Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

tiga puluh lima : Batal

Pagi itu Raka masih mengenakan kemeja kemarin siang, ia bergabung di meja makan dengan wajah kusut. Masalah terlalu kompak datang padanya.

Kiera berdehem, menyiapkan sarapan untuk anak sulungnya. "Makan dulu, Ka." Ia tahu Raka pulang larut dan mungkin tak sempat mengisi perutnya.

Bian melirik Kiera, memberi kode pada istrinya untuk bertanya pada Raka. Sementara Arlan hanya diam menikmati sarapannya.

"Kamu nggak masuk hari ini? Udah izin sama om Petra? Kapan mau pulang?" tanya Kiera.

"Raka mau adopsi Sabrina," ungkap Raka tanpa repot-repot menjawab pertanya ibunya.

Aktivitas mereka terhenti. Bian bahkan menurunkan iPad dari pandangannya, menatap anak sulungnya dengan raut tak mengerti.

"Anak Errash dengan selingkuhannya," sambung Raka.

Bian menggebrak meja makan. "Jangan main-main kamu, Raka."

"Raka nggak main-main, Pi. Bagaimana pun juga dia anak Errash, dan butuh orang tua."

"Dan kamu tidak memiliki tanggung jawab untuk itu," ujar Bian dengan dingin.

Kiera mengusap punggung tangan Bian. "Tenang, Pi."

"Setuju atau nggak, Raka akan tetap mengadopsi Sabrina."

"Kamu nggak bisa pakai otak dengan benar?" tanya Bian. "Anak itu hasil perselingkuhan, Raka! Dengan kamu mengadopsi anak itu saja sudah nggak menghargai Sesha dan keluarganya! Apa kamu nggak memikirkan perasaan mereka?!"

"Pi..."

"Masalah kamu udah banyak! Nggak usah nambah-nambah lagi."

"Pi, Sesha mau merawat anak itu. Dia juga mau merawat Sabrina!" bantah Raka.

"Lalu apa hak kamu sampai ikut merawat anak itu?! Kamu nggak lihat Om dan Tante-mu marah besar kemarin?! Jangan membuat keluarga kita hancur hanya karena Errash! Lelaki brengsek itu sengaja meninggalkan masalahnya!"

"Pi, udah." Kiera meremat jemari suaminya, berusaha menenangkan.

"Jangan ikut campur masalah orang lain." Setelah mengatakan itu, Bian beranjak dari kursinya hingga menimbulkan bunyi deritan cukup keras. Meninggalkan keheningan itu dengan membawa sisa pekerjaan bersamanya.

Kiera menatap anak sulungnya. "Ka, papimu nggak pernah semarah itu."

"Raka tahu, Mi. Raka tahu kalian nggak akan setuju. Tapi Raka nggak bisa ngebiarin anak itu jadi korban atas kesalah orang tuanya. Sesha bahkan setuju merawat Sabrina," ucap Raka dengan nada yakin.

"Terus gimana sama Shaluna? Kamu juga udah putus sama Rissa kan?"

Raka membuang napasnya kasar, ia mengangguk. Walaupun kenyataannya Rissa masih belum bisa dihubungi.

"Jangan buat keluarga kita kecewa."

Raka mengangguk. "Nanti malam. Raka mau ketemu Shaluna nanti malam."

Senyum di wajah Kiera mengembang. "Mami percaya sama kamu."

Pria itu tersenyum tipis. Langkahnya sudah benar.

"Lan, habisin sarapannya. Mami mau telepon Tante Citra dulu," katanya pada Arlan yang masih melanjutkan sarapannya.

Dengan senyum hangatnya, lelaki berseragam SMP itu mengangguk.

"Lo jangan jadi brengsek kayak gue," ujar Raka pada adiknya.

Arlan mengangguk lagi. "Nggak akan."

🍩

Raka sibuk dengan ponselnya saat Shaluna datang pada dinner pertama mereka. Wanita itu masih sama seperti saat pertama kali mereka bertemu. Terlihat hangat dan elegan dengan balutan dress putih berpotongan sabrina yang membalut tubuh cantiknya. Kaki jenjangnya yang dilapisi heels silver membuat Raka sedikit memuji keindahan di depannya. 

Shaluna duduk di depan Raka, tanpa repot-repot pria itu persilakan. "Belum pesan makanan?" tanyanya.

"Belum." Raka memanggil pramusaji, kemudian memesan makanan seadanya. Sebenarnya ia sudah mengganjal perutnya tadi sore di TARAKA'S Bakery.

"Aku cukup kaget kak Raka inisiatif ngajak dinner," ungkapnya.

Raka tergelak. "Jangan ge-er dulu, bocah. Lo akan membenci gue setelah tahu tujuan gue ngajak lo ketemu."

Alis tebalnya bertaut. "Oh?" Kemudian ia terkekeh. "Harusnya aku bisa prediksi ya tujuan makan malam ini apa." Shaluna harusnya tahu, tidak ada yang bisa ia harapkan dari pria ini.

Raka tidak berniat menjawab. Ia meneguk cocktail yang sempat ia pesan. Tanpa berniat bicara lagi, ia kembali sibuk dengan ponselnya guna membahas proyek yang masih ia kerjakan. Seharian ini ia meeting dengan Rio dan beberapa rekannya karena kemarin bolos dari jam makan siang dan hari ini tidak masuk kerja.

Ia bahkan mendapat sindiran keras dari Rio sebelum meeting di mulai. Apalagi Rio sempat menyinggung hubungannya dengan Rissa. Raka yakin, Rio tahu bagaimana hubungannya dengan Rissa saat ini.

Shaluna dongkol, tentu saja. Ia berdandan cantik dan bertukar jadwal malam ini dengan temannya untuk bertemu calon tunangannya. Namun, alih-alih senyum ramah dan sambutan hangat, ia mendapati tatapan datar pria itu dan ucapan pedasnya.

Tapi ia menekan kekesalannya lebih dalam, menikmati semilir angin malam yang menyentuh kulitnya. Entah apa yang ada dipikiran pria itu hingga memintanya datang dan memilih makan di luar ruangan padahal udara sedang dingin saat ini.

Raka mengabaikannya sampai hidangan tersaji di meja mereka. Beruntungnya makanan yang dipesannya cukup enak dan mengalihkan pikirannya dari pertanyaan-pertanyaan yang bersarang di kepalanya untuk Raka.

"Jadi..." Pria itu lebih dulu menyudahi makannya. "Gue cuma mau ngasih tahu, keputusan gue tetap sama. Perjodohan ini nggak akan berlanjut."

Shaluna mengangguk samar sembari menelan makanannya.

"Gue punya anak." Raka hampir menyemburkan tawanya melihat reaksi Luna. "Sejujurnya, dia bukan anak gue. Tapi gue memutuskan untuk mengadopsinya."

"Ah, gitu, ya." Ia memutuskan untuk menyudahi makan malamnya, dan memusatkan perhatiannya pada Raka.

"Masa depan lo terlalu cerah kalau disandingkan sama gue. Dan gue yakin, dengan profesi yang lagi lo tempuh ini, lo nggak akan sudi mengurusi anak orang lain."

Shaluna menatapnya tak setuju. "Aku nggak sejahat itu."

"Kasarnya begitu. Keluarga lo jelas mampu mencarikan calon suami yang sepadan sama lo. Bukan gue yang hidupnya udah terlalu banyak masalah."

"Sebenarnya aku nggak keberatan kalaupun harus menerima masalah itu juga. Tapi karena kak Raka bilang aku pantas dapat yang lebih baik, aku setuju," katanya menatap lekat lawan bicaranya.

"Jadi?"

"Perjodohan ini batal."

Raka baru bisa bernapas lega. Satu masalahnya selesai.

"Tapi apa alasan yang harus aku kasih ke keluargaku?" tanya Shaluna.

"Lo nggak perlu bilang apapun. Gue yang akan mengatasi semuanya."

"Oke."

Raka beranjak dari kursinya. "Senang bekerja sama dengan anda." Ia menyimpan tangannya di saku celana, lalu sedikit membungkuk. Kemudian meninggalkan Shaluna di sana.

🍩

Bian menyambutnya saat Raka baru saja menginjakan kakinya di rumah. Kedua orang tuanya kompak menoleh pada pintu utama di tempat ia berdiri. Tatapan ayahnya tidak bersahabat sejak pagi tadi. Dan sepertinya, Shaluna telah memberitahu orang tuanya atas keputusan yang baru saja ia buat.

"Terus saja membangkang Raka. Atur hidup sesukamu. Dan jangan berani kamu menginjakan kaki di rumah ini," ucap Bian dengan dingin.

Pria itu mendengkus geli mendengar ucapan sang ayah. "Harusnya papi bilang itu sejak awal. Raka udah dewasa dan berhak menentukan arah hidup Raka sendiri. Nggak diatur mengurus perusahaan, harus menikah, bahkan menerima perjodohan sialan itu."

"Raka, yang sopan bicara sama papi kamu." Kiera menegurnya dengan cemas.

"Raka benar 'kan?" Ia balas menatap Bian dan Kiera bergantian. "Kalian terlalu mengatur hidup anak-anak kalian, tanpa peduli apa selama ini mereka bahagia dengan pilihan yang kalian tentukan."

"Kamu mempermalukan keluarga kalau begini caranya Raka," ucap Kiera. "Kamu mengecewakan kami!"

"Kenapa? Om Willis nggak jadi menyimpan sahamnya di rumah sakit kalau perjodohannya batal?" tanya Raka.

Bian berdesis marah, tapi masih bisa mengontrol emosinya.

"Kalian nggak lihat Sesha sekarang? Karena apa? Karena perjodohan itu! Karena kalian yang memaksanya di saat usianya bahkan belum cukup untuk menikah! Suami yang katanya akan membawa kebahagian justru bikin dia koma! Apa kalian juga mau lihat Raka jadi brengsek kayak Errash karena nggak bahagia sama pernikahannya?! Apa kalian terima saat keluarga besar tahu kalau Raka juga punya wanita lain di luar pernikahan?!"

Tamparan Bian mendarat di wajahnya dengan keras. "Jaga ucapan kamu! Dalam keluarga kita nggak ada yang semenjijikan itu!"

Kiera masih terhenyak di tempatnya, tidak pernah ia melihat suaminya semarah ini apalagi sampai melayangkan tamparan yang cukup keras pada putera mereka. Bian benar-benar marah besar. "Pi..."

Napas Raka memburu. "Raka keluar dari rumah. Sabrina tetap akan diadopsi dan perjodohan sialan itu resmi batal."

Pria itu keluar, suara deru mesin mobilnya terdengar menjauhi pekarangan rumah.

"Kamu terlalu keras sama Raka," ucap Kiera. Ia tidak tahu apa yang dipikirkan anaknya saat ini, dan memilih menumpahkan emosinya hingga membuat keputusan tak berdasar.

"Dia lahir sebagai pewaris. Sudah seharusnya begitu. Selama ini aku nggak pernah melarangnya bersenang-senang, dengan wanita ataupun uang yang dia miliki. Dia bisa menambah bisnisnya, tapi tidak bisa meninggalkan tanggung jawabnya sebagai Dirgantara. Tuntutan itu memang harus dia jalanin, cepat atau lambat," jelas Bian dengan datar dan penuh penekanan.

🍩

Keren banget kan donat bisa update cepet?😎

Votenya mana?

Yang mau ketemu jawaban Tara di chapter depan harus vote, ya! 💜💜💜


—Salam donat 💜
03/11/22

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro