Delapan
Pomp It Up adalah sebuah game dimana pemainnya harus berdansa mengikuti gerakan-gerakan yang ditampilkan di layar monitor. Biasanya gerakan yang ditampilkan adalah gerakan dance ala-ala boyband Korea.
DAN ITU ADALAH PERMAINAN YANG PALING DIHINDARI URATA.
Kenapa?
Pertama, dia mageran. Pantes aja tingginya juga mager.
Kedua, Urata nggak bisa nari. Kaku banget kayak robot.
Makanya ketika Sakata menawarkan bermain Pomp It Up, Urata diam dulu. Mikir-mikir.
Tiba-tiba si Senra nyeletuk, "Ura-chan gak bisa main Pomp It Up. Gimana kalau gua yang gantiin dia?"
Urata langsung menyikut perut Senra, "Nyamber-nyamber aja lu kayak petir!"
Sakata menatap senpai cebolnya itu dengan seringaian, "Gak bisa main nih?"
Urata yang memiliki harga diri tinggi jelas terpicu karena merasa direndahkan, "Ya udah deh! Kita main itu Pomp It Up!"
Dasar gengsian.
***
Mesin Pomp It Up itu memang baru dipasang di game center kemarin sore. Sakata tentu senang bukan kepalang. Menari dan bergerak mengikuti irama musik adalah favoritnya.
Itu mengasyikkan!
Sama mengasyikkannya dengan memecahkan game puzzle atau menyelesaikan misi dalam game online.
Sakata dan Urata sudah berdiri di atas lantai arena Pomp It Up yang berwarna-warni dan terdapat banyak anak panah.
Permainan pun dimulai.
Pertama gerakan dilayar masih menggerakkan kepala ke kanan dan ke kiri. Mirip opening SKJ. Urata masih bisa mengikuti.
Hingga gerakan yang awalnya sesuai hitungan tiba-tiba menjadi makin cepat dan sulit diikuti.
Sakata bergerak semakin lincah. Urata kewalahan. Senra cekikikan di pinggir arena. Cowok pirang itu bahkan sengaja memvideokan dance battle tak imbang itu.
Dan seperti yang sudah diduga, Urata kalah di ronde pertama. Begitu pula dengan yang ronde kedua.
Urata kalah.
Urata pun emosi.
Makin emosi lagi ketika melihat Senra cekikikan nonton video rekamannya dan Sakata yang (sok) menempelkan telunjuk di dagu. Sok berfikir mau minta apa karena memang taruhan.
"Kamu mau apa? Buruan!" seru Urata, "Mau belajarnya diilangin? Gak apa-apa..."
Dalam hati Urata berujar, "Besok gua harus minta maaf ke Pak T nih... Gua gagal mengemban amanah beliau untuk mengajari itu bocah satu..."
Emang ya amanah itu hal terberat di dunia ini :(
Sakata berseru, "Sudah kuputuskan!"
Ya udah, buru diucapin atuh...
Pemuda berambut merah itu menatap Urata dalam sedalam palung terdalam di dunia yang author lupa namanya. "Ajari aku belajar."
Hening...
"Hah?"
Urata cengo. Pemuda tanuki itu segera mengorek telinganya dengan kelingking, takut dirinya salah dengar.
***
Mari kita fleshbek sejenak.
Beberapa saat setelah bel pulang berbunyi. Tepatnya ketika anak OSIS sedang rapat gabungan dengan anak Pramuka, Sakata yang tidak mau belajar sibuk celingak-celinguk di depan kelasnya.
"Kenapa lu?" tanya Mafumafu yang heran dengan tingkah sahabatnya.
Sakata menoleh, "Liat si Urata gak?"
"Urata?"
"Yang tadi pas istirahat nyamperin gua."
"Oh itu..." Mafu ngangguk-ngangguk, "Nggak liat. Lagian kenapa? Bukannya lu diajak doi ke game center ya?"
"Gua curiga kalo tujuannya itu biar gua belajar," Sakata menggeram. Mukanya kesal sekesal dia yang bentar lagi chicken dinner tapi malah modar gara-gara granat di tangan meledak karena udah lebih dari tujuh detik.
"Ya udah gapapa sih lu belajar. Setidaknya pacaran lu bermanfaat," kata Mafu ngaco.
Dan pemuda albino itu langsung mendapat jitakan keras di kepala.
Sakata kembali mengawasi sekitar.
Tak ada tanda-tanda kehadiran kakel cebol itu setelah ia memelototi seisi koridor.
Kan Urata itu pende, jadinya kan dia harus teliti. Takutnya doi gak keliatan, terus tiba-tiba muncul di depan mata kayak Kuroko.
Kan ngagetin...
Sakata mengeratkan tas, bersiap lari pulang untuk bertemu PS4 kesayangan.
Ia dia holkay ceritanya.
Xbox aja dia punya :(
Ketika baru saja pemuda merah itu melesat keluar kelas, ia tak sengaja menabrak seseorang. Menyebabkan kertas-kertas yang dibawa orang itu berhamburan. Sakata buru-buru minta maaf dan segera membantu memunguti kertas yang dibawa orang itu.
Sakata anak yang tau diri.
Meski dia sering keluar-masuk ruang sang Terminator alias guru BK, tapi Sakata tetap mengerti kata tanggung jawab.
Eaaaa...
"Maaf," ucap Sakata lagi sembari (masih) membantu memunguti kertas-kertas yang tercecer di lantai.
Layaknya adegan standar di film-film romansa komedi, tangan Sakata tak sengaja menyentuh tangan orang yang ia tabrak.
Membuat keduanya saling bertatapan.
Sakata tersentak. Segera ia menarik kembali tangannya. Jantungnya berdentum kencang.
Apakah ia jatuh cinta?
Tentu saja....
TENTU SAJA TIDAK KAWANKU!!!
Sakata baru menyadari kalau orang yang ditabraknya tadi itu guru IPA-nya sendiri, Pak Tomohisa Sako a.ka Pak T!!!
Sakata doki-doki karena takut kena marah.
Untung aja Pak T orangnya cinta damai. Orang-orang di sekitarnya aja yang suka ngajak gelud.
"MAAF PAK!!" refleks Sakata minta maaf lagi. Kali ini dengan nada yang jauh dari kata nyelow.
"Ah nggak apa-apa, lain kali hati-hati," ujar Pak T lembut, "Kamu kenapa? Kayak buru-buru gitu. Mau belajar bareng Urata?"
"Eh, iya..." gumam Sakata berbohong.
Malaikat Atid pun sudah mencatat dosanya tersebut :)
Pak T manggut-manggut sambil masih beresin kertas-kertas, "Bagus itu. Kamu harus belajar yang rajin. Jangan sampai ngerepotin Urata. Dia itu sudah kelas tiga. Dia juga anggota OSIS. Sebentar lagi dia ada event, makanya dia pasti sibuk sekali. Apalagi dengan kondisi keluarganya yang seperti itu. Kau harus bersyukur dia mau mengajarimu."
Pak T berceloteh panjang kali lebar.
"Eh? Kondisi keluarga?" Sakata salfok.
"Ah... Rumornya tersebar di sekolah. Katanya sih..."
"Urata broken home."
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro