Part 3
Akhirnya sampai juga aku dibandar udara internasional sultan mahmud badaruddin, palembang.
Ayah bilang akan ada seseorang yang menjemputku disini. Aku mengedarkan pandanganku kesekitar, mencari keberadaan orang yang dimaksud ayah. Kemudian aku melihat, jaraknya kira-kira 15 meter dariku, berdiri seorang pria sedang mengangkat karton bertuliskan namaku.
Ah, itu orangnya.
"Apa kau yang disuruh untuk menjemputku?" Tanyaku saat aku sudah berada dihadapannya.
Mengangguk dan Dia melongo menatapku. Memandangku dari atas kebawah.
Untuk orang yang baru pertama kali bertemu, dia sungguh tidak sopan.
"Kamu...cantik sekali" gumamnya takjub.
Saat ini aku mengenakan kaos kedodoran warna hitam ada tulisan fuck you baby tepat dibagian dada, jeans pendek sejengkal diatas lutut kupilih untuk bawahannya dan sepatu boot warna coklat tua pelengkap penampilanku. Rambutku kuikat asal, sebagian anak rambutku keluar dari ikatannya. Bukan sombong, aku memang cantik.
"Apa kita akan terus berdiri disini? Sekarang sudah soreh dan aku lelah, ingin segara tidur" gumamku datar.
"Maaf...aku tidak bermaksud" dia menjawab gugup, malu karna kelakuannya.
"Tidak masalah, sekarang tunjukan jalannya".
"Mari..."
***
"Kau bercanda?"
Aku melirik tidak percaya padanya. Didepanku terparkir mobil pick up tua yang sangat jelek, maksudku benar-benar jelek. Semua bagian mobil itu sudah berkarat. Aku tidak akan heran kalau sampai mobil itu mogok setiap satu km perjalanannya.
"Kau ingin aku naik mobil itu?" Aku masih tidak percaya.
"Iya non, pak tony bilang tidak perlu memakai mobil yang bagus untuk menjemput nona"
Apa dia bilang...ayah...aarrrrgggh
"Baiklah..."
aku menghela napas, apapun yang kulakukan tidak akan bisa merubah situasi ini. Lebih baik kujalani sebaik dan sesabar mungkin.
***
Satu jam perjalanan kami habiskan dengan saling membisu. Tidak ada satupun dari kami yang bicara, dan aku tidak keberatan. Tidak ada yang ingin kubicarakan dengan orang disebelahku ini. Aku lebih suka keadaan hening, agar aku bisa berpikir, mencari cara tercepat mengatasi masalahku.
Nicholas. Seperti apa orang ini.
"Nama saya jefri arjuna, saya adalah mandor yang mengurus kebun kelapa sawit pak Tony disini ,terserah nona mau memanggil saya apa" tiba-tiba orang disebelahku bicara, mungkin dia mulai tidak nyaman dengan keheningan kami. Aku mengangguk "aku akan memanggilmu jefry saja, dan jangan memanggilku nona, aku tidak suka. Panggil nama saja.
"Tapi...."
"Ini perintahku" aku memberi penekanan pada kalimatku. Kemudian dia mengangguk.
"Baiklah Tania".
"Hhmmm"
Suasana kembali hening. Aku memandang keluar jendela mobil. Diluar sudah mulai gelap, matahari kembali keperaduannya. Aku melihat sekelompok burung terbang dilangit, mungkin mereka akan pulang kesangkar, tempat mereka berkumpul bersama dengan keluarga mereka yang lain. Aku terus memandang burung-burung itu sampai mereka hilang dari pandanganku. Aku ingin seperti mereka, terbang bebas.
Disaat-saat seperti ini, aku akan teringat masa-masa kecilku dulu. Disaat ibu masih bersama kami, masih bisa tersenyum padaku.
Saat aku takut, ibu selalu menemaniku. Disaat aku bersedih ibu menjadi sosok penghibur bagiku. Saat aku menangis ibu menghapus airmataku dan menangis bersamaku begitu juga saat aku tertawa, ibu akan menjadi orang yang lebih bahagia untuk tawaku.
Tapi kini, semua itu hanya akan tinggal kenangan, yang akan selalu tersimpan jauh didalam lubuk hatiku.
"Ibu, Tania rindu ibu...Tania... sangat merindukan ibu
Tanpa kusadari setetes airmata jatuh dipipiku.
Dari luar aku terlihat kuat, tegar dan tak tersentuh. Banyak orang menilaiku arogan, sombong tapi mereka semua tidak tahu, semua itu hanya tameng untuk menutupi kelemahanku.
Ibu selalu menyebutku putrinya yang cengeng, dan ibu benar. Didepan orang-orang, aku berpura-pura kuat tapi bila sedang berada dikesunyian kamarku, aku menangis.
Ibu wanita yang sangat lembut, selalu sabar menghadapi ayah yang keras, karna itulah ayah sangat terpukul saat kepergian ibu.
Tidak ada wanita seperti ibu.
*
Suara decitan ban mobil mengembalikanku kesaat sekarang. Badanku terdorong kedepan karna jefry merem mendadak.
"APA YANG KAU LAKUKAN" aku membentaknya.
"Kalau kau mau mati, jangan libatkan aku" kataku sinis
"Ma..maafkan aku Tania, tiba-tiba tadi ada binatang yang lewat" jelasnya dengan suara pelan. Dan melajukan mobilnya kembali.
Aku melihat kesekitar, tidak ada pemukiman disini. Hanya pohon kelapa sawit, sejauh mata memandang.
Sudah gelap, satu-satunya cahaya hanya yang berasal dari lampu mobil. Suara ban mobil berjalan dibebatuan jalan menjadi satu-satunya suara.
Sebenarnya dinegri anta berantah mana sekarang aku ini.
***
Sudah dua jam, setelah insiden binatang lewat tadi, tapi kami masih belum sampai-sampai juga.
Malam semakin larut, badanku sudah pegal-pegal semua. Jok mobil ini benar-benar membunuhku. Pantatku serasa kempes.
"Berapa lama lagi kita akan sampai? Badanku sudah hampir rontok"
Jefri menoleh sebentar, kemudian kembali memandang kedepan "sabar, sebentar lagi kita sampai"
"Jalan menuju neraka bahkan lebih cepat daripada ini" cibirku.
*
Kurasakan laju mobil, semakin pelan kemudian berhenti.
Apa kami sudah sampai?
Tapi kami masih ditengah hutan. "Kenapa kau berhenti" aku bertanya bingung.
"Itu.." jefry menunjuk dengan dagunya. Aku mengikuti arah pandangannya. 15 meter dari tempat mobil kami berhenti, terparkir memblok jalan,sebuah mobil pick up. Pemiliknya berdiri disamping mobil, menatap lurus kearah mobil kami.
"Ck, tadi binatang lewat, sekarang apa lagi? Binatang berhenti ditengah jalan?"
Jefri terkesiap mendengar kata-kataku.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro