Bagian 14
Samingun menyusul rebah di lincak bambu itu. Suaranya menderit sakit. Raungan kemiskinan yang akut. Miskin sebagai konsekuensi profesinya sebagai penjudi. Terakhir ia kalah bertaruh pemilihan Lurah Sindang Sari. Ia memeluk istrinya dengan mesra.
"Bau sapi, Kangmas."
"Bercinta, kita?"
"Enggak ah. Kangmas, bau sapi begitu."
Samingun tidak mengindahkan penolakan istrinya, ia tetap mencumbu istrinya dengan dengus yang mirip sapi jantan. Sebentar saja istrinya sudah berhasil ia lucuti gaun tidurnya. Tubuh istrinya yang sudah seperti bayi itu ia sergap dengan hikmat. Lenguh manja istrinya sekarat, seperti bunyi derit lincak bambu itu. Pada puncak ritual mengadu kelamin itu Samingun ingin menghunjamkan belatinya sampai ke dasar kelamin istrinya. Ketika Samingun melolong panjang sambil menekan bokongnya, lincak bambu itu ambruk. Brrrrrrrk! Keduanya terjerembab di tanah, kolong lincak itu.
"Sial!" pekik Samingun.
"Kangmas sudah mucrat to?"
"Bareng lincak ambruk tadi, sayang."
"Hihihi...." mereka menertawakan kemiskinan yang akut itu.
Esoknya setelah keduanya mandi junub, mereka bertemu di meja makan juga dari bambu. Bambu yang sudah kurapan, jamuran, dan lapuk.
"Mak, ini uang belanja."
"Dapat dari mana, Kangmas?"
"Kerja semalam."
"Maling sapi sama Tumin?"
"Iya, sayang."
"Jangan kamu nafkahi aku dari uang merampas hak orang, Kangmas."
"Apa bedanya dengan dari hasilku berjudi."
"Berjudi tidak merampas hak orang, meski itu juga haram."
"Uang ini?"
"Terserah kamu, Kangmas. Aku masih ada uang dari upah buruh tandur padi di sawah."
Samingun kembali memasukkan uang dua juta hasil maling sapi semalam, ke dalam saku celananya. Mereka menikmati hidangan sarapan tiwul goreng pedas, lalap jengkol tua yang baunya sangat menyengat.
Sebulan sebelum pergelaran "Tarian Dari Surga" yang sudah memesan tiket pertunjukan mencapai limaratus orang. Hampir semua dari mancanegara. Persiapan sudah dilakukan dengan matang oleh lima pemuda progresif. Mulai dari manajemen pertunjukan, penginapan untuk para penonton, dan setting tempat pertunjukan.
Nuansa naturalis akan diusung mereka. Pertunjukan direncakan di tengah sawah yang baru selesai di panen. Panggung kecil berukuran empat kali empat meter dengan kain putih transparan menutupi semua arah panggung. Pertunjukan dilakukan menjelang fajar, dengan latar matahari yang akan timbul dari horizon Timur. Musik pengiringnya adalah dangdut koplo kesukaan Markenes yang sedang tranding saat ini.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro