Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 8

"Cepat kau bereskan motor itu, dan segera pergi dari sini!" Katanya pada Koti, dengan nada memerintah yang sangat jelas. Kemudian melangkah ke depan, menyembunyikanku di belakang tubuh besar dan tegapnya. "Dan matamu jangan jelalatan kemana-mana."

Huh. Ada apa dengannya sekarang? Kenapa aku tidak boleh dilihat oleh Koti. Tiba-tiba dia berubah posesif padaku? Padahal dia sama sekali belum mengenalku. Pertemuan pertama kami kacau, kedua lebih kacau dan ini neraka. Apa dia mulai tertarik padaku?

Koti tertawa mendengar nada suara cemburu Nicholas---itupun kalau benar cemburu. Aku tidak yakin. "Jangan khawatir, bos. Aku hanya ingin melihatnya saja, tidak ada maksud apa-apa. Dan wanita itu sangat cantik bos, apa dia pacarmu?"

"Tutup mulutmu. Itu bukan urusanmu. Tugasmu sekarang membawa motor itu ke rumah Jefry, hanya itu." Katanya kasar.

Aku menatap padanya, tidak suka dengan sikap kasar yang di berikannya pada Koti. Apa dia selalu seperti ini? Tapi, meski begitu aku bisa melihat Koti tidak merasa tertanggu dengan sifat kasar Nicholas bahkan seperti menikmatinya. Ck, bos dan pekerjanya sama saja. Aneh.

"Baiklah," gumam Koti, kemudian berjalan ke arah motorku. Dia juga memiliki badan yang tinggi, tapi tidak setinggi Nicholas. Kulitnya juga coklat, dari tempatku berdiri aku bisa melihat kalau jalannya agak pincang sedikit. Aku penasaran apakah dia pernah patah tulang sebelumnya, mungkin dia mengalami kecelakaan? tapi bukan tempatku untuk menanyakannya.

Tapi tunggu? Ponselku ada di bagasi motor. Kalau dia akan membawa motorku, aku harus mengambil ponsel itu. Melisa akan khawatir padaku kalau aku tidak segera mengabarinya. Aku pergi sudah lumayan lama.

Aku mulai berjalan agak tertatih untuk mengambil ponselku, tapi tiba-tiba Nicholas mencengkram pergelangan tanganku dan menarikku mundur. Matanya menatapku tajam, "kau mau kemana?"

Aku menghela napas, Mulai dongkol padanya. Apakah dia tidak merasa berlebihan dengan kelakuannya. Lama-lama aku akan merasa risih, kami baru bertemu untuk yang ke dua kalinya----dan yang pertama sangat tidak menyenangkan, dan dia sudah memperlakukanku seperti aku ini miliknya sendiri. Yang bisa diatur-atur sesukanya, membatasi orang yang bisa melihatku.

Apa mungkin karena ciuman kami tadi? Ah, tapi tidak mungkin hanya karena itu. Aku yakin dia sudah terbiasa mencium wanita, kalau di lihat dari cara bibirnya mencium bibirku. Lalu karena apa?

Oh, dia membuatku pusing.

"Ponselku ada di dalam bagasi motor, Nicholas. Melisa akan cemas kalau aku tidak meneleponnya segera, jadi aku butuh ponsel itu," kataku menjelaskan dengan pelan. Tidak tahu kenapa aku mau repot-repot menjelaskan padanya. Seharusnya aku tidak perlu mendengarkannya dan langsung saja melakukan apa pun yang kuinginkan. Aku terbiasa seperti itu. Tapi saat berada di dekatnya, aku tidak tahu apa yang terjadi pada tubuhku. Tubuhku seakan tunduk pada dirinya---tidak berdaya, aku terpikat padanya. Dan aku takut dengan apa yang kurasakan saat ini. Aku tidak ingin dikendalikan oleh pria.

"Biar aku yang mengambilnya. Kau masuklah ke mobil," gumamnya lembut, kemudian membantuku naik. Dia memasangkan safety beltku, kemudian menatapku. Sialan. Apa yang pria ini coba lakukan padaku.

"Jangan kemana-kemana! Aku akan segera kembali." Dia melontarkan senyuman yang sangat memikat padaku. Dan jantungku langsung berdetak cepat, seakan mau keluar dari tuhuhku dan berpindah ke tangan Nicholas.

Aku pasti sudah gila. Kalau dia terus memberikan perlakuan manis seperti itu, dijamin 1000% aku akan menjadi wanita yang tak tertolong lagi karena aku akan pasrah menjadi tawanannya.

Seharusnya aku yang melakukan hal itu padanya, kenapa sekarang jadi sebaliknya.

Brengsek.

Rencana yang benar adalah Nicholas terpikat padaku kemudian bersedia melakukan apapun untukku. Tapi kenapa sekarang jadi aku yang tergila-gila padanya?

Aku hanya mengangguk, tidak mempunyai kalimat yang tepat untuk membalasnya.

Nicholas terlihat seperti sedang memberikan instruksi pada Koti mengenai motorku. Caranya memberikan perintah terlihat sangat keren, aku bisa melihat dia sudah biasa melakukannya. Dia selalu ingin mengendalikan dan berusaha untuk itu. Aku tidak tahu kenapa tadi dia bisa lepas kendali dan mau saja saat aku menuntunnya untuk menciumku.

Atau, tadi dia bukannya tidak mau mencium melainkan menunggu reaksiku. Ah, Nicholas kau membuatku benar-benar tidak berdaya.

Tubuhnya yang tegap dan suaranya yang berat dan jantan menambah kemaskulinannya saat membawa dirinya melakukan apapun. Ayah juga tipe pria yang selalu ingin mengendalikan orang lain, begitu pula dengan Ryan. Tapi ayah dan Ryan tidak seperti Nicholas. Nicholas memiliki aura menakutkan dan lembut sekaligus. Tegas dan bersamaan dengan merangkul. Dia benar-benar sulit untuk dipahami.

Apakah aku akan mulai berusaha untuk memahaminya? Agar bisa membuatnya benar-benar menyukaiku, aku harus mengenal pribadinya. Pria seperti apa dia. Yah, aku harus belajar memahaminya.

Sesekali wajahnya cemberut menanggapi komentar Koti. Setelah Koti tampaknya sudah mengerti, dia berjalan menjauh dari Koti dan melangkah ke arah mobilnya.

Beberapa saat kemudian Nicholas masuk ke dalam mobil kemudian menyerahkan ponselku.

"Terima kasih," kataku pelan padanya.

"Hhmm."

Aku cemberut ke arahnya, memperbaiki letak jaket di bahuku. Huh. Nada suaranya datar sedatar papan.

***

Saat ini kami sedang dalam perjalanan menuju Puskes, dan keadaan di dalam mobil sangat sunyi, seperti berada di kuburan---menurutku di kuburan bahkan lebih menyenangkan. Tidak ada di antara kami yang berbicara, apalagi pria yang di sebelah ku ini, tegang bak patung. Benar-benar membuatku kesal. Daritadi dia hanya fokus menyerir, tidak memedulikan aku yang duduk disebelahnya sudah seperti orang tolol, tidak tahu apa yang harus dilakukan. Aku tidak melihat ada CD yang bisa diputar, jadilah aku duduk tenang saja tidak melakukan apa-apa.

Hey, aku wanita cantik di sebelahnya. Tidakkah seharusnya aku pantas mendapat sedikit perhatian? Bukannya diabaikan seperti ini.

"Berapa umurmu?" Itu adalah Pertanyaan basa-basi yang sangat menyedihkan. Aku sangat tahu itu.Tapi aku tidak tahan lagi, kalau dia tidak mau memulai pembicaraan, biar aku yang melakukannya.

Aku melirik ke arahnya. Wajahnya benar-benar tampan. Aku tidak akan pernah bosan memandang wajah dewa yunani-nya itu. Wajah tampannya seharusnya menjadi dosa, tidak adil dia dianugerahkan rupa yang tak tercela serta tubuh yang sempurna---sedangkan diluaran sana sangat banyak orang yang jauh dari apa pun yang dimilikinya saat ini.

"30 tahun," katanya sambil melirik ke arahku, kemudian dia cemberut tampak tidak suka dengan apa yang dilihatnya.

Aku memeriksa penampilanku.
Memangnya apa yang salah?

Nicholas mendengus dengan keras. "Kenapa semua pakaian yang kau pakai tidak ada yang sopan?" Dia bertanya sinis padaku.

Baju yang kupakai adalah baju tidur. Ya, wajar agak terbuka. Tadi sebenarnya aku tidak ada niat mau keluar, tapi karena kejengkelanku yang memuncak aku membutuhkan udara segar untuk menyegarkan pikiranku. Saat tidur biasanya aku tidak suka memakai baju, tapi karena sekarang aku berada di sini--- di rumah orang lain, aku terpaksa tidak bisa melakukan kebiasaanku itu.

Tapi dia benar juga. Memang Hampir semua pakaianku seperti ini. Seperti katanya 'pakaian kurang bahan yang bahkan belum selesai di jahit'.

Tapi aku tidak akan memedulikan komentarnya. Tidak ada seorang pun yang bisa melarangku memakai semua itu. Tidak ayahku. Tidak Ryan. Tidak Alex. dan bahkan Dia sekalipun.

Tapi, apakah itu benar?
Beberapa saat yang lalu aku baru saja tunduk pada perintahnya. Berapa lama aku bisa membangkang padanya. Aku punya firasat kalau aku akan sulit membantah perintahnya.

Lagian tadi dia tidak keberatan, bahkan dengan bernafsunya menggosok-gosok pahaku yang terbuka, kenapa sekarang dia jadi jengkel.

"Ini baju tidurku. Kau tidak berpikir kalau aku akan memakai kaos tebal dan celana olahraga saat tidur di daerah yang sialan-selalu-panas-ini, kan?"

Yang benar saja?

"Kau berlebihan menggambarkannya, disini tidak sepanas itu. Tapi,Kalau mau keluar seharusnya kau menggantinya dulu dengan pakaian yang lebih tertutup."

"Terserah padaku mau memakai apa. Mau aku hanya pakai celana dalam pun, itu bukan urusanmu."

Yeah, sifat jalang pembangkangku memang tidak pernah pergi terlalu jauh.

"Ck, kau benar-benar wanita keras kepala!"

"Yes, i'am."

Nicholas hanya menggeleng. Tampak tidak puas dengan hasil perdebatan kami.

***

"Turun."

Oh, ternyata kami sudah sampai. Aku melihat di samping mobil Nicholas yang sudah berhenti, Puskesmas yang cukup lengang. Mungkin karena sekarang sudah malam. Seorang wanita berseragam perawat keluar dan membawa kotak obat di tangannya.

Tapi, kakiku kan sakit. Kenapa Nicholas menyuruhku turun? Seharusnya dia yang turun dan membukakan pintuku kemudian menggendongku masuk seperti yang dilakukannya tadi. Apa dia masih jengkel karena perdebatan kami barusan? Huh, dia kekanakan sekali. Masa hanya karena itu dia jadi ngambek padaku.

"Kakiku sakit Nicholas," kataku, mereñgek padanya. Wajahku kubuat sepolos-polosnya, tanganku mengusap-usap lututku yang terluka. Pura-pura kesakitan.

"Tadi kau kelihatan baik-baik saja. Mulutmu juga merocos tak karuan. Apakah kau sedang mempermainkan aku, Tania?" tanyanya tidak percaya. Memutar badannya sehingga mengarah ke arahku, satu lengannya diletakkan di setir mobil satu tangannya yang lain di atas kursiku, tubuhnya condong padaku,dia menatapku intens.

Kumohon jangan tatapan intens itu lagi. Aku tidak akan sanggup menahannya kalau sudah seperti ini.

Aku bergerak gelisah di tempat dudukku, menggigit bibir bawahku karena gugup. Aku tidak sanggup menyuarakan keinginannku, sekarang aku yakin wajahku sudah memerah semerah strobery.

"A...ku...aku ingin kau menggendongku, Ni...cholas," kataku terbata-bata, merasa malu pada diriku sendiri yang tidak tahu malu. Kepalaku menunduk, tidak berani menatap matanya yang menyipit dan alisnya yang terangkat. Aku sudah siap mendengar cemohan keluar dari mulutnya. Kupikir aku memang wanita tidak bermoral. Aku meremas baju tidurku dengan kedua tangan sampai baju itu kusut dan berkerut.

Uh. Oke. Seharusnya aku menghentikan ini sekarang juga. Aku masih bisa berjalan meski tertatih. Yah. Aku akan berjalan saja. Tubuhku dalam sekejap berubah jadi tidak bersemangat. Apa aku salah mengartikan arti ciumannya tadi. Nicholas tidak benar-benar meninginkanku. Itu hanya nafsu sesaat. Jangan terlalu banyak berharap Tania! Kejadian tadi takkan terulang lagi.

Aku baru akan bergerak turun saat tangan Nicholas menarik daguku dan mengarahkanku padanya. Nicholas mengelus bibirku dengan jarinya kemudian menciumku cepat. Secepat mulainya secepat itu pula berakhir ciuman itu. Hanya sapuan halus di bibirku.

"Tunggulah sebentar. Aku akan menggendongmu," katanya lembut. Kemudian dia keluar dari mobil, berjalan memutar ke sebelahku.

Nicholas menggendongku masuk ke dalam Puskes, dia tidak malu sedikitpun saat banyak orang melirik ingin tahu ke arahnya. Apalagi saat ini dia sedang menggendong seorang wanita. Langkahnya tegas, tidak ada rasa canggung pada gestur tubuhnya.

Aku mengalungkan kedua tanganku pada lehernya, semakin merapatkan tubuhku ke dalam pelukan hangatnya. Bau tubuhnya sangat enak dicium.

Oh, Nicholas. Aku takut dengan perasaanku padamu sekarang.

Saat kami tiba di dalam, seorang perawat langsung menghampiri. Awalnya wajah perawat itu kelihatan berseri saat melihat Nicholas, tapi saat dia melihatku wajahnya berubah cemberut. perawat itu terang-terangan menunjukan rasa terkejutnya melihat aku di dalam gendongan Nicholas. Dia terlihat tidak suka.

Sialan. Itu bukan urusanku.

Aku semakin menempelkan wajahku pada leher Nicholas. Biar wanita itu tahu, kalau Nicholas daerah terlarang untuknya. Nicholas mencium rambutku sekali. Aku tidak tahu untuk apa itu, tapi aku sangat senang karenanya.

Si Perawat-sialan-ganjen merah padam mukanya. Rasakan itu.

Dia masih muda, dan kelihatannya mereka saling mengenal. Perawat itu berbicara dengan Nicholas dengan sangat akrab. Nicholas meminta satu kamar khusus untukku, tidak memperhatikan logat-logat si perawat yang terang-terangan menggodanya.

Ck. Dasar jalang.

Tapi Nicholas tetap mengacuhkan perawat itu---yang kemudian kutahu namanya Pulo---kemudian membawaku ke kamar yang ditunjukan si Pulo-Pulo itu. Ya ampun nama apaan itu? Jelek sekali.

Nicholas membaringkan tubuhku ke atas kasur dengan sangat lembut, penuh perhatian. Kemudian dia mengambil kotak obat yang ada di tangan Pulo.

"Sekarang kau boleh pergi, biar aku saja yang merawat luka Tania," kata Nicholas pada Pulo. "Terima kasih sudah menyediakan kamar ini untuknya."

Si Pulo-pulo tampak tidak suka di suruh keluar. Dia melirik ke arahku dengan tatapan mencemooh yang kentara, tapi sayang Nicholas tidak melihatnya karena dia sedang sibuk mengeluarkan obat-obat dari kotak obat.

He, dia pikir aku takut padanya. Pikir sekali lagi jalang sialan. Nicholas itu milikku. Aku balas memandangnya dengan tatapan yang tak kalah sinisnya.

"Aduh...Nicholas...kakiku..." aku meringis kesakitan tapi sambil melirik ke arah si Pulo-Pulo. Kau akan lihat bagaimana cemasnya Nicholas padaku.

Mendengar ringisanku, Nicholas langsung bangkit dan memeriksa lukaku. "Apa terasa sangat sakit?" Nicholas menatap cemas ke arahku, "sabar, aku akan membersihkan lukamu."

Yeah, yang benar saja. Itu cuma goresan kecil, mana mungkin separah itu. Tapi aku ingin memberi pertunjukan pada si Pulo-Pulo sekaligus mendapat perhatian dari Nicholas.

Pertunjukanku berhasil. Si Pulo-Pulo keluar dan menutup pintu di belakangnya. Sekarang tinggal kami berdua di dalam kamar.

Hohoho. I got you Nicholas.

Nicholas mulai membersihkan lukaku dengan alkohol, sangat lembut dia membersihkannya. "Tahan sedikit, sayang. Ini akan sedikit perih." Katanya pelan, menenangkan.

Apakah dia baru saja memanggilku sayang? Oh, Nicholas. kau membuatku melted.

Aku meringis pelan. Kali ini benar-benat perih, aku tidak sedang berbohong. Nicholas terus mengucapkan kata-kata menenangkan--- seolah dia sedang berhadapan dengan seorang anak kecil---sambil terus merawat lukaku.

Setelah selesai, dia memasukkan kembali obat-obat itu ke dalam kotak obat. Tapi kemudian dia melihat pahaku yang sedikit memar, Nicholas ingin menaikkan celana tidurku bermaksud melihat separah apa memarnya, tapi kuhentikan dengan kedua tanganku. Aku menggeleng padanya.

Dia menaikkan pandangannya kearahku lalu bergumam pelan, "aku ingin melihat memar di pahamu dan itu harus segera di obati,"

Dan hanya seperti itu, aku mengizinkannya menaikkan celana tidurku. Tangannya yang besar dan coklat sangat kontras dengan pahaku yang putih dan sedikit kebiruan akibat memar.

Tangannya mengusap-usap pahaku naik turun dengan lembut. "Apakah terasa sakit?"

"Hhhmm...Nic..holas..geli..Ahhh."

Apakah dia tidak tahu bagaimana efek usapan tangannya di pahaku pada hasrat tubuhku? Atau dia memang sengaja melakulannya?

Bukannya berhenti, dia malah semakin menaikkan tangannya sampai hampir menyentuh pangkal pahaku. Vaginaku seketika mengerut mendambakan tangan kasarnya.

Tanganku meremas sepre dengan sangat kuat, mataku terpejam. "Nich...oh...Nicholas....aku...hmm.
Jangan berhenti, kumohon."

"Sialan Tania, kau jelas bisa membuat pria manapun bernafsu padamu," katanya dengan kasar. Kemudian kurasakan tangannya di kewanitaanku, menggesek-gesekkan jarinya. "Kau sangat basah Tania." Suaranya penuh rasa takjub.

"Aku menginginkanmu, Nicholas." Yah, aku tidak mau berbohong.

"Brengsek. Aku juga sangat menginginkanmu Tania."

"Kalau begitu ayo lakukan dengan cepat Nicholas, aku sudah tidak tahan." Aku dengan tergesa-tergesa berusaha melepaskan celanaku, tapi Nicholas menghentikanku.

"Tidak Tania."

Sialan. Apa dia berubah pikiran karena melihat sifat jalangku. Aku menatap matanya bingung dan putus asa.

"Ranjangku. Kita tidak akan bercinta di sini. Untuk yang pertamakali harus di atas ranjangku."

"Jadi?" Aku sudah tidak mengenali suaraku lagi.

"Ikutlah pulang kerumahku. Dan kita akan menyelesaikannya di dalam kamarku."

Oh, Thanks God.

Demi kalian author rela begadang untuk nyelesaikan part ini. Jadi jangan lupa buat vote dan coment ya.

Di mulmed itu fotonya abang Nicholas. Hehehe, cakep gak? Kemarin ada yang minta foto abang Nicholas, jadi di part ini author kasih tunjuk.

Oiya, kalau kalian ngerasa ada part yang seperti terpotong, tolong sampein ya. Biar author perbaiki. *kalau bisa*

Jangan bosan-bosan buat nunggu up date-an selanjutnya.

Thank you

Love you

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro