Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 1 - Harapan Patah

Pov Aluna

Beberapa saat yang lalu aku dipanggil oleh kepala bagian ke ruangan kantornya yang letaknya tidak jauh dari lokasi ruangan kantorku. Aku tahu tujuan aku dipanggil ke ruangan dokter Mey adalah mengenai aku diangkat jadi karyawan tetap atau tidak. Perasaan campur aduk menjalar di hatiku.

"Aku harus berpikir positif!" ujarku pada diriku sendiri, berharap kata-kata itu bisa menguatkan hatiku.

Aku menarik napas dalam sebelum mengetuk pintu ruangan yang ada di hadapanku ini. Setelah ada sahutan dari dalam, barulah aku berani berjalan masuk ke dalam ruangan.

Terlihat Ibu Mey sedang duduk di meja kerjanya. Tatapan matanya seperti biasa saat menatapku. Rambutnya hitam pendek sebatas bahu. Kacamata ping bertengger di hidungnya. Baju kemeja biru muda terbalut jas dokter putih membalut tubuhnya yang berisi.

"Luna, silakan duduk," katanya mempersilakan.

Aku menurut, duduk di kursi yang kosong yang berhadapan langsung dengan dokter Mey.

Dengan gerakan perlahan dokter Mey mengambil amplop surat dari dalam laci, kemudian meletakkannya ke atas meja. "Kamu baca sendiri aja, Luna."

Aku mengambil amplop surat tersebut yang sepertinya sudah dibuka oleh dokter Mey karena ada bekas staples. Aku mengambil selembar surat yang ada di dalamnya, kemudian membacanya dengan seksama dan pelan-pelan takut terlewat satu kata pun di dalamnya.

Napasku tercekat saat membaca kalimat yang isinya ucapan terima kasih telah menyelesaikan magang selama satu tahun, pihak sdm meminta aku untuk mengembalikan id card, kartu berobat dan buku tata tertib karyawan.

"Luna, kamu tahu artinya apa?" tanya dokter Mey membuatku mendongak menatapnya.

"Aku ngga diangkat jadi karyawan tetap, Ter?" kataku pelan.

Dokter Mey mengangguk. "Iya, kamu ngga diangkat jadi karyawan tetap. Aku sudah berusaha untuk membujuk orang sdm untuk mempertahankanmu agar tetap di sini, tetapi pihak sdm menolak." Raut wajahnya seketika berubah menjadi sendu. Aku tahu, dokter Mey telah berusaha namun keputusan tetap berada di pihak sdm.

Seketika saat itu juga, aku merasakan duniaku seakan runtuh. Dadaku terasa sesak. Setiap napas yang kutarik terasa berat.

"Mengapa bisa begini, Ter?" Aku tak dapat lagi menahan air mata yang sejak tadi kutahan. Cairan bening mengalir di kedua pipiku.

"Itu karena kamu pernah bertengkar dengan keponakan dari direktur HRD, Lun. Aku tahu posisi kamu saat itu ngga salah, tetapi apa daya dia punya kuasa yang lebih tinggi," jelas dokter Mey.

Ya, aku ingat siapa keponakan direktur HRD yang sempat bertengkar denganku. Namanya Elsa Eliana. Jujur, aku di sini merasa tidak diperlakukan dengan adil.
Aku bertengkar dengannya karena masalah yang sepele.

Mentang-mentang dia lebih tua dariku lima tahun dan keponakan direktur HRD seenaknya saja membuatku tidak dianggkat jadi karyawan tetap. Aku benci Elsa! Lebih benci lagi dengan direktur HRD yang bernama Dimas Aditya itu, seenaknya saja memainkan kekuasaannya untuk menekan yang lemah.

Aku menghapus air mata yang terus mengalir di kedua pipiku. "Baiklah, Ter terima kasih, aku permisi."

"Ya, Aluna."

Aku menyimpan amplop surat itu di dalam saku rokku yang hanya sebatas lutut. Tubuhku lemas dan hampir tidak bertenaga saat berjalan keluar ruangan menuju ke ruanganku sendiri. Kebetulan, semua rekan kerjaku yang lain sudah pulang semua karena memang sudah waktunya pulang.

Aku duduk di mejaku yang berada paling ujung, menatap layar komputer yang berisi kata-kata dengan tidak semangat. Padahal, tadi pagi aku sangat bersemangat untuk menyelesaikan pekerjaanku sebagai koder. Bahkan, tadi pagi aku memiliki target setelah diangkat menjadi karyawan tetap, aku akan menyelesaikan 130 berkas setiap harinya agar lebih cepat menaikkan tagihan ke BPJS. Apa yang ingin aku lakukan dan rencanaku hilang sudah, pupus sudah harapanku untuk mendapatkan THR yang satu bulan lagi akan aku dapatkan.

Padahal, aku sudah memiliki rencana ingin membelikan ayahku motor second agar ayah tidak memakai motor lama yang sering mogok itu. Aku juga memiliki rencana ingin kredit kpr rumah setelah diangkat menjadi karyawan tetap, kami selama bertahun-tahun ini tinggal di rumah nenek. Nenek, dan saudara mama sering sekali mengusir kami agar pindah dari rumah. Mereka juga sering sekali menghina papaku, mamaku, dan juga aku.

Ya Tuhan, sekarang aku harus bagaimana? Semua rencana yang sudah lama aku susun, semuanya hancur karena Elsa.

Apa yang akan aku katakan kepada kedua orang tuaku? Aku ngga ingin membuat mereka sedih.

Apa aku diam saja? Atau aku katakan yang sejujurnya saja kalau aku ngga diangkat jadi karyawan tetap? Aku bingung sekali.

Aku masih lima hari lagi bekerja di sini, di rumah sakit Lita Armalia. Sudahlah, aku akan pikirkan lagi bagaimana caranya.

***

"Eh, anak mama sudah pulang rupanya?" sapa mamaku dengan senyumannya yang ceria.

Aku balas tersenyum ceria. Aku tidak ingin mamaku mengetahui jika aku mendapatkan berita buruk. "Iya, Ma. Mama masak apa hari ini? Aku lagi pengen makan sambal ikan teri, Ma," ujarku sambil meletakkan tas hijau tuaku di dalam kamarku.

"Mama tahu kalau Luna ingin makan sambal ikan teri. Karena mama dan anak memiliki kontak batin."

"Oh, mama masak sambal ikan teri, ya?" kataku semangat.

"Gantilah baju dulu. Sudah itu, kita makan bersama." Aku mengangguk patuh.

Setelah mengganti pakaian kerja dengan baju kaos polos hijau dan celana panjang kulot hitam, aku berjalan menuju ke dapur. Di sana, di atas meja sudah tersedia nasi, lauk sederhana, dan sayur bayam bening.

Aku duduk berhadapan dengan mamaku.

"Sudah gadis, tapi masih ngga bisa masak. Masih minta diurusin sama orang tua," ujar nenekku pedas, lagi-lagi dia menyindirku. Tatapan mata wanita tua yang rambutnya sudah beruban itu menatapku tidak suka dan benci.

Mengapa aku selalu dihina dan dikatain seperti itu? Padahal bibiku yang paling bungsu juga ngga bisa masak, tetapi mengapa aku selalu dihina, batinku merasa sedih.

"Luna sayang, sudah ngga usah dengerin apa kata nenekmu itu. Dia itu iri. Makanlah, mama tahu kamu sudah lapar," ujar mama menyadarkanku dari lamunanku.

"Ma, aku makan di dalam kamar aja," putusku akhirnya. Makan di luar, aku merasa tidak aman dan merasa diawasi terus.

"Okey, Mama bawa lauk, sayur ke dalam kamar, ya." Aku mengangguk, aku membantu membawa peralatan makan dan nasi.

"Luna, selama kita tinggal di rumah nenekmu kita harus banyak bersabar. Karena kita numpang di rumah orang," ujar mama di sela-sela makan.

"Iya, Ma," jawabku, lalu mengunyah nasi beserta lauk dan sayur.

"Gimana Lun, kamu sudah dapat informasi dari rumah sakit kalau sudah diangkat sebagai karyawan tetap?" tanya mama dengan wajah yang penuh harapan.

Deg, jantungku berdetak dengan kencang. Pertanyaan ini, bagaimana cara aku untuk menjawabnya?

❤❤❤

Hai, hai, hai gimana pembukaannya? Kalian pernah ngga sih di posisinya Aluna, pengen banget jadi karyawan tetap, tetapi dipatahkan oleh kenyataan?

See you next chapter guys...


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro