Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

dua puluh empat : saat itu

Di semester ketiga kuliahnya Tara menyempatkan pulang ke Bogor karena Dio menjemputnya ke Makassar dan bermalam beberapa hari di sana sekaligus bertemu ayahnya. Hari itu ia ada janji dengan Karina di salah satu tempat kopi yang sedang hits pada masanya. Namun, karena Karina ada keperluan mendesak mereka hanya bertemu sebentar, Tara terpaksa menghubungi Dio dan meminta jemput pada adiknya.

Bogor di bulan Desember akhir memang selalu hujan. Hari itu pula yang membuatnya kembali bertemu dengan Azraka Tasena. Si pria labil yang dulu menjadi mantannya. Pelukan hangat itu membuat Tara tak mampu tidur semalaman, bahkan hingga besoknya wanita itu mendapati undangan dari Sesha dan Pramuerrash—si aktor kesayangan bangsa—Tara masih merasa dirinya berada di hari kemarin.

Karina yang menjadi teman keluh kesahnya justru marah dan berkali-kali mengingatkannya betapa buruk sikap pria itu padanya. Ya, Tara mengakui kesalahan Raka, tapi ia pun tidak sepenuhnya benar. Sepulang dari pesta meriah pernikahan Sesha, Raka mengajaknya bicara. Menjelaskan semua yang dulu masih menjadi tanya bagi keduanya. Sebatas itu.

Lagi pula, apa yang Tara harapkan dari perasaannya yang masih menyukai pria itu? Mereka masih sama-sama bingung dengan perasaan masing-masing.

Setelah hari itu, mereka hanya berkomunikasi lewat sosial media karena Tara kembali ke Makassar dan Raka pun harus segera kembali ke Aussie untuk melanjutkan study-nya. Semua terasa cepat, bahkan Tara beberapa kali punya hubungan dengan kakak tingkatnya. Di luar sana, Raka jelas punya pacar yang jauh lebih cantik dan pintar darinya. Begitu pikir Tara. Meskipun sesekali ia masih memikirkan Raka, membaca surat tua itu berulang-ulang hingga dadanya sesak.

First love never die adalah kutukan yang Karina ucapkan padanya saat Tara lagi-lagi denial dengan perasaannya. Ya, mantra itu seolah benar-benar terjadi padanya. Namun yang namanya Tara jelas love in silent. Tidak ada pergerakan darinya untuk memulai hubungan lagi dengan Raka, begitu pun sebaliknya.

Bahkan, dulu sekali, mungkin sebelum Tara wisuda, mereka pernah berlibur bersama teman-teman sekolah, Nando, Karina, Jaffar, Tian, Tisha dan Kanaya ke villa di Bandung milik keluarga Raka. Di sana juga ada dua cabang Taraka's Bakery yang dikelola oleh sepupunya.
Saat teman-teman yang lain sibuk keliling Bandung, Tara lebih memilih menemani Raka membuat roti di kedai.

"Kenapa namanya Taraka's Bakery?" Tara menopang dagunya di atas meja bar. Sejak tadi ia memerhatikan Raka yang sibuk dengan peralatan tempurnya. Saat ini mereka sedang berada kedai cabang milik pria itu di daerah Dago.

Raka menoleh sekilas kemudian kembali sibuk dengan adonan rotinya. Seperti enggan menjawab.

"Ka...."

"Emang kenapa?"

"Ya... nggak pa-pa, sih. Nanya doang."

Sejenak, pria itu tampak berpikir. "Gabungan Tara dan Raka." Ia memilih untuk tidak menatap wanita yang kini masih diam di tempatnya. Raka malu mengatakannya.

Suara bising dari beberapa pegawai dn oven mengisi udara di sekitar, namun mereka seolah pura-pura tidak melihat interaksi keduanya. Hal ini sudah biasa terjadi. Raka dan Tara yang berada di dapur entah untuk membuat roti atau hanya mengontrol kinerja karyawan.

"Kenapa gue?" Dahi wanita itu mengernyit dalam.

"Karena lo suka donat." Sesimpel itu.

Namun sepertinya Tara tampak tidak puas dengan jawabannya. Wanita itu tidak bersuara sama sekali.

"Tiap lihat donat gue pasti inget sama lo. Jadi pengin punya toko sendiri, siapa tahu rasanya memikat hati lo," ungkap Raka.

Tara tidak bisa menahan dengkusan kasarnya. "Asli, sampis."

Raka sama sekali tidak tersinggung, ia malah terbahak mendengarnya. Kemudian tatap mereka bertemu. "Namanya juga lagi bucin akut, Tar. Maklumi aja kenapa, sih?" Dulu, ia memang segila itu terhadap Tara. Semua tentang wanita itu tidak boleh terlewatkan. Ibaratnya, Taraka's Bakery adalah kunci memikat hati sang mantan yang kini tidak lagi bersuara dan memilih menyantap donat yang sejak tadi diabaikan.

Nggak make sense sama kelakuannya tahu, gak?! Tara melengos malas.

"Lo nggak bakal percaya kalau gue sampai effort lebih, sih, Tar," katanya seraya memasukan roti yang sudah ia taruh di atas loyang dengan bentuk unik khas Taraka's Bakery ke dalam oven. "Dulu tuh, gue sampai benci sama diri gue sendiri Tar, karena gue, lo jadi pindah ke Makassar dan berantem sama Kaila. Tiap lihat donat, gue langsung beli, gue kasih ke Dio, nggak peduli dia gumoh tiap gue beliin dia makanan manis itu. Sampai dia bilang, 'Tara bilang, kalau inget dia beli Richeese aja Kak, jangan donat. Dia tahu gue nggak suka makanan manis.' katanya. Tapi bodo amat, suka-suka gue yang beliin," jelas Raka seraya mencuci tangannya di wastafel.

Pria itu menghampiri Tara, duduk di sebelah wanita itu yang kini berusaha menyembunyikan rona merah di wajahnya.

"Oh, ya?" katanya.

"Tuh, kan, lo nggak percaya, sih. Mami bahkan nawarin gue ikut kelas baker gitu, Tar, sebelum berangkat ke Aussie. Akhirnya gue mau, dan... jadilah Taraka's Bakery. Tante Eva yang jadi tamu spesial di grand opening Taraka's Bakery pertama. Se-spesial itu, Tar, lo di hidup gue."

Hanya kalimat itu yang Raka ucapkan. Hingga bertahun-tahun berlalu, mereka menjadi tetangga di tower apartemen yang sama, unit yang bersebelahan, klaim itu tak kunjung berubah. Tara mulai putus harapan pada first love-nya saat Raka menceritakan pendekatannya dengan model seksi kenalan teman kantornya.

"Tar, Rio ngenalin gue ke temennya, asli cantik banget. Orangnya juga asik, random talk sama dia nggak bikin ngantuk. Nih, lo lihat, deh, fotonya..." Pria itu menunjukan foto wanita yang dimaksud.

Tara yang sedang menggendong Moli menoleh ke arah Raka. Ia hanya bergumam dan kembali bermain dengan kucing gemuk itu.

"Kita udah deket sebulanan, sih."

"Oh?"

"Kalau menurut lo, gue jadiin jangan?"

"Lo suka dia?"

"Suka."

Tara menggigit bibir bawahnya, menatap Moli yang terlihat menggemaskan. "Ya... terserah."

Dan sehari setelahnya, Raka bilang status mereka sudah resmi berpacaran.

"Kenapa rasanya mudah banget buat dia ngasih kejelasan ke cewek itu, sementara gue harus nunggu yang nggak pasti kayak gini?" tanya Tara.

"Ya... secara nggak langsung, dia juga udah ngasih kejelasan dalam hubungan kalian kan? Dengan dia jadian sama cewek itu, artinya lo nggak berarti apa-apa di hidupnya."

Mendengar jawaban Karina membuatnya menangis semalaman merutuki kebodohannya selama ini. Karina yang menemaninya via Skype ikut menangis. Tara dan kisah cintanya yang tak pernah berjalan mulus harus segera diakhiri. Karina bahkan menyalahkan dirinya sendiri karena mengutuk Tara dulu.

Wanita itu masih bisa bersikap baik dan memperlakukan Raka sama seperti Edo dan teman-teman Raka yang lainnya. Agak berbeda sedikit karena pria itu tahu password unitnya dan Tara diberikan password unit Raka secara cuma-cuma di hari pria itu memutuskan bertetangga dengannya.

Jadi, saat Raka memintanya tetap menjadi Tara yang dulu, tentu saja tidak akan ia kabulkan. Ini hidupnya, dan Tara berhak melakukan apapun atas kehendaknya.

"Lagi pula... bukannya dia yang lebih dulu berubah? Yang bisanya cuma bilang 'lo spesial' tapi statusnya tetap aja cuma teman dan tiba-tiba ditinggal punya pacar," gumamnya.

Wanita itu menghela napas kasar, menatap langit-langit kamar yang hanya diisi cahaya dari lampu tidur. Ia terlalu naif jika masih berharap pada Raka. Karena selama apapun Tara menunggu, bukan 'iya' jawaban yang ia dapatkan.

🍩

YEAYYYY AKHIRNYA KELUAR JUGA CHAPTER INI.

Kejawab kan kenapa akhirnya Tara cuek bebek dan mulai membuka hati buat maz Vian 😙😙

Tapi tenang gais, ini bukan akhir dari ceritanya. Perjalanan masih panjang 💜

Yang masih jadi shiper TARAKA apa kabar?

Apakah kalau kalian jadi Tara akan move on atau malah pepet terus karena merasa dapet lampu ijo dari mami Kiera?😎

—salam donat💜
21/04/22

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro