Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

empat puluh enam : Marah

Raka dengan kepercayaan dirinya yang tinggi sudah menyiapkan mental dan batin untuk hal ini. Seminggu berlalu, ia merasa lega Kaila menikah dengan orang yang mencintai wanita itu dengan tulus. Raka melihat betapa bahagianya Kaila saat menatap suaminya di pelaminan hari itu.

Jaffar yang kebetulan bertugas di Makassar saat itu memberinya tumpangan gratis di kosan pria itu. Temannya yang satu itu mendukungnya sepenuh hati.

Namun, ia merasa usahanya selama ini mengkhianatinya. Marah dan kecewa menjadi satu melihat Tara sedang dilamar oleh pria lain di depan matanya.

Raka mengenal pria itu. Narendra. Tara pernah mengenalkannya pada Rendra dulu saat mereka masih kuliah. Katanya dia keponakan Gita—ibu tiri Tara—yang kebetulan sering berkunjung ke rumahnya. Mereka memang dekat. Sangat dekat karena Tara tidak punya teman dekat selain Rendra. Raka mengerti hal itu.

Tapi hari itu, Raka akhirnya tahu mengapa selalu ada Rendra di sisi Tara. Mengapa pria itu yang menjadi tempat ternyaman bagi Tara. Karena Rendra, memiliki hak yang tidak ia miliki.

"Makasih, Ren. Kalau nggak ada kamu semalam, aku nggak tahu apa yang terjadi sama papa." Tara terduduk lesu di kursi samping rumahnya, disusul Rendra duduk di sebelahnya.

Langkah Raka terhenti. Ia mendekat, sembunyi di balik pilar sembari mengantongi kotak kecil yang dibawanya.

Rendra mengangguk. "Kamu punya aku untuk berbagi banyak hal, Tar. Jangan merasa selama ini kamu sendirian."

"Kondisi papa setelah transplantasi hati malah memburuk. Aku takut. Aku takut kesehatan papa makin menurun."

Rendra meremat jemari Tara yang bertumpu di atas lutut wanita itu. "Om Farhan akan baik-baik aja."

Tara menggigit bibir bawahnya. Terlihat sekali wanita itu sedang ketakutan. Beberapa kali Tara menggeleng, terlihat tidak yakin dengan kalimat penenang itu. "Papa sembunyiin surat dari dokternya. Jelas ada apa-apa yang terjadi yang nggak aku tahu."

Untuk pertama kalinya, Raka melihat Tara begitu rapuh. "Om Farhan sakit?" gumamnya.

"Kita sama-sama jaga om Farhan dan membantunya di sini. Kamu nggak sendirian, Tar."

"Makasih, Ren. Kamu selalu ada selama ini. Kamu udah bantu banyak hal."

"Tara... will u marry me?" Rendra menatap Tara dengan dalam.

Wanita itu terkejut bukan main. Tidak menyangka Rendra akan mengatakan hal itu.

"Aku tahu ini bukan waktu yang tepat, tapi bersamaku, kamu akan selalu merasa aman. Aku akan selalu ada di samping kamu baik sedih maupun senang." Pria itu menggenggam jemari Tara, menatapnya penuh keyakinan. "Aku mencintai kamu, Tara."

Raka mengetatkan rahangnya. Tangannya terkepal kuat di sini tubuhnya. Ia berbalik arah menuju mobil sewaannya di depan gerbang rumah itu. Langkah terburu-buru meninggalkan rumah itu.

"Raka? Benar Raka, ya?" Suara itu membuatnya menatap lurus pria paruh baya—yang baru saja keluar dari mobil yang tak jauh darinya—tersenyum hangat padanya. Tubuhnya terlihat lebih kurus dari terakhir kali mereka bertemu.

"Om Farhan," gumamnya.

"Apa kabar? Gimana kerja di Jakarta?" tanya Farhan menghampirinya.

"Baik om." Raka mengangguk. "Ya, gitulah. Namanya kerja sama keluarga om," katanya. "Om apa kabar?"

"Jalani saja. Kadang kan kita nggak harus bekerja sesuai keinginan," ujar Farhan sembari mengusap bahu Raka. "Om ya gini-gini aja. Namanya udah tua ada aja yang dirasa," katanya.

"Iya, om." Raka memang sedang berusaha menyesuaikan dirinya dengan pekerjaan yang belum genap satu tahun ini ia tekuni.

"Kamu ke sini ada apa? Mau ketemu Tara? Tadi keluar dari sini kan?" tanya Farhan.

"Ah, itu..." Raka menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Kebetulan ada kerjaan di daerah sini om. Sekalian mampir. Tapi kayaknya nggak ada orang di rumah, jadi Raka mau balik ke tempat kerja lagi," katanya.

"Oh, kirain mau jemput Tara pulang ke Jakarta. Jam segini memang pada di perkebunan. Lagi ada kendala di sana. Om nggak sempat ngurus, harus balik ke kantor lagi habis ini. Mau ambil berkas yang ketinggalan," jelasnya.

"Ah, gitu. Maaf om jadi menghambat waktunya."

"Nggak. Nggak. Bukan gitu. Kita bisa ngobrol setelah om pulang dari kantor. Kamu ada waktu?"

"Ada om. Kebetulan Raka di sini sampai lusa."

"Wah, bagus itu. Nanti malam kamu ke sini lagi?"

"Besok aja gimana om? Besok sore?"

"Boleh, boleh. Kamu atur aja waktunya."

"Tapi jangan bilang Tara kalau Raka ke sini ya, om?" pintanya.

"Lho, kenapa? Kalian lagi marahan?"

"Nggak." Raka menggeleng. "Tara nggak tahu kalau Raka ada di Makassar. Dia juga kayaknya lagi butuh waktu sendiri habis bantu-bantu acaranya Kaila kemarin."

🍩

Raka masih setia mendengarkan Farhan bercerita sejak tadi. Hari ini pria paruh baya itu terlihat lebih ceria daripada kemarin. Mereka duduk di salah satu kursi di depan teras di sebuah rumah kecil di perkebunan kopi milik Farhan.  Ia sesekali tertawa saat membahas Tara dan Ahza mengingat tentang usia mereka yang cukup jauh, namun Tara tetap berusaha dekat adiknya.

"Kadang, om ngerasa Tara ini lebih cocok jadi ibunya Ahza. Anak itu nempel banget sama kakaknya daripada ibunya," ucap Farhan.

Ya, Tara mungkin terkesan cuek dan kaku, tapi Raka akui, sifat keibuannya membuat anak-anak merasa nyaman di dekatnya.

"Ini kali keberapa kita bertemu?" tanya Farhan tiba-tiba.

"Empat kali kayaknya, ya, sampai hari ini?" jawab Raka ragu. Pertama saat Raka mengantar Tara ke Makassar beberapa tahun lalu sebelum lulus kuliah, kedua saat Raka sengaja ingin berlibur ke sini bersama ketiga temannya dan Karina, dan kemarin kali ketiga mereka bertemu. "Kenapa om?"

"Waktu itu Tara sangat susah beradaptasi di sini. Beberapa kali om dengar dia melepon Karina dan bilang nggak betah pengin pulang, tapi dia juga nggak mau meninggalkan om di sini." Farhan menghela napas kasar. "Saat itu, om merasa jahat karena memaksanya tinggal di sini. Om merasa egois terus menahan Tara untuk nggak pergi dari sini. Dia juga sering menangis diam-diam di kamarnya karena nggak suka sama teman-temannya. Rasanya kayak... memenjarakan Tara," katanya dengan wajah sendu.

Raka tidak tahu seberapa sulit Tara masalah yang dihadapi Tara selama ini. Karena Tara terlihat baik-baik saja dan tidak membahas kegiatannya lebih lanjut.

"Om akhirnya mau transplantasi hati tahun lalu. Om bilang, Tara boleh menentukan di mana ia akan berkerja dan membiarkannya memilih keinginannya. Om meyakinkan Tara kalau kondisi om sudah lebih sehat dari sebelumnya sehingga Tara nggak perlu merasa bersalah karena meninggalkan om di sini."

"Tapi Tara nggak mau tinggal di Bogor lagi," gumam Raka.

"Ya. Dia nggak mau berada di antara om ataupun Tante Eva. Dia memilih hidupnya sendiri. Dan ketika om bertanya apa dia merasa bahagia, Tara menunjukkan senyum yang selama ini nggak pernah om dapatkan. Senyumnya sampai ke mata, nggak pernah murung lagi dan terlihat nggak nyaman.

"Tapi akhir-akhir ini kondisi om menurun. Penderita sirosis hati nggak bisa benar-benar sembuh. Ditambah perkebunan nggak stabil, satu tahun terakhir banyak mengalami kendala. Om melarang Tara untuk membantu. Dia udah terlalu banyak mengesampingkan perasaannya sendiri."

"Tara juga pasti sedih melihat om susah sendirian," ucap Raka.

"Makanya om nggak mau bilang apa-apa sama dia. Om nggak mau Tara merasa terbebani."

Raka tidak pernah berpikir kalau selama ini banyak hal yang sudah ia lewatkan mengenai Tara. Kegelisahan wanita itu yang tak kunjung reda membuat Raka mulai bertanya-tanya, apa yang membuat Tara bertahan sampai saat ini?

Kenapa Tara selalu bisa menyimpan semuanya sendirian?

Kenapa Tara tidak pernah bercerita tentang masalahnya selama ini?

Kenapa ia menjadi orang bodoh dalam kehidupan wanita itu?

Apakah setidak-penting itu Raka di hidupnya?

🍩


Halooo!

Chapter kemarin susah bgt tembus 50 vote ☹️

apa karena wattpad kemarin error ya? Apa sekarang juga masih? Donat tuh seneng kalo sehari dari up chapter baru udah bisa 50 vote, kemarin pas bilang sepi baru pada rame vote. Sekarang harus rame lagi yaaa, chapter kemarin yang belum vote harus vote, biar donat semangat up nya! 😍😍

Oh, iya, di tiap chapter pasti ada aja yang komen "ko cuma sedikit up nya?" Bukan sedikit kok, tiap chapter donat selalu nulis lebih dari 1k kata, karena kalian terlalu semangat jadi kerasanya sedikit 😂💜

—salam donat💜
23/12/22

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro