Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

• 43 •

Tara baru saja keluar dari kamar mandi, ia sudah selesai memasukan barang-barangnya ke dalam tas untuk keperluan di puncak nanti. Di meja belajarnya, sudah ada Eva yang menatapnya cemas.

“Kenapa, Bu?”

“Kamu gak bilang sama Papa kalau kemarin gak jadi ke Makassar?”

Tara mengusap tengkuknya menggunakan handuk. Ia memang tidak memberitahu Farhan seperti yang disarankan Karina tempo hari, dan mematikan ponsel sejak dua hari yang lalu.

“Dek?”

“Uh, iya. Lupa.”

Eva menghela napas kasar. “Ya ampun, Papa telepon Ibu dan Dio dari kemarin. Kamu tahu kan Ibu lagi sibuk-sibuknya di kantor kalau akhir tahun gini, Ibu juga gak sempat jelasin kemarin.”

Tara mengangguk paham, bahkan ia melihat Honda Brio yang dikendarai Eva baru ada di garasi tadi subuh, bersamaan dengan mobil kantor milik Arsen. “Maaf, Bu.”

“Terus kenapa kamu gak bisa dihubungi?”

“HPnya aku matiin.”

“Bagus, ya. Kamu sengaja menghindari Papa dan limpahin ini semua ke Ibu. Ibu udah capek sama kerjaan di kantor, lembur hampir tiap hari, ngurusin rumah juga dan kamu malah nambah kerjaan Ibu. Kamu pikir Ibu cuma ngurusin kamu aja?”

Tara menundukan kepalanya dalam. Ia tahu, ia salah.

“Bahkan Dio yang masih SMP aja tahu caranya menghadapi masalah. Dia bisa atasin masalahnya sendiri tanpa melimpahkannya ke Ibu. Kamu gak malu sama adik kamu yang mandiri itu?”

Tara memberanikan diri untuk menatap Eva. “Ibu pikir aku gak capek? Aku juga capek, Bu. Tinggal di sini bukan kemauan aku, terpaksa harus nurutin kemauan Ibu. Bahkan Ibu gak tahu gimana perkembangan anak-anaknya Ibu. Kita cuma ketemu pagi dan malam. Sisanya Ibu sibuk sama dunia Ibu sendiri.”

“Sebelum berangkat, kamu hubungi Papa. Ibu gak mau tahu.”

Setelah Eva keluar dari kamarnya, Tara menenggelamkan kepalanya di bawah bantal. Menangis sejadi-jadinya. Ia takut menghubungi Farhan, takut membuat sang papa kecewa dan berpikir ia lebih memilih keluarga baru ketimbang bertemu dengannya.

[]

Suara ketukan di pintu kamarnya membuat Tara terbangun. Sehabis menangis, rupanya ia tertidur.

“Tara? Lo di dalam, ‘kan?” tanya Kaila dari luar.

“Iya.”

“Kita udah mau berangkat.”

“Iya, gue ganti baju dulu.”

“Oke. Kita tunggu di depan.” Setelahnya, terdengar langkah kaki menjauh.

Lima belas menit kemudian Tara sudah siap, ia menghampiri Arsen dan Dio yang sedang memasukan barang-barang ke bagasi.

“Sori, aku ketiduran,” jelasnya.

“Gak pa-pa, Sayang. Papa juga tidur sebentar tadi.” Arsen memberi senyum maklum. “Sini tas kamu.”

Tara membalas dengan senyum canggung. Ia menyerahkan tasnya pada Arsen, lalu memasuki mobil bersama Dio.

“Jangan lupa kabarin Papa.”

Tara menoleh pada Dio. “Iya.” Ia mengaktifkan ponselnya, lalu memberi pesan lewat line pada Farhan kalau ia tidak bisa ke Makassar tahun ini.

“Akhirnya kita liburan!” seru Kaila yang baru memasuki mobil. Disusul Eva dan Arsen.

“Sudah siap semuanya?” tanya Arsen.

“Siap!”

“Yang punya usul ke puncak harus lebih semangat, ya,” goda Aesen.

“Semangat, dong!” Tara berusaha seceria mungkin, tanpa ada yang tahu kalau beberapa jam yang lalu ia menangis.

“Naik-naik ke puncak gunung, tinggi-tinggi sekali~” Kaila mulai bersenandung.

“Kiri-kanan, kulihat saja, banyak pohon cemaraaa~” sambung Eva.




[].

HAIIIIIIII
Baru apdet lagi huhu:(((((
Lupa belum apdet TARAKA, sekalinya inget juga “Nanti aja, deh.” sampe besoknya lagi, lupa lagi🤧🤧
Besok donat apdet lagi deh, karena udah lama gak apdet:(((





—Salam donat;)
26/07/19

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro