Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

enam puluh enam : Adik buat Abin

"Masak apa, Tar?" tanya Raka sembari menggaruk belakang kepalanya.

Tara menatap Raka jijik. "Mandi dulu sana! Kebiasaan banget datang ke dapur gak ada seger-segernya!" Hari kelima mereka menjadi suami istri, semuanya berjalan seperti hari-hari sebelum mereka menikah. Pagi-pagi sekali Tara membuat sarapan dan memandikan Sabrina, sementara pria itu bersiap untuk ke kantor. Namun, satu hal yang tidak Tara tahu, Raka mandi lebih dulu sebelum wanita itu datang tiap pagi, takutnya Tara ilfeel katanya.

Dan saat Tara bertanya, "Terus sekarang lo nggak takut gue ilfeel ngelihat lo buluk gini?"

Raka justru tertawa kencang. "Tar, bahkan kita udah lihat iler masing-masing, lho, pas bangun tidur. Morning kiss nggak mandang bau jigong."

Sialan memang Raka.

Tapi mereka tidak pernah melakukan itu. Di hari kedua pernikahan mereka, Tara bangun lebih dulu dan menyiapkan sarapan juga membersihkan apartemen Raka. Semua barang-barang Tara di unitnya sudah dipindahkan ke rumah mereka di kawasan PIK dan sejak tiga hari lalu unit Tara sudah kosong bertepatan dengan masa sewanya yang sudah habis. Baru kemarin malam mereka resmi pindah ke rumah Raka.

"Ka, mandi sana!"

Mengabaikan omelan Tara, Raka memeluk istrinya dari belakang saat wanita itu sedang mengaduk sayur di atas kompor.

"Ka! Lepasin! Mulut lo bau jigong!"

"Gue udah sikat gigi, Sayang." Raka mencium bahu Tara yang dilapisi kaos rumahan.

"Ya udah mandi dulu, jangan cuma sikat gigi. Malu sama Abin." Tara menunjuk bayi besar di atas high chair yang tengah menatap keduanya dengan mata berbinar.

"Morning, Abin Sayang!"

"Piiip!" Abin merentangkan tangannya pada Raka. "Papiiip!"

Sebelum Raka mendekati Abin dan menciumi wangi minyak bayi yang melekat di baju balita itu, Tara lebih dulu menarik lengan suaminya lalu menjauhkannya dari jangkauan Abin. "Abin gak terima orang bau!"

"Tapi mamimnya Abin terima 'kan?" Raka menaik-turunkan alisnya.

Tara membalikan tubuhnya, kemudian menuangkan sayur dalam panci ke mangkuk tanpa menghiraukan Raka.

"Gak usah malu gitu sih, bilang aja 'iya', gue juga nerima kok."

"Papip kalau belum mandi nggak akan dikasih sarapan ya, Bin!" ujar Tara pada Sabrina.

"Hum!" Sabrina mengangguk.

"Kalian jahat banget sama papip. Awas aja ya, nggak akan papip kasih uang jajan," gumam Raka dengan dramatis.

"Ya udah nggak usah makan di rumah," sahut Tara.

"Bercanda, sayang." Raka kembali memeluk perut istrinya dengan erat. "Mana mungkin aku melewatkan makan makanan buatan istriku yang cantik ini," ucapnya sembari menciumi bahu Tara.

Tara menggigit bibir bawahnya menahan senyum. "Kenapa halus banget sih ngomongnya?"

"Nggak ada alasan untuk nggak memuji 'kan?" Raka bertanya balik. sekarang mereka saling berhadapan. "Lidah buaya gue masih berfungsi."

Ada dengkusan kasar mendengar penuturan itu dari Raka. Namun, Tara mengangguk. "Bersihin dulu lidah buayanya sana, jangan cuma lidah tapi semua badannya juga!"

"Pengin dimandiin," rengek Raka.

"Malu sama Abin, tuh! Dia tadi malah pengin mandi sendiri."

"Dih, namanya juga anak-anak pengin nyoba hal baru."

"Ngaca, ya," balas Tara yang kembali fokus pada sarapan mereka di atas meja.

"Kan hal baru yang gue pengin bikin enak," ujar Raka.

Sebuah pelototan tajam tertuju pada pria itu. "Kotor banget mulutnya! Ada Abin, lho!"

Bukannya takut, Raka malah cengengesan. Namun, Tara bahkan tidak membalas cengiran itu. Wanita itu mendesah pelan lalu memberi makan Moli yang sejak tadi sudah bangun dan memerhatikan drama yang tayang pagi ini.

"Nanti nyusul, ya?"

Hanya itu yang Tara dengar sebelum suara pintu kamar kembali tertutup. Ia tersenyum melihat Raka menurut dan kembali ke dalam kamar.

"Mim!"

"Anak pinter nggak gangguin mamim masak." Tara mengecup pipi tembam Sabrina.

🍩

Tara tidak tahu apa yang Raka lakukan di dalam kamar hingga memakan waktu tiga puluh menit untuk mandi saja. Sabrina bahkan sudah menghabiskan sarapannya saat batang hidung pria itu belum juga terlihat dari balik pintu kamar. Tara akhirnya bangkit dari meja makan, memberikan Abin mainan lalu menyusul Raka.

Helaan napas lega keluar dari mulut Tara melihat Raka baru saja keluar dari kamar mandi dengan handuk yang hanya menutupi bagian pinggangnya hingga lutut. Beberapa tetes air membasahi dada bidang pria itu dan itu membuat Tara geram. Ia berjalan ke arah suaminya.

"Tar," langkah Raka berhenti, sedetik kemudian ia tersenyum lebar. "Mau nyusul, ya? Masuk lagi, yuk?"

Tara menggeleng samar. "Otak lo tuh... isinya apa, sih?" tanyanya sembari mengambil handuk kecil di kabinet atas wastafel. "Gue udah siapin handuk buat keringin rambut, lho. Kenapa suka banget basah-basahan, sih?" omelnya sembari menggosok rambut Raka dengan handuk.

"Sengaja. Biar lo keringin."

Posisi mereka yang berhadapan membuat Tara sedikit memanjangkan lehernya karena perbedaan tinggi keduanya. Raka melingkarkan kedua tangannya di pinggang Tara, merapatkan tubuh mereka.

"Diem dulu bisa, gak? Nakal banget tangannya!" sembur Tara.

Raka terkekeh. "Nggak bisa. Sarapan di sini aja, yuk?"

Tara melepas pelukan itu, lalu mundur beberapa langkah setelah tidak ada lagi air yang menetes dari rambut Raka. "Sana pakai baju. Abin udah sarapan duluan."

"Pakein."

"Sayang..." Tatapan Tara berubah teduh. "Jangan sampai kamu telat. Kakek Dirga udah nungguin, lho."

Ah, Raka bahkan sudah lupa dengan janji temu mereka. Kakek Dirga memang mengajak Raka bicara bersama Petra mengenai pekerjaan dan jabatan yang akan ia duduki. Tara pun memilih untuk bertemu Seila yang sengaja datang ke rumah kakek Dirga untuk mengantar sang ayah dan bertemu dengan Tara dan Sabrina.

"Peluk dulu..." Raka merentangkan tangannya, dan akhirnya Tara memilih untuk memeluk pria itu.

"Akh! Ka!" Tara berusaha melepaskan pelukan suaminya saat Raka justru membawanya ke tempat tidur dan menggulingkannya di sana. "Raka!" Ia menepuk-nepuk lengan Raka. "Lo mau jadi duda, huh?!"

Raka akhirnya melepaskan pelukannya, namun ia tetap menahan tubuh Tara dengan kakinya yang melingkar di pinggang Tara. "Main dulu, yuk," ajaknya. "Red day-nya udah beres kan?"

"Ka, udah. Please. Abin pasti nangis kalau kelamaan ditinggal." Tara masih berusaha melepaskan diri Raka dengan susah payah.

"Abis pasti ngerti mamim sama papip mau bikin adik dulu," ucap Raka sembari menciumi wajah Tara.

"Raka..."

"Gak, sayang."

"Aku masih red day. Kemungkinan tiga hari lagi baru selesai."

Raka menggulingkan tubuhnya ke sisi Tara, lalu menggeram kesal. "Mau lepas perjaka aja harus nunggu lama lagi."

Tara terkekeh. "Sana pake baju dulu." Ia  keluar kamar begitu saja, lalu meninggalkan Raka yang cemberut.

Raka tidak langsung menuju lemari, ia meraih ponselnya di atas nakas yang berkedip-kedip sejak tadi. Nomor tidak dikenal tertera di layar, Raka membiarkannya. Sejak hari pertama pernikahan mereka, nomor itu memang sering menghubunginya. Raka tidak mau mengangkatnya karena yakin itu adalah nomor Rissa yang baru. Wanita itu benar-benar membuat Raka harus ekstra menjaga Tara dan Sabrina.

🍩

[Kesayangan Abin]

Arnando Kusuma : Yang baru kawin adem banget, nih.

Septian : Sibuk bikin dedek buat Abin.

Arnando Kusuma : Kasian Abin masih kecil udah mau punya dedek aja.

AH Jaffar : Yang udah kawin beda ya, kita dilupain. Padahal pas nice try-nya misuh-misuh ke sini.

AH Jaffar : Cukup tau.

Septian : Gimana kesan dan pesannya, Ka?

Raka Tasena : Tai.

Raka Tasena : FYI gue belom lepas perjaka.

Arnando Kusuma : Waduh.

AH Jaffar : DEMI APA??

Septian : Kenapa, Ka? Tara takut kecewa ya si Juju kekecilan?

Arnando Kusuma : FAK WKWKWK.

AH Jaffar : HAHAHAHAHA.

Raka Tasena : Jaga adab ya, anjing.

Raka Tasena : Tara nggak mungkin kecewa.

Septian : Hehe.

Septian : Terus kenapa, tuh?

Raka Tasena : Tara red day. 3 hari lagi baru beres.

AH Jaffar : Yah, masih main solo, om? :(

Arnando Kusuma : Santai aja, Ka. Lo nikah untuk selamanya, begituan bisa kapan aja. Gak usah buru-buru.

Septian : Hm, sulit dipercaya hal itu keluar dari seorang Arnando yang hobinya ngajak Karina nginep di BSD.

AH Jaffar : Mampus.

Arnando Kusuma : Itu sama Nanda, ya! Lagian pisah kamar kok. Gue di kamar bawah, Nanda sama Karina di kamar atas.

Septian : Mana kita tau diem-diem Karina pindah ke bawah?

AH Jaffar : Jadi posisinya Nando yang di atas?

Raka Tasena : Gobs. Ambigu banget Jaffar sialan.

Arnando Kusuma : Begitulah kedua bujang lapuk ini bersatu. Otaknya mencar-mencar kayak tai kucing dilempar batu.

🍩

Draft ini udah ada dari tahun 2021 dan donat kasih judul chapter 28 tapi ternyata baru bisa di publish buat chapter 66 wkwk maafin ideku yang loncat loncat gaes, dan maaf banget karena up nya telatnya :( donat lagi sibuk di rl dan batu sempet pegang laptop sekarang.

Jangan males buat vote + komen ya, sayang-sayangnya donat 😘😘

—Salam donat💜
12/03/23

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro