Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 3 - Perpisahan

Perutku berbunyi nyaring, ternyata sekarang sudah jam 10.00 pagi. Wajar saja perutku lapar. Aku bangkit dari posisi duduk, dan berjalan menuju ke meja makanan yang terletak di sisi belakang ruangan.

Aku terpaku saat menatap snack mie tumis yang ada di dalam wadah plastik biru bening. Aku mengambilnya satu dan kembali ke mejaku.

Air mataku menetes. Mie tumis ini menjadi snack terakhirku di rumah sakit Lita Armalia. Aku masih ingat snack pertamaku saat masuk kerja mie tumis juga. Mie tumis menjadi snack yang paling aku sukai di rumah sakit Lita Armalia, selain pisang goreng.

Aku memakannya dengan lahap dan mengingat setiap rasanya. Karena aku tahu ke depannya tak akan mungkin makan snack mie tumis buatan koki dapur rumah sakit lagi.

***

Dokter Felly sengaja memesan nasi bungkus dendeng sapi untuk makan siang terakhir di rumah sakit, dia tahu sekali kalau aku sangat suka dengan dendeng sapi.

"Ter, terima kasih nasi bungkusnya," ujarku tulus sambil tersenyum.

"Ya, sama-sama. Lun, walaupun kita ke depannya sudah ngga lagi satu ruangan kerja lagi. Jangan sungkan untuk chat aku jika perlu bantuan." Mata sipit dokter Felly terlihat berair, dia menahan tangisannya.

"Pasti Ter, aku pasti akan sering-sering chat dokter," jawabku. Melihat sudut mata dokter Felly yang berair membuatku bertambah sedih.

"Aluna, jam berapa kamu mau ke SDM?" tanya Mbak Falisha, menatapku dengan raut wajah biasa.

Aku berbalik dan menoleh ke Mbak Falisha. "Jam 13.00, Mbak."

"Oh, pas lah itu. Nanti jangan lupa juga bawa juga rekening," ingat Mbak Falisha.

"Rekening juga dibawa Mbak?" tanyaku yang kebingungan.

"Yang dokter Anton kemarin bawa fotocopy rekening. Daripada, kamu bolak-balik 'kan," jelas Mbak Falisha.

"Iya, benar Mbak."

Setelah makan siang, aku mengambil barang-barang yang akan aku kembalikan ke SDM. Aku izin terlebih dahulu sebelum ke ruangan SDM. Dalam perjalanan menuju ke ruangan SDM yang letaknya paling ujung, aku menyempatkan untuk berhenti sebentar di pinggir jalan. Aku memoto id card, buku kartu berobat yang sama sekali belum pernah kupakai, dan buku tata tertib karyawan menjadikannya sebagai kenang-kenangan di masa depan.

"Aku masih ngga percaya, aku ngga diangkat sebagai karyawan tetap," ujarku meringis, menatap id card yang menampilkan fotoku dan NIP karyawan.

"Padahal aku berharap foto id cardku bisa berganti menjadi foto aku memakai seragam karyawan dengan senyuman. Harapan itu tinggal harapan saja," ujarku tersenyum kecut.

"Hey, pecundang, kamu sudah merasakan akibatnya 'kan karena telah berani melawanku?" Tiba-tiba suara seorang gadis memecahkan lamunanku. Aku segera mendongak dan menatap seorang gadis yang berdiri dengan angkuh dan sombong.

"Hahaha, kenapa? Apa kamu sedih sekarang? Kamu menyesal telah mencari masalah denganku." Kata-kata itu terdengar sangat sombong dan merendahkanku.

"Harusnya kamu itu tahu diri dong. Sudah miskin, banyak gaya pula!" ujarnya dengan kasar sambil mendorongku. Untung saja, aku bisa menjaga keseimbangan agar tidak jatuh.

"Ternyata benar, kamu memang biang keladinya! Jangan mentang-mentang kamu keponakan Pak Dimas, kamu bisa seenaknya aja pada orang lain."

"Kamu tunggu aja, karma akan berlaku ke depannya," sambungku geram. Kemarahan menguasai diriku, terutama aku melihat wajah gadis sialan itu yang mengejek dan merendahkanku.

Mbak Elsa tertawa geli, seraya menunjukku dengan jarinya. "Aluna, Aluna sampai saat ini pun kamu masih ngga mengerti! Aku selamanya akan berada di atas, sedangkan kamu selamanya akan berada di bawah."

"Kamu jangan pernah bermimpi suatu saat nanti menjadi phoenix, karena kamu selamanya hanyalah ayam liar yang mengais tanah untuk mencari butiran uang. Sedangkan aku adalah phoenix, orang yang dihormati dan disegani."

"Siapa yang ngga tau jika direktur SDM adalah pamanku. Dan perlu kamu tau juga, bahwa keluargaku memiliki paling banyak jumlah kepemilikan saham investasi di rumah sakit ini. Jadi, secara ngga langsung rumah sakit ini juga milikku. Dan kamu hanyalah sampah yang ngga berguna!" Setiap kalimat yang diucapkan oleh Mbak Elsa menusuk hatiku dan seakan menghancurkan ragaku.

Aku tersenyum simpul, kemudian menatap Mbak Elsa dengan berani. "Untuk saat ini, kamu masih bisa sombong dan angkuh. Ke depannya ngga ada yang tahu, apakah kondisi ekonomi keluargamu akan tetap berjaya atau mungkin akan terpuruk. Kamu jangan terlalu sombong!" jawabku tanpa rasa takut. Apalagi sekarang, aku sudah tidak ada kaitan lagi dengan rumah sakit Lita Armalia.

"Kamu, kamu! Beraninya mengutuk keluargaku! Kamu yang tak tahu malu." Setelah mengatakan itu, Elsa memutuskan untuk pergi sambil menghentakkan kaki dengan kesal dan marah.

Aku menarik napas, lalu mengembuskannya. "Sabar, Aluna menghadapi orang gila macam Mbak Elsa."

***

Setelah urusanku dengan SDM selesai, aku kembali ke ruanganku yang ada di lantai tujuh. Aku sedikit merasa senang karena rumah sakit akan memberikanku pesangon yang senilai satu kali gaji. Uang itu akan aku simpan dengan baik sebelum mendapatkan pekerjaan yang baru.

Ternyata rekan-rekan kerjaku telah menungguku. Mereka telah duduk melingkar di dalam ruangan kantor.

"Duduklah Luna," ujar dokter Mey. Aku menarik tempat dudukku dan bergabung.

Dokter Mey mulai membuka acara perpisahan sederhanaku. Wanita beranak dua itu mulai berbicara. "Dokter Felly, Sasa, dan Falisha. Seperti yang kita ketahui, kalau hari ini adalah hari terakhir Aluna bekerja di sini karena masa magangnya selama satu tahun sudah berakhir." Semua orang mengangguk mengerti dan mendengarkan dengan baik.

"Aku sebagai kepala bagian casemix mengucapkan banyak terima kasih kepada Aluna selama satu tahun ini telah bekerja dengan baik. Dan juga, aku minta maaf jika ada kesalahan ucapan di dalam proses pekerjaan, karena semua itu demi kelancaran pekerjaan. Dan juga, setiap pengalaman yang terjadi di sini ambillah nilai positifnya, nilai negatifnya dibuang."

"Sudah itu saja, dokter Felly ada yang mau ditambahkan? Karena dokter Felly yang paling dekat dengan Aluna. Itu lihat saja matanya sudah merah habis nangis." Dokter Mey menatap dokter Felly yang duduk bersebrangan dengannya.

Dokter Felly berusaha untuk tersenyum walaupun hatinya ikut hancur dan terluka. "Aluna, aku juga ingin mengucapkan terima kasih karena sudah bekerja keras selama di sini. Mungkin aku pernah berbuat salah atau mungkin tak sengaja menyinggung aku minta maaf. Aku.... " Dokter Felly tak sanggup untuk melanjutkan kata-katanya dia memeluk Aluna dengan erat.

"Aluna, jaga diri baik-baik, ya setelah di luar sana. Ingat juga, makan harus teratur jangan sampai kena sakit lambung lagi," pesan dokter Felly setelah mengurai pelukannya dan menatapku dengan matanya yang sembab.

"Ya, Ter. Aku pasti akan selalu ingat apa pesan dokter Felly." Air mata Aluna turun lagi tanpa bisa dia kontrol. Namun segera kuhapus.

"Mbak Sasa sebagai kakak tertua ada yang ingin disampaikan?" tanya dokter Mey.

Ekspresi Mbak Sasa seperti kemarin, biasa saja. "Aku hanya ingin mengatakan. Aluna, ke depannya sikap kamu harus lebih baik jangan sembarangan mencari masalah. Dan juga jaga diri."

Aku mengangguk mengiakan perkataan Mbak Sasa. Dari kalimatnya Mbak Sasa terdengar seperti dia sedang menyalahkanku. Okay, baiklah aku terima karena tidak enak jika aku berbuat keributan di hari terakhir aku bekerja.

Sekarang giliran Mbak Falisha yang berbicara. "Aluna, kamu tetap semangat, ya! Karena aku yakin, kamu pasti akan cepat dapat kerja lagi."

"Terima kasih, Mbak Falisha. Semoga saja seperti yang Mbak katakan."

Acara perpisahan sederhana ini ditutup dengan beberapa kali foto bersama. Jam sudah menunjukkan pukul 14.30, waktunya untuk pulang. Aku membereskan semua barang-barangku yang ada di dalam laci dan memasukkannya ke dalam tasku.

Sebelum pulang, aku melambaikan tangan kepada semua rekan-rekan kerjaku dengan senyuman manis. Aku ingin membuat kesan terakhir yang baik dan ceria. Sekali lagi, aku pandangi setiap sudut ruangan kantor yang selama ini menjadi tempatku bekerja selama satu tahun ini.

Selamat tinggal semuanya! Pertemuan kita berakhir sampai di sini. Dapatkah aku berharap kita bisa bertemu kembali di saat yang lebih baik?

Aku melangkahkan kaki berjalan menjauhi ruangan kantor. Aku menaiki lift khusus karyawan untuk terakhir kalinya. Saat aku melihat beberapa karyawan rumah sakit yang sedang melakukan fingerprint untuk mengisi presensi pulang, aku lagi-lagi meringis sedih.

Aku sekarang tak perlu lagi fingerprint. Aku fingerprint terakhir tadi pagi. Untuk kesekian kalinya rasa sesak memenuhi rongga dadaku.

❤❤❤

Hai, guys, apa kalian bisa tebak apa yang akan terjadi selanjutnya?

See you next chapter❤❤❤

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro