapi melihat betapa hebatnya cowok itu, mengalahkannya adalah suatu hal yang mustahil.

QueenHarley: Omong-omong soal IPhO, Aurelie juga lg dipersiapkan jd esais utusan sekolah nih. Kasih semangat gengs 😍

4ever4u: Mending semangatin ini sih drpd si onoh. semangat Aurelie 😍

unknown♥L: Aurelie emg the best kompetisi sendirian 😍 ga ngekor sm peringkat 1 🤭 ga cocok bgt kalo dia peringkat 3 paralel 😆

Semangat Aurelie. Kalimat itu jadi pencarian terbanyak di grup chat selain, selamat kepada Adly yang mendapatkan medali emas. Oh astaga! Mereka benar-benar sengaja tidak menyebut nama Airin karena ketidak-sukaan mereka. Apa-apaan itu? 

Hari ini selain teman-teman anggota PIN perak, hanya segelintir guru-guru yang mengucapkan selamat padanya. 

Terkhusus, Bu Rahma yang selalu berkata: "Jangan dengarkan apa yang orang lain bilang. Kamu selalu hebat dengan prestasi kamu, Airin." 

Juga, Jessy yang selalu mencegah Airin membuka ponsel agar tidak melihat grup chat. Tentu saja gadis itu terlambat. Airin keburu overthinking.

Begitu bel pulang, Airin ikut bangkit dan menghampiri Adly yang sudah menutup buku, bersiap untuk pulang. Airin berdiri tepat di depan meja dengan raut ragu. 

"Kenapa?" tanya Adly, melihat Airin masih diam padahal sudah beberapa detik berdiri di sana. 

"Ah itu ...," Airin menghela napas panjang. "Nggak ada yang mau lo omongin?"

Adly mengernyit. Menjeda beberapa saat, lalu menjawab, "Nggak."

Airin kembali diam. Dia mengeratkan tali ranselnya sambil menggigit bibir. 

"Apa?" tanya Adly lagi. 

"Anu—lo—udah mau pulang?" tanya Airin.

"Bilang aja, mau apa?"

Airin tidak tahu kenapa dia mendadak grogi. Lebih tepatnya, dia tidak tahu harus mulai dari mana. Mereka bahkan belum bicara dengan baik sejak kejadian bunga sakura di Jepang kemarin. 

Karena Airin hanya diam, Adly pun berucap, "Ulangan harian udah dekat, waktu belajar cuma malam ini sama besok."

Ya! Itu dia yang ingin Airin bicarakan. Seperti biasa, sebagai guru privatnya Adly hanya akan mengajari Airin dalam waktu singkat karena sisa harinya akan dia gunakan belajar sendirian. Dari dulu peraturan belajar mereka selalu seperti itu.

"Ttt—tapi malam ini gue nggak bisa," sela Airin. Dia setengah menunduk dengan tampang ragu, "Gue ada janji sama Arian, Leon."

Adly diam.

"Bbb—besok juga ... gue mau anterin Aishiteru ke klinik," lanjutnya lagi.

"Udah?" tanya Adly. Airin mengangguk pelan. "Intinya lo mau belajar sendiri kan?"

Airin tak tahu keputusannya apakah sudah benar atau tidak. Tapi, dia merasa harus mencoba hal ini; dia akan menerima tantangan Kepala Sekolah untuk menggeser ranking Adly dengan kemampuannya sendiri. 

Adly tampaknya peka dengan apa yang Airin sembunyikan. Lihat saja, dia hanya mengatakan sepatah kata dan obrolan mereka berakhir begitu saja. Airin sedikit merasa kesal tapi ini juga bagian rencananya. Omong-omong, wajar kalau mereka jadi agak canggung setelah perang dingin di Jepang. Mereka bahkan tidak keluar melihat bunga sakura bersama karena tak ada waktu keluar. Astaga, apakah Airin harus kembali kesal karenanya? 

Airin menggelengkan kepala. Dia tak mau memikirkan hal lain selain bagaimana caranya belajar sendiri tanpa bantuan Adly ... demi tantangan mengalahkan cowok itu. 

Sesuai dengan apa yang dijanjikan Arian kemarin, mereka bertemu malam ini. Airin, Arian dan Leon. Arian yang merencanakannya; menjemput Leon lalu Airin. Tentu saja pertemuan mereka diawali dengan teriakan, pelukan bak teletubies, keroyokan dan usulan terakhir Airin yang ingin jajanan street food karena Arian hanya punya waktu satu jam bertemu. Maklum, cowok itu sibuk. 

"Sibuk mulu, udah kayak direktur lu. Lu ngurusin apa sih sebenarnya di Jakarta?" tanya Leon.

"Pura-pura nggak tahu ya lu berdua? Gue kan mau konser. World tour ...," canda Arian yang membuat Leon dan Airin sama-sama mendelik. "Ya gitu ... Zayn Malik."

"Zayn Malik kalau tahu lu suka ngaku-ngaku mirip dia kayaknya bakal demam tujuh hari trus habis itu ganti nama biar nggak disebut-sebut lagi," balas Airin.

"Iya. Trus ganti nama jadi Arian. Kebalik yang ada ... ntar dia yang ngaku-ngaku mirip gue jadinya."

"Bisa stop, nggak?" seru Leon. Mereka bertiga tertawa. 

Rasanya sudah lama tak pernah  bercanda seperti ini. Padahal baru jalan tiga bulan mereka berpisah. Walau begitu, mereka senang karena tak ada kecanggungan antara mereka. Masih sefrekuensi dan sama seperti dulu.

"Gue tahu nih, pasti lo lagi persiapan project-nya Sevenor sama Art Market kan?" tebak Leon. "Bisa juga ya gebrakan lo. Ngilang lama, munculnya di pameran besar."

Arian tahu kehadirannya sebagai guest di Majestic Art pasti akan menghebohkan SMA Bintang Favorit. Arian terlalu percaya diri kalau bilang mereka semua merindukan ketampanannya di sekolah, tapi maksud Arian—berita itu trending karena Sevenor yang mengaturnya. Keluarga itu memang suka sekali jadi pusat perhatian sih. Apa lagi membawa-bawa namanya yang terkenal sebagai pianist muda berbakat. 

"Udah lama, ya nggak lihat lo main piano. Terakhir kayaknya waktu kompetisi sama Sunny," 

Arian kembali memasang wajah sok tampannya, "Makanya sekarang gue mau adain world tour, lihat gue main piano nggak gratis soalnya."

"Kalau adain world tour, gue sama Airin kebagian VIP kan?" tanya Leon.

"Apaan VIP. VVIP dong," balas Airin. 

"Ya elah. Udah nggak usah VVIP-an, lu berdua gue angkat jadi manager sekarang. Puas nggak?"

Airin dan Leon berseru sambil tepuk tangan. Tak menyangka status mereka akan berganti sesaat lagi dari sahabat menjadi manager artist. Impresif. Sementara Arian masih dengan wajah sok tampannya ikut bangga dengan pertemanan halu ini. 

Beberapa saat kemudian, Arian pun menepikan mobil, mampir di emperan. Banyak pedagang kaki lima di sana yang nangkring membuat Airin senang bukan main. Apa lagi lihat makanan kesukaannya, sate taichan. Dalam beberapa menit, mereka mulai mengumpulkan jajanan emperan dan menikmatinya di bangku taman pinggir jalan. Melihat kendaraan berlalu-lalang di tengah kota yang ramai. Sesekali mengomentari raut orang-orang yang lewat dengan sepeda, atau pasangan-pasangan yang naik motor. Kadang sampai deeptalk perkara, "Menurut kalian apa yang dipikirin orang itu? Jangan-jangan dia punya masalah hidup." Dan berakhir dengan mendoakan mereka agar masalahnya selesai. Agak lain.

"Omong-omong, gimana perasaan lo setelah dapat medali emas, Rin?" tanya Arian, akhirnya. 

Airin meneguk mineralnya sampai habis lalu melirik Arian, Leon dengan senyuman. "Lega. Senang. Nggak nyangka ... kayak gitu sih."

"Udah peringkat dua sekolah masih aja nggak nyangka?" Arian melanjutkan dengan raut menggoda membuat Airin agak salah tingkah.

"Tetep aja nggak nyangka. Ini kan kompetisi pertama Internasional gue. Lo pikir aja ada berapa banyak orang pintar di negara berbeda waktu itu. Dibanding gue—ya ... nggak ada apa-apanya lah," jawab Airin.

Leon dan Arian bersipandang, lalu mengangguk kompak. "Wah, ternyata rendah hati juga ya si peringkat dua ini."

Mendengar itu, Airin berdecak, "Gue lagi ngomong serius tau."

"Kita juga serius, Rin," balas Leon. "Lo selalu ngomong gitu dari dulu, tapi buktinya apa? Lo tetep aja dapat penghargaan terbaiknya." 

"Emang lo berdua nggak ikut ragu apa pas gue ikut olimpiadenya?" tanya Airin.

"Nggak tuh. Kita mah yakin lo bisa dapetin penghargaan terbaik itu," jawab Leon. Arian juga mengangguk setuju. 

Airin terdiam, melirik Leon dan Arian bergantian. Dia sedang menunggu sesuatu. Mungkin saja mereka akan meralat ucapan barusan dan berkata, "Bercanda. Ya kita ragulah sama lu. Lu nggak lihat orang lain di luar sana ragu orang kayak lu dapat medali emas?" Tapi tidak. Mereka serius mengatakan kalau mereka adalah barisan orang-orang yang tidak meragukannya sama sekali. 

Airin agak terharu mendengarnya.

"Ck, tapi—kalau situasinya balik gimana? Gue nggak memenuhi ekspektasi lo berdua? Semisal gue nggak dapat medali emasnya?"

"Lagian ekspektasi sama keyakinan itu dua konsep yang beda, Rin. Kita nggak naruh ekspektasi apa-apa, tapi yakin aja sama lo," jawab Arian, wajahnya tampak serius. 

"Kenapa gitu?" tanya Airin.

"Karena ... lo Airin Clark," jawab Arian, singkat. "Ya, lo emang suka main, tapi lo nggak mungkin main-main di situasi kayak gitu. Kita percaya. Lagian lo juga udah dapat medali emasnya kan? Ngapain masih pake for instance?"

Airin agak ngeblush mendengarnya. Dia senang, karena di dunia ini dia masih punya barisan orang-orang yang tidak meragukannya sama sekali. Jelas beda jauh dengan orang-orang yang ada di grup chat sekolah yang dia baca siang tadi. Dua orang ini memang sahabatnya yang terbaik!

"Lagian siapa sih yang raguin murid kesayangannya Adly Nirlangga?" goda Leon, kali ini membuat wajah Airin blush beneran. Dia menyenggol Leon dengan bibir yang mengerucut dan memalingkan pandangan ke tempat lain.

"Bener tuh. Gurunya aja IQ next level, pasti ngajarin pacar nggak setengah hati dong. Ngajarinnya pasti full pake cinta." Arian menimpali.

"Dih, apaan sih lu berdua. Lebay!" pungkas Airin dengan wajah memerah. 

Airin dan Leon kembali menggoda membuat Airin sudah geram karena tak kuat lagi menahan kesaltingan itu dan meminta mereka untuk cepat menghabiskan jajanan karena waktu mereka semakin dikit. Agenda selanjutnya yang ingin mereka lakukan di sisa akhir waktu Arian adalah keliling jakarta sambil karaoke dengan mobil kesayangan Arian. 

Namun, sebelum kembali ke mobil, Airin melirik ponsel karena ada pemberitahuan Instagram di sana.

fahrenheitz tagged you in a story

Airin mengernyit ketika membuka snapgram Fahren. Itu foto saat mereka melihat bunga sakura. Empat foto yang dikolasenya; foto selfie Antonius, Yoana, Fahren dan Airin, foto sakura, fotonya sendiri dan foto setengah punggung Airin melihat sakura. 

"Kenapa, Rin?" tanya Arian, ketika melihat Airin tertegun.

Gadis itu pun segera menekan tombol home dan menggeleng. "Nggak apa-apa. Yuk, waktunya night drive!" seru Airin, lalu menyimpan ponselnya.

◽ TO BE CONTINUED ◽

...

chapt 29; relapse

coming soon!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro