TEAM: 2: LEADER
⭐ RE-PUBLISH 2025 ⭐
HAPPY READING
...
Airin menghirup napas dalam-dalam ketika melihat isi kelas yang ia tempati sekarang. Tempatnya sekarang adalah kelas 11-1. Ini menyebalkan, andaikan ia sekelas dengan Leon dan Arian, Airin pasti akan antusias untuk masuk ke ruangan dan mengambil tempat duduk bersebelahan dengan mereka.
Entah ini sial atau tidak, yang pasti Airin merasa resah ketika sadar kalau ia sekelas dengan Adly Nirlangga.
Si peraih juara satu sekolah tahun ajaran kemarin. Si ambisius angkuh yang punya banyak musuh di sekolah.
Airin tidak pernah sekelas dengan Adly tahun ajaran lalu. Ia hanya mendengar dari orang-orang kalau Adly itu sangat ambisus; angkuh, sombong, tukang pamer, egois, caper. Dia adalah tipe makhluk di kelas yang ketika jam pelajaran sudah selesai, masih mengajukan pertanyaan yang sulit. Yang selalu mengingatkan tugas ketika guru lupa untuk mengumpulkannya dengan dalih kejujuran. Dan selalu meremehkan kemampuan orang lain.
Belum lagi ketika preman sekolah yang nangkring di kantin sedang memalak, Adly mengata-ngatai mereka dengan sebutan 'miskin'. Pada akhirnya mereka bergulat lima lawan satu.
Tentu saja Adly pemenangnya karena dia jago wushu.
"Denger-denger perwalian kita tuh Bu Rahma, ya?"
Airin menguping pembicaraan dua gadis yang baru saja memasuki kelas.
"Iya. Beruntung juga, ya?"
"Ya, beruntung sih. Sialnya ada si Adly."
"Anjir, gue tadi kesel banget baca daftar nama kelas. Mana nama dia diurutan pertama lagi."
"Sama. Jadi pengen pindah kelas, tapi perwaliannya Bu Rahma."
Senasib dengan Airin yang sekarang mendengkus di ambang pintu. Ia juga ingin pindah kelas, tapi ketika tau Bu Rahma adalah perwalian mereka, Airin jadi enggan undur diri. Lagian, siapa yang nggak mau jadi anak didiknya Bu Rahma? Lima tahun berturut-turut Bu Rahma mendapatkan predikat guru terfavorit di sekolah. Selain itu, Bu Rahma juga sosok wanita yang sangat ramah dan perhatian, umurnya juga masih sangat muda, intinya tipe guru yang asyik bagi para murid.
Pasrah, hanya itu yang bisa Airin lakukan. Lagian, hanya Adly kan kesialan terbesar di kelasnya?
"Airin, psst."
Airin menoleh mendengar teguran itu, berasal dari dua bangku di belakang Adly Nirlangga. Sontak, Airin ikut melambai antusias.
"Jessy!" seru Airin.
Gadis dengan rambut ombre pink yang panjang, penuh dengan aksesoris pink, tubuh yang ramping serta softlens hitam, itulah Jessy De Sevenor. Gadis yang sempat sekelas dengannya dua semester berturut-turut.
Tapi, jangan salah. Walaupun bergaya se-feminim itu, aslinya Jessy adalah gadis galak.
"Bosan banget gue sekelas ma lu tiga semester," seloroh Airin.
"Bangke lu," umpat Jessy. Lalu mendekat, menggoyang-goyang half-bun Airin. "Anjir, mainan gue nih. Belom potong rambut lu?"
"Ih jangan pegang-pegang, ntar rambut gua kusut."
"Dih, rambut lu emang udah kusut kali!"
Jessy masih iseng menggoyangkan half-bun Airin, sedang gadis yang sudah geram itu berusaha menepis sentuhan Jessy. Keadaan kelas ikut gaduh, padahal ajaran baru belum resmi dimulai. Kegaduhan yang timbul dari beberapa kelompok yang dulunya pernah sekelas, asyik menceritakan pengalaman liburan mereka.
Satu-satunya orang yang setia dengan kesunyiannya hanya Adly, yang duduk di depan Airin.
Maklum, Adly memang sosok yang sulit didekati. Sudah menjadi musuh banyak orang, tak mau berbaur pula. Mungkin satu-satunya orang yang pernah bicara dengan si nomor satu sekolah itu hanya saingannya, si nomor dua.
"Eh, eh Bu Rahma datang!" seru salah seorang siswa yang datang berlari ke tempat duduk. Sontak, teman-teman mengikutinya, mengambil tempat duduk diiringi kelas yang hening.
"Selamat pagi, semuanya!" sapa Bu Rahma dengan senyuman manisnya.
"Pagi, Bu."
Lalu, kembali hening.
Penyebabnya karena perhatian seisi kelas tertuju pada sosok lelaki yang mengekor Bu Rahma, bersembunyi di punggungnya dengan wajah takut.
"Anjir napa cowok alay itu di kelas ini sih?" gerutu Jessy, terdengar oleh Airin. Mendengar itu, Airin menggeleng.
Cowok alay yang dimaksud Jessy itu tentu saja Marlen. Ya, cowok manja yang sering membuat orang-orang ilfeel terlebih kaum hawa, ternyata sekelas dengan mereka.
Bu Rahma menoleh, "Marlen, ayo duduk."
Tidak menjawab, Marlen melirik Bu Rahma dengan puppy eyes-nya berharap Bu Rahma akan mengantarkannya ke tempat duduk.
huh, meresahkan.
"Marlen, kamu ini udah kelas dua SMA loh. Masa ke tempat duduk aja harus Ibu anterin?"
Airin menopang dagu mendengar petuah Bu Rahma pada Marlen. Lihatlah cowok gemulai itu sekarang, mencebik bibir seperti bocah TK. Kalau Airin yang jadi pewalian, sudah pasti frustrasi jika punya anak didik seperti Marlen ini. Is is is.
"Marlen mau aku anterin aja, nggak?"
Pertunjukkan berikutnya berasal dari sosok gadis berkuncir satu memeluk paketan buku yang baru saja tiba di ambang pintu. Seisi kelas mengalihkan perhatian padanya. Tiba-tiba saja kehadiran gadis itu menghangatkan kelas, sekeliling mereka terasa seperti ada di musim semi.
"Maaf ya, bu. Saya agak telat masuk kelasnya," sahut gadis Itu. Bu Rahma pun mengangguk dan tersenyum, beralih pada Marlen. "Yuk, Marlen. Aku anter ke tempat duduk kamu."
Dituntun gadis itu, Marlen pun berjalan kaku seperti robot. Mengangkat tas untuk menghalangi wajahnya dari lirikan intimidasi setiap orang di kelas. Pun halnya dengan Airin yang tak bisa lepas dari pertunjukkan si cowok manja, Marlen serta seorang gadis yang datang menolongnya bak heroine.
Ah, gadis itu memang selalu ramah. Setiap kehadirannya selalu membawa aura menyenangkan. Aurelie Sevenor, gadis itulah si nomor dua yang menjadi saingan Adly Nirlangga sekaligus sepupu Jessy.
Selain Leon, Arian dan Prity, pelengkap 'tim laminasi wajah' atau yang terkenal dengan pengguna PIN perak adalah Adly dan Aurelie. Si nomor satu dan nomor dua yang prestasinya tak bisa dihitung lagi. Tahun kemarin, mereka berdua bahkan berkolaborasi membuat eksperimen robot dengan mesin kalkulator dan membawa harum nama sekolah.
Jika Adly adalah sosok ambisius yang dibenci sekolah, Aurelie justru kebalikannya. Aurelie disenangi banyak orang karena segala keramahannya. Setiap ada Aurelie pasti orang-orang langsung merasa gembira tak jarang ada cowok yang terpesona khususnya 'preman' sekolah yang gemar malak di kantin. Bisa dibilang mereka adalah fanboy Aurelie.
Bagi Airin sendiri, Aurelie ini definisi gadis sempurna; sudah pintar, cantik, punya banyak prestasi, ramah, berasal dari keluarga konglomerat pula.
"Baik anak-anak. Selamat datang di kelas sebelas satu. Perkenalkan nama Ibu Rahma, Ibu akan menjadi perwalian kalian selama satu semester ini. Jadi, kalau ada yang kalian butuhkan selama pembelajaran semester ini, Ibu adalah orang tepat yang harus kalian hubungi. Kalian mengerti?"
"Mengerti, Bu."
Bu Rahma tersenyum, "Bagus. Kalau begitu, sebagai pertemuan awal, kita akan memilih ketua kelas hari ini. Ada yang mau mengajukan diri?"
Airin dan hampir semua orang di kelas tau, siapa yang akan mengangkat tangannya untuk berada diposisi ketua kelas. Dan dalam hitungan detik pun, dugaan mereka terbukti benar.
Adly dan Aurelie.
"Okey, karena ada dua yang mengajukan diri, jadi kita pakai sistem voting aja ya?" tanya Bu Rahma. Seisi kelas mengangguk kompak.
Kecuali satu tangan yang terangkat lagi, membuat Bu Rahma mengernyit ke arah subjek tersebut.
"Ada apa, Airin Clark?"
"Saya ... juga mau mencalonkan diri, Bu," jawab Airin, yakin.
Dan sekarang semua atensi tertuju ke arahnya, membuat Airin kikuk sendiri. Pun halnya dengan Jessy di belakang yang mengerjap bingung, kemasukan apa nih anak?
Sementara di kelas sebelah, tepatnya di kelas 11-2. Pak Willy membalikkan tubuh menghadap anak-anak yang terpaku ke papan tulis. Melihat hasil voting ketua kelas mereka hari ini atas dua kandidat yang mencalonkan diri.
"Jadi, sudah ditentukan yah ketua kelas kita. Leonardo Alisatya. Dan karena Prity punya sepuluh suara, jadi dia yang akan jadi wakil ketua kelas. Semoga kedepannya kalian berdua bisa bekerja sama dengan baik."
Leon tersenyum, spontan melirik Prity yang berjarak dua bangku dari samping kanannya.
Siapa pun tau apa maksud senyum cowok itu. Senang. Tentu saja senang karena gadis pujaan hatinya menjadi bagian pengurus kelas sama sepertinya. Kalau seperti ini, Leon pasti bisa kembali mendekati Prity.
Arian yang duduk di belakang Leon mengikuti arah pandang sahabatnya.
Lagi-lagi ngeliatin Prity.
Sebenarnya, jika bicara tentang perasaan, Arian tak perlu ikut campur. Yang menjalani adalah pemilik hati dan Arian tak punya kuasa khusus untuk mengatur dengan siapa sahabatnya jatuh cinta.
Tapi, kalau orang itu Prity, entah kenapa Arian merasa kesal.
Tahun ajaran lalu, sempat beredar bahwa Leon menyukai Prity. Awal mula perasaan Leon ketika melihat Prity menolong Airin yang sempat dipalak preman sekolah alias kakak kelas, lalu akhirnya Prity mengajak duel satu lawan satu dan berhasil menumbangkan mereka.
Hebat sekali, bukan?
Karena selain jadi atlet renang, Prity juga salah satu atlet bela diri yang disegani di sekolah. Kekuatan karatenya bisa saja setara dengan Adly Nirlangga karena menurut catatan sekolah keduanya adalah satu-satunya murid yang bisa mengalahkan si preman sekolah.
Sejak saat itulah Leon menyukai Prity.
Leon pun selalu memperhatikan Prity, diam-diam mendekati dengan berbagai cara. Mengajaknya makan di kantin, belajar bersama, bertukar pikiran dan Prity tak pernah mempermasalahkan itu. Prity selalu menerima setiap ajakan Leon. Hingga ketika Leon menyatakan cintanya di depan umum, Prity menolaknya begitu saja.
Siapa yang mengira kalau Prity akan menolak Leon? Padahal gadis itu selalu terlihat dekat dengan Leon bahkan orang-orang mengira kalau mereka adalah pasangan yang sangat serasi di sekolah.
Itulah sebabnya Arian tidak menyukai Prity. Menurutnya Prity adalah tipikal gadis yang sok jual mahal dan pemberi harapan palsu. Suka menebar pesona tapi menipu perasaan sahabatnya.
Well, Arian selalu membenci gadis-gadis yang suka tebar pesona, sih. Termasuk Tuan Putri yang duduk di sebelah kanannya.
Percayalah, sekelas dengan Tuan Putri Sunny itu adalah sebuah kesialan bagi semua murid di sekolah. Karena kalau sampai bermasalah sedikit saja, maka bersiaplah untuk dikeluarkan dari sekolah. Mending sih kalau masih bisa pindah sekolah, kalau nomor induk siswa-nya dihapus, harus lari ke mana lagi?
Maka dari itu, mereka sepakat menganggap kalau bermasalah dengan Sunny sama dengan sial. Tak hanya untuk siswa-siswi di SMA Bintang Favorit. Pak Willy selaku perwaliannya pun tampak frustrasi karena harus punya anak didik yang bebas mengendalikan sekolah semaunya.
Sepertinya semester ini akan menjadi tantangan untuk kelasnya.
◽◽◽
"HAHAHAHA, kocak banget si anjir. Ngapain lu calonin diri jadi ketua kelas?" seru Arian.
Jam istirahat di mini market sekolah, Arian, Leon dan Airin tengah bertukar cerita sembari menikmati camilan kesukaan mereka. Dalam keadaan yang sudah pisah kelas, Airin jadi lebih sulit menemui mereka di jam istirahat. Ya kecuali menghubungi mereka lewat HP.
Airin menekuk wajah melihat Arian yang sudah ngakak. Ia tahu sih ceritanya ini akan menjadi bahan tertawaan Arian, secara Airin yang mereka kenal itu tidak suka dengan yang namanya ketua kelas.
"Emang kenapa? Nggak boleh gitu gue berkembang?" balas Airin.
"Dih berkembang? Bunga lu?" Arian membalas dengan sewot.
"Yan, nggak boleh gitu," sahut Leon.
Kalau Airin dan Arian sudah adu bacot seperti ini, Leon selalu jadi penengah mereka dan berada diposisi membela Airin. Leon nggak sadar aja kalau setiap dia membela Airin, gadis itu akan berbunga-bunga.
"Iya, iya. Nggak gitu," kata Arian pada akhirnya. Tawa mereda dan melirik Airin. "Gue heran aja. Dapat ilham dari mana lu sampe mau jadi ketua kelas?"
Airin balas melihat Arian lalu menunduk malu. "Nggak tau. Gue kesurupan kali."
Leon yang menyadari hal itu pun tersenyum, menyapu kepala Airin pelan dan menatap lekat matanya. "Nggak pa-pa, Rin. Seenggaknya lo udah berani angkat tangan 'kan?"
Mereka bersitatap.
Leon benar, kalau dipikir itu adalah pertama kalinya Airin berani mengangkat tangan walau hanya dalam konteks tidak penting. Gadis itu pasif, tidak terlalu mencolok dan tak ada juga yang mencolok darinya selain half-bun itu. Jadi suatu kebanggaan kalau sekali seumur hidup jadi seorang pelajar, Airin pernah mengangkat tangannya.
Lupakan tentang topik itu.
Yang lebih penting adalah bola mata yang saat ini bersirobok dengan Airin. Sial. Tatapan dalam itu selalu bisa membuat Airin terjebak dengan perasaan jatuhnya.
Jatuh hati.
Dan begitu saja jemari Leon terlepas, Airin tersadar dari halunya. Mencoba tersenyum riang.
"I—iya. Hm. Tuh liat, Yan. Leon aja mengakui perkembangan gue," seru Airin.
Arian hanya mengangguk malas dan asyik mengunyah ciki. "Trus antara Adly sama Aurelie, siapa yang jadi ketua kelas?"
Mendengar pertanyaan itu, Airin tersenyum centil. "Tebak siapa?"
Arian dan Leon mengernyit menatap gadis itu.
◽ TO BE CONTINUED ◽
chapt 3: Famous
coming soon! ⭐
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro