Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 5

Aku membolak-balik dengan sendok, nasi goreng yang ada di depanku, seolah akan mengubah rasanya jika aku melakukan itu.

Aku memandang ke arah nasi goreng itu tapi pikiranku berkelana entah kemana. Masih tidak dapat memahami arti dari mimpiku, dan kenapa aku bisa bermimpi seperti itu.

"Apa makanannya tidak enak?"

Melisa, adiknya jefry, bertanya padaku sambil meremas-remas serbet di tangannya, menilai reaksiku tentang nasi goreng yang dimasaknya. Sekilas, aku mendengar nada ketakutan di suaranya. Apakah dia takut padaku? Kami bahkan baru berkenalan pagi ini dan aku tidak melakukan apa-apa yang mungkin bisa membuatnya takut.

Aku mendongak dari nasi goreng di depanku dan menatap wajahnya. Dia berdiri di depan bak cuci piring, terlihat gugup. Wajahnya manis, tadi waktu dia membangunkanku dan kami berkenalan untuk yang pertama kalinya, aku tidak terlalu memperhatikan wajahnya karena masih terpengaruh mimpi sialan erotis itu, dan sekarang setelah melihatnya lebih jelas, aku melihat wajah ramah nan cantik di sana. Tapi memang terlihat ada sedikit raut ketakutan di wajah ovalnya.

Aku memberikan senyum padanya kemudian menggeleng. "Tidak, masakanmu enak," kataku jujur. Memang nasi gorengnya enak. "Hanya saja aku sedang ada masalah, bukan karena nasi gorengmu."

Dia menghela napas dengan penuh kelegaan. "Ku pikir kakak tidak suka masakan orang kampung. Aku sempat khawatir tadi. Kakak kan orang kota dan anak orang kaya pula, jadi...."

"Jadi menurutmu aku akan membuang makanan ini ke lantai sambil berteriak 'hei kau manusia kampung, aku tidak suka makanan ini segera carikan aku makanan yang layak di makan' begitu?" tanyaku memotong kalimatnya.

Dia tersenyum dan bergerak salah tingkah. "Maaf, kak."

Aku mengangkat sebelah tanganku sebagai tanda aku tidak apa-apa. "Kemari, dan duduklah di sini bersamaku," aku menyuruhnya duduk di kursi makan di depanku. "Dan kau tidak perlu takut padaku ataupun segan-segan mengutarakan apa yang ada di pikiranmu. Aku bukan orang yang kaku dan aku juga tidak suka teman bicara yang kaku." kataku gamblang. Yah, aku tipe wanita ceplas-ceplos. Kalau kami akan menjadi teman, dia harus tahu itu.

Melisa berjalan menuju kursi dan duduk di atasnya, bergerak sedikit menyesuaikan letak pantatnya kemudian menatap serius ke arahku.

Aku tertawa, dia masih berlaku kaku. Aku penasaran apa itu memang sifatnya.

Mengangkat gelas dari atas meja, aku meminum air putih yang ada di dalamnya kemudian berkata, "Dengar, ini adalah pertama kalinya aku datang ke palembang dan di sini aku tidak mengenal siapa pun selain kau dan jefry. Aku puñya sesuatu yang harus aku selesaikan di sini. Untuk itu aku butuh seorang teman," kataku tanpa basa-basi.

Jefry orang yang baik. Aku yakin dia tidak akan keberatan membantuku menyelesaikan misi rahasiaku. Tapi meski begitu, aku tetap kurang nyaman berada di dekatnya, atau lebih tepatnya berada di dekat pria manapun.

Selain untuk tidur bersama. Tentunya.

Yah, aku jalang sialan yang menyedihkan. Tidak tahan berada di dekat pria selain untuk melakukan persetubuhan yang panas dan nikmat.

Ada perasaan aneh yang menakutkan saat aku melakukan kegiatan normal dengan mereka. Hal itu terjadi setelah ibuku meninggal dan sampai sekarang. Aku tidak percaya pada pria manapun. Termasuk ayahku.

Ibuku wanita cantik yang lembut dan baik hati, tapi tidak dipedulikan oleh ayahku. Ayahku tidak pernah mau melihat betapa ibuku sangat mencintainya dan betapa inginnya ibuku mendapat kasih sayang yang tulus dari ayah. Tapi tidak pernah di dapatnya. Setelah ibu meninggal, ayah menyesal. Apa gunanya? Sudah terlambat.

Begitu juga dengan semua pria yang tidur denganku. Mereka bergairah dan menginginkan seks. Aku cantik dan seksi menurut mereka dan mereka menginginkanku sebagai pelampiasan nafsunya. Dan yang paling penting aku menikmatinya. Itu saja. Memang sudah banyak pria yang melamarku, menginginkanku sebagai miliknya seutuhnya, bahkan dengan cara menjijikan seperti yang Ryan lakukan.

Tapi aku tidak percaya pada niat mereka semua. Mungkin saja hal itu hanya untuk membuktikan kearoganan serta kekuasaan mereka.

Aku bukan milik siapa pun. Aku milik diriku sendiri.

Seharusnya, ayahku menjadi satu-satunya pria yang bisa ku percaya, tapi itu pun tidak. Itulah kenapa aku tidak mau menikah. Aku tidak bisa dan tidak akan pernah mempercayakan diriku pada mereka, kaum pria.

Melisa adik jefry dan sudah lama tinggal di sini, dia pasti tahu keadaan di sini. Mungkin dia juga mengenal Nicholas. Aku berharap begitu.

"Berapa usia mu?" setelah beberapa saat, aku bertanya padanya, sambil menyuapkan nasi goreng ke mulutku.

Hhmm...dia pandai memasak. Tidak sepertiku.

"Aku delapan belas. Aku baru saja lulus SMU." jawabnya.

Setelah menyuap nasi goreng terakhir dan meminum air putih, aku mengangguk. "Aku dua puluh satu," kataku, melipat kedua tangan dan meletakkannya di atas meja, kemudian melanjutkan, "Perbedaan usia kita hanya tiga tahun, dan sebelumnya sudah ku katakan kalau aku bukan orang yang kaku. Tania, namaku Tania. Terserah padamu mau memanggilku apa. Kau boleh memangilku Tania, Tan, Nia, Ia, terserah. Asal jangan kakak. Oke?"

"Baiklah...Ta..ni..a."

Suaranya pelan dan agak tidak yakin. Tapi itu lebih baik daripada dia memanggilku kakak. Itu terlalu formal.

Sial. Aku tidak suka hal yang berbau formal. Itu memuakkan.

Aku mencondongkan tubuhku sedikit lebih ke depan. Sebenarnya aku merasa tidak yakin, tapi bagaimana pun aku harus bertanya. Siapa tahu dia mengenalnya.

"Apa kau mengenal pria bernama Nicholas?" tanyaku padanya.

Ada kerutan halus di keningnya. "Maksudmu?" dia balik bertanya padaku. Aku tahu pertanyaanku tiba-tiba. Aku baru datang tadi malam dan sudah menanyakan pria---yang mungkin saja dia juga tidak menenalnya---dengan raut wajah ingin tahu. Tapi...aku tidak bisa menahannya...mimpi itu...Nicholas...

"Yah, namanya Nicholas, dia memiliki tanah yang luas di sini. Mungkin kau mengenalnya?" Suaraku kubuat sedatar mungkin. Aku tidak mau dia berpikir yang macam-macam dulu.

Setidaknya untuk sekarang ini.

Mengingat aku masih orang baru di sini.

"Hmmm," dia tampak berpikir sejenak, kemudian berkata "Hanya ada satu orang pria yang bernama Nicholas di sini. Dan dia juga memiliki tanah yang luas, bahkan sangat luas."

Hanya ada satu orang. Kalau begitu aku tidak perlu susah-susah menyeleksi orang yang mungkin pria yang kucari, karena hanya satu yang bernama Nicholas di sini.

Oh, thanks God.

Tapi kemudian timbul rasa ingin tahu yang sangat besar dalam diriku. Yang ingin mengetahui seperti apa pria bernama Nicholas ini. Sebelum aku bisa menahan diriku, lidahku sudah bertanya, "seperti apa orangnya?"

"Bang Nicholas itu...."

Bang?

Aku semakin mencondongkan tubuhku ke arahnya. "Apakah dia jelek? Tua, beruban, buncit?" tanyaku tidak sabar. Meski semua pertanyaan itu keluar dari mulutku, tapi yang kuinginkan adalah hal sebaliknya. Entah kenapa, aku ingin Nicholas seperti pria yang ada dalam mimpi erotisku. Tampan, jantan, berbahaya tapi seksi dan sangat hebat di ranjang. Uuhgg...bahkan hanya dengan membayangkannya saja sudah membuat seluruh tubuhku seakan teraliri listrik dengan tegangan tinggi.

Nicholas, sihir apa yang telah kau berikan padaku?

Melisa tertawa dengan sangat kencang, sambil memegangi perutnya sangkin kuatnya dia tertawa, "Apakah kakak....hhmm maksudku 'kau' bercanda, bertanya seperti itu?" Dia kemudian ikut mencondongkan tubuhnya kearahku, sekarang posisi kami sudah sangat dekat. "Kau salah Tania." Katanya, tersenyum misterius. "Bang Nicholas bukan seperti apa yang kau sebutkan tadi. Dia pria yang sangat tampan. Sangat, sangat tampan." Setelah mengatakan itu, dia menarik tubuhnya menjauh, menatap ke langit-langit dapur seolah membayangkan sosok Nicholas.

Aku takjub melihat raut wajahnya. Wajahnya menampilkan rona gadis muda saat membayangkan kekasih pujaan hatinya.

Apakah benar Nicholas semenakjubkan itu?

"Dia pria pujaan di kampung ini. Semu gadis tergila-gila padanya." katanya melanjutkan, setelah sempat terputus sebentar. "Dia tampan, pintar, seksi, mapan, sukses."

Glek.

"Tubuhnya kekar, kulitnya coklat tapi seksi, lengannya kuat,otot-ototnya?? Oh, Tuhan." Melisa mulai meracau karena terlalu semangat menceritakan Nicholas.

Glek...Glek.

"Oh, Tania. Dia menakjubkan. Dia....Sempurna."

Glek...Glek...Glek.

Mirip seperti pria di dalam mimpiku.

***

Setelah obrolan kami tadi pagi di meja makan, kami hanya menghabiskan waktu menonton tv. Tidur-tiduran di sofa dan Melisa juga sama. Hanya bedanya, aku menonton tv sedangkan dia membaca novel. Dia baru akan masuk kuliah tiga bulan lagi, jadi selama itu dia akan libur.

Tempat ini adalah nerakanya dunia. Saat siang seperti ini, cuacanya panas sekali. Pantas saja semua penduduk yang tinggal di sini kulitnya coklat semua. Mungkin karena terkena matahari saat bekerja di luar ruangan.

Apakah kulit coklat seksi Nicholas juga hasil tempahan sinar matahari?

Ck, dasar jalang. Bahkan hanya bertemu di dalam mimpi kau sudah terus teringat padanya. Bagaimana kalau sudah bertemu langsung dengannya? Kau mungkin akan gila karenanya.

Oh, ini benar-benar...

Mengganti dari satu chanel ke chanel yang lain, tapi sama saja. Tetap membosankan. Tidak ada siaran yang bagus, mau keluar juga tidak tahu mau pergi ke mana. Di sini tidak mal, bioskop, atau tempat-tempat mejeng lain yang biasa aku datangi jika aku bosan saat aku berada di jakarta. Hanya ada hutan dan ladang-ladang petani di sini. Suara kendaraan yang lewat di jalan menjadi penyumbang suara di siang bolong yang sunyi di daerah antahberantah ini.

Semakin tidak tahan dengan kebosanan ini, aku terduduk di sofa tempatku tiduran sebelumnya. "Ayo kita pergi menemui Jefry saja. Aku bosan tidak melakukan apa-apa di sini", kataku gusar pada Melisa.

Melisa meletakkan novel yang di bacanya di perut kemudian menatapku. "Lokasi abang kerja sekarang sangat jauh. Lagian udara di luar sangat panas. Kulitmu yang putih mulus itu akan hitam nanti," katanya menggodaku.

Benar juga katanya. Aku sangat menjaga kulitku. Sudah tidak terhitung banyaknya uang yang ku habiskan hanya untuk perawatan kulitku, agar tetap putih dan mulus. Aku tidak mau kehilangan itu, walau demi apapun.

"Oh, sial".

"Sabarlah, nanti malam ada pasar malam di dekat sini. Kalau kau mau, kita bisa pergi ke sana." Katanya padaku, kemudian tersenyum penuh arti padaku. "Di sana juga banyak pria tampan. Lumayan buat cuci mata. Hehehe," dia tertawa nyengir.

Ck, anak ini. Tadi pagi gayanya oon kaya onta, sekarang berubah ganjen.

"Kalau kau beruntung, kau juga bisa bertemu dengan bang Nicholas. Malam ini malam minggu, dia biasanya akan keluar."

Semangatku tiba-tiba naik ke level puncak. Membayangkan akan bertemu langsung dengan Nicholas membuat darahku panas dingin. Membuatku lupa tujuan kedatanganku kesini. Seharusnya Nicholas adalah hal yang terlarang bagiku, karena aku belum tahu bagaimana nanti caraku mendapatkan tanahnya---yang kebetulan sangat diinginkan ayah--- apakah dengan cara baik-baik atau malah dengan cara sebaliknya. Aku masih belum tahu caranya.

Sensasi percintaan kami dalam mimpiku menguar keluar. Aku tidak bisa menghentikan perasaan ini. Saat harapan merasuki diriku, ku dengar Melisa bergumam, "Tapi aku tidak janji dia ada di sana, Soalnya Nicholas pria yang super sibuk."

Secepat kilat bantal yang kupegang melayang ke arah kepalanya, "Taik."

Tawa Melisa pecah, dan dia berlari menghindari amukanku.

Ck, gadis sialan.


Jangan lupa vote dan coment-nya ya! Biar author semangat nulisnya.

Thank you

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro