• 2 •
Setelah berbincang sebentar dengan orang yang membukakan pintu rumah di depannya tadi, akhirnya Tara membalikkan badan, ia berjalan ke arah Raka dengan tatapan sinis.
“Apaan?” tanya Raka yang merasa heran dengan tatapan Tara.
“Temen gue lagi gak ada di rumah.”
“Terus gimana?”
Tara tak menjawab, ia membuka ponselnya lalu menghubungi seseorang. “Tia, lo lagi gak di rumah?”
“Iya, Tar. Gue kan udah bilang kemarin kalau dua hari ini ada seminar di Bandung.”
“Oh gitu, ya. Oke deh.” Kemudian Tara melihat roomchat-nya dengan Raka kemarin sore, ia sudah memberi tahu lelaki itu bahwa brownies akan diambil besok lusa.
“Kemarin gue udah bilang sama lo, brownies diambil lusa,” ujar Tara dengan malas.
“Masa sih?” Tara memberikan ponselnya pada Raka, memperlihatkan chat-nya kemarin sore. “Oh ... yang itu, lupa gue.”
“Gimana sih, lo!” seru Tara dengan sengit.
“Lo juga bego, tadi malah langsung nge-iyain aja,” ucap Raka dengan santai.
“Mana gue inget!”
“Gue juga gak inget!”
Tara menarik napas dalam-dalam. “Anterin gue balik.”
“Jangan balik lah.”
Tara mengangkat sebelah alisnya.
“Maksud gue, masa udah di luar mau pulang lagi. Sekalian aja anter gue beli kado.”
“Minta anter aja sana ke pacar lo! Gue mau balik.”
“Kadonya ‘kan buat pacar gue,” kata Raka dengan cepat. “Bantu gue cari kado buat Kaila.”
Tara melongo. Si bodoh ini keterlaluan!
[].
“Lo mau beli apa sih, sebenarnya?”
tanya Tara sambil menghentakkan kakinya. Sudah sejaman lebih mereka mengitari mall, Raka sama sekali tak ada niatan untuk membeli kado apapun.
“Lo belom sarapan, ya? Ke sana dulu, yuk.” Tak menghiraukan pertanyaan Tara, Raka menariknya ke sebuah toko donat.
“Lo ‘kan gak biasa makan nasi pagi-pagi, nih, pilih aja,” katanya sambil menyerahkan nampan untuk diisi donat pada Tara.
Mendapat perlakuan itu, membuat Tara merasa deja vu. “Ka, lo gak usah repot-repot beliin gue donat segala cuma buat nemenin lo beli kado.”
Gantian Raka yang menaikan sebelah alisnya. “Kata siapa gue mau beliin? Lo bayar sendiri lah.”
Kurang ajar.
Tanpa membalas ucapan Raka, Tara mengambil beberapa donat lalu berjalan menuju kasir.
Tak lama Tara duduk di hadapan Raka yang sedang memainkan ponselnya. Ia memakan donat dengan lahap tanpa memedulikan Raka yang sedang menatapnya.
Raka menyangga dagunya dengan tangan, menatap lurus ke arah Tara. “Jadi inget dulu,” katanya.
“Apaan sih?” tanya Tara melotot.
Raka menggeleng. “Kalo makan pelan-pelan, kan gak lucu kalo gue bawa balik lo dalam keadaan mati keselek donat.”
“Lucu lo.”
“Makasih.”
“Sama-sama.”
Hening sejenak. Sampai Raka tiba-tiba mendapat panggilan dari Jaffar.
“Kenapa, Jap?”
“Anak-anak ngajak maen Bultang, Lo ikut gak?”
“Kapan?”
“Lo gak liat grup emang?”
“Kagak. Kenapa?”
“Yah ilah, sibuk ngurusin cewek mulu sih, heran gue. Nanti siang.”
“Gak jadi Sabtu?”
“Sabtu juga. Jangan ngebucin aja Lo!”
Raka tertawa mendengarnya. “Sirik mulu lo jomblo. Nyusul, deh.”
“Nyusul pas mau udahan?”
“Seriusan, gue lagi sibuk, nih.”
“Ya udah, jangan sampe nggak.”
Terdengar bunyi tut-tut-tut setelahnya.
“Kira-kira Kaila sukanya apa ya, Tar?” tanya Raka sambil memakan donat di tangan Tara.
Perempuan itu memukul lengan Raka, kesal donatnya diambil. “Gak tahu.”
“Ya ilah, mikir dong.”
“Mikir aja sendiri.”
“Gak guna emang ngajak lo juga. Balik aja, deh,” ucap Raka seraya berjalan meninggalkan Tara yang masih duduk di tempatnya.
“Emang dasar gak tahu diri, bedebah lo!” kesal Tara yang kemudian mengekor di belakang.
Raka berhenti berjalan, ia membalikkan tubuhnya lalu menyentil dahi Tara. “Badwords mulu pagi-pagi.”
“Abis muka lo minta dikata-katain!” balas Tara yang mengusap dahinya. “Pasti merah nih, jidat gue!”
“Lebay, lo!”
[].
Ada yang ingin disampaikan di chapter ini?
—Salam donat;)
31/08/19
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro