Tattletale - 4 - Si Dungu Nomor Dua
"God! Apakah kau tidak bisa langsung memakai pakaian begitu berubah kembali menjadi manusia?!" Codru berteriak lantang dan ia bisa menduga kalau Serghei tidak juga menutupi tubuhnya hingga pria itu tiba di hadapan Codru yang langsung mengamuk.
Itu cue-nya untuk kabur dan bertukar tempat dengan Marius yang makin hari makin senewen dan tangan pria itu sudah berada di leher beberapa prajurit secara bergantian saking kesalnya lalu dibanting ke tanah hingga debu-debu berterbangan, memenuhi udara.
"Kau hanya tinggal membuat api ketimbang menyusahkan diri dengan mencekik mereka dan menghabiskan tenaga, Marius."
"Kau lebih parah dariku, Bel. Terakhir kali kau melatih mereka, lebih dari sepuluh orang cidera dan tidak dapat berlatih selama seminggu penuh."
Abel mengangkat bahunya sekali, "Bukan salahku kalau mereka belum dapat mengatur kekuatannya sendiri atau masih lambat untuk bergerak."
Marius mengdengkus kencang, meliriknya sekilas dengan tirai mata yang tertutup setengah. Membuatnya kesal bukan main karena tahu kalau tatapan otu adalah tatapan meremehkan Marius. "Saat pertama Codru mengubahmu juga tidak lebih baik, Bel."
"I beg to differ, Codru mengatakan kalau kau yang terpayah di antara kita berdua."
Pria dengan rambut low fade itu tertawa terbahak-bahak. "Si brengsek satu itu akan mengatakan apa pun untuk membuat lawan bicara senang. Dengan begitu kau akan dengan senang hati latihan gila-gilaan dan melakukan tugas darinya."
Sialan. Marius ada benarnya. Tidak ada gunanya mempercayai apa yang Codru katakan, jika pria itu memiliki suatu maksud dan tujuan. Codru adalah strategic thinker dan manipulator kelas wahid yang pernah dikenalnya. Dan seharusnya ia paling paham untuk tidak menalan bulat-bulat pujian dari pria itu.
Abel berdeham dan mengganti topik pembicaraan mereka. "Kau yang berjaga di atas." Katanya mengungkapkan maksud dan tujuannya langsung.
"No can do." Tolak pria itu cepat. "Kau masih bertugas di atas sana sampai lusa dan aku tidak mau mati bosan saat bisa bersenang-senang di bawah sini." Tangan kanan Marius menunjuk pada lapangan yang dipenuhi oleh para prajurit yang kini sudah terkapar semua. Dan masih berani-beraninya pria ini mengatakan melatih mereka dengan lebih berperikemanusiaan.
"Ayolah, aku perlu mergangkan otot-ototku yang kaku."
"Pilih lawan yang setara, Bel. Kalau melawan mereka kau hanya berakhir sebagai perundung."
Mata Abel memicing, ingin menaruh cermin yang besar di hadapan pria itu. Dari segi kekejaman, Marius berada satu tingkat di bawah Codru. Mungkin karena kedua orang itu sudah lama bersama hingga Marius tercemar dengan kelicikan Codru.
Tapi, apa yang Marius katakan benar juga, meskipun ia tidak mau mengakuinya. Jika melawan para anak baru ini, ia hanya akan menghabiskan energi, tapi tidak puas. Matanya menyusuri tubuh Marius dari atas kepala hingga ke kakinya yang tertutupi sepatu.
"Kalau begitu, bagaimana kalau kita sparing?"
Marius menyeringai, alis tebalnya terangkat tinggi dengan binar mengejek. "Kau mau kalah lagi? Apa yang terakhir tidak cukup?"
Alisnya kini hampir menyatu, "Apa kau lupa ingatan atau kepalamu cidera parah karena trauma? Kau yang terakhir kali kalah dan terkapar di lantai."
"Delusional."
Abel menggelengkan kepala, "Kepalamu sepertinya memang trauma berat." Desisnya tidak mau kalah.
Seringai Marius semakin lebar dan pria itu kini menepuk kedua tangannya kencang. Menarik perhatian para anak baru yang kini sudah memerhatikan mereka.
"Apa yang bisa aku dapatkan jika memenangkan pertarungan ini?" tanya Marius dan Abel tahu kalau rencananya berhasil.
"Aku akan berjaga dari menara selama satu hulan penuh, kalau kau menang." ujarnya yang dilancut berdecih, menandakan kalau hal itu adalah sesuatu yang tidak mungkin akan terjadi.
"Dan jika kalah, aku akan berjaga dari menara selama sebulan penuh?"
Abel menganggukkan kepalanya tegas. Tahu kalau Marius tidak akan mau bertukar dengannya sehingga ini adalah pancingan yang pancingan tepat agar Marius mau menyetujuinya. Tidak ada yang gratis bagi Marius dan pria itu bukan tipe yang akan bermurah hati pada siapa pun.
"Kalau kalian mau melihat bagaimana caranya bertarung, kalian bisa melihat apa yang kami berdua lakukan sekarang." Teriaknya kencang. "Dan kau bisa menikmati kekalahan di depan banyak orang." Lanjut pria itu dengan berbisik sehingga hanya dapat didengar olehnya. Kedua tangannta menggosok satu sama lain sebelum dikeretakkan dengan bunyi yang nyaring.
Abel memutar bola matanya melihat tingkah Marius yang kini sudah seperti petarung padahal tubuhnya jauh dari Dacian. Marius dapat mengandalkan kelincahannya karena tubuhnya tidak besar. Sehingga apa pun yang pria itu lakukan tidak dapat mengintimidasinya. Ia hanya perlu bersiap dengan serangan kencang yang akan pria itu luncurkan dan memang menjadi kelebihannya.
"Ladies first." Ejek Marius untuk memantik emosinya dan berhasil.
I'm gonna tear down this sexist b*tch.
5/11/21
Jangan lupa vote, komen dan follow akun WP ini + IG @akudadodado yaaw.Thank you :) 🌟
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro