Part 16
Happy reading...
"Kau yakin aku tidak perlu bicara dengan ayahmu?" tanya Nicholas sambil keluar dari kamar mandi, hanya dengan handuk putih yang melingkar di pinggulnya.
Aku bergerak-gerak di atas tempat tidurnya yang berukuran sangat besar, menarik selimut sampai ke leher untuk menutupi ketelanjanganku kemudian menopangkan sikuku di atas selimut dan menatap ke arahnya. "Ya. Biar aku saja yang memberitahunya."
Setelah aku mengatakan padanya kalau besok aku akan pergi ke jakarta, Nicholas sempat keberatan dan dia ingin ikut denganku, tapi karena aku tetap ingin pergi sendiri saja jadi satu harian ini Nicholas memaksaku untuk menghabiskan waktu bersamanya. Dimulai dari pergi nonton ke kota, jalan-jalan ke taman hiburan, pergi ke kebunnya dan memancing di sungai dekat kebunnya kemudian terakhir saat malam tiba kami bercinta dengan sangat nikmat di atas kasur empuknya yang sangat besar. Dia bilang itu untuk membuatku agar selalu mengingatnya, supaya aku tidak lari ke pelukan pria lain.
Bagaimana mungkin dia bisa berpikir seperti itu. Dia sudah mencuri hati, jiwa dan pikiranku sejak pertama kali kami bertemu, tidak ada apa pun yang tersisa untuk pria lain di luaran sana.
Nicholas berjalan mendekat ke tempat tidur sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil berwarna biru laut kemudian duduk di sebelahku. "Tapi aku ingin melamarmu pada ayahmu, itu yang biasa di lakukan seorang laki-laki saat ingin menikahi kekasihnya." gumamnya keras kepala.
Aku tidak mungkin membiarkan Nicholas berbicara dengan ayahku sebelum aku menyelesaikan masalahku dengan ayahku. "Nanti setelah aku berbicara dengannya baru kemudian giliranmu. Aku tidak mau membuatnya terkejut dengan rencana pernikahanku yang tiba-tiba ini. Aku akan memberi penjelasan dulu supaya dia mengerti," kataku mencoba menjelaskan dan berharap dia tidak khawatir. Aku tahu kenapa dia sangat ingin berbicara dengan ayahku, dia takut ayah tidak merestui kami dan malah tidak mengizinkanku kembali padanya. Aku sudah mengatakan kalau kecemasannya itu berlebihan, tapi yah bukan Nicholas namanya kalau tidak keras kepala seperti biasanya.
Aku menyentuh tangannya yang di letakkannya di atas kasur, tangannya terasa dingin karena baru selesai mandi, kemudian aku tersenyum menenangkan. "Jangan terlalu cemas, sayang. Tidak akan ada hal buruk yang akan terjadi," kata lembut, kemudian aku menggenggam tangannya. Nicholas menatap tepat ke mataku, mencari ketenangan dalam pandangan mataku kemudian dia menghela napas dan semakin erat ikut menggenggam tanganku.
"Aku takut dengan perasaan yang kurasakan padamu Tania. Aku sangat mencintaimu, sampai-sampai aku tidak sanggup untuk kehilanganmu, membayangkannya saja aku takut." Gumamnya lembut, kata-katanya menyentuh lubuk hatiku yang terdalam.
Tidak sanggup membendung rasa bahagiaku mendengar kata-katanya, Aku terduduk dan menangkup wajahnya dengan kedua tanganku, kemudian mencium bibirnya dengan segenap perasaanku. Nicholas terkejut pada awalnya, tapi kemudian dia melemparkan handuk kecil yang dipegangnya dan mencium bibirku dengan tidak kalah memburunya. Aku meluapkan semua rasa cintaku dalam ciuman kami, tanganku melingkar di lehernya saat ciumannya semakin dalam dan menghanyutkan. Erangan lepas dari bibirku.
Selimutku sudah merosot hingga memperlihatkan dada telanjangku yang putih mulus, tangan Nicholas menarik pinggangku semakin merapat padanya dan tangannya yang lain berada di tengkukku untuk menahan kepalaku.
"Hhhmmm," Nicholas mendesah dan semakin melahap bibirku tanpa ampun. Nicholas menggigit bibir bawah dan atasku secara bergantian, melumat dan menghisap penuh nafsu, lidahnya menelusuri seluruh bagian mulutku.
Tangan Nicholas meremas lembut payudaraku, memilin putingku yang sudah keras. Aku mengerang saat Nicholas menarik putingku dengan keras kemudian kembali meremasnya lembut, dia melakukannya pada kedua payudaraku secara bergantian.
Nicholas melepaskan tautan bibirnya saat kami sudah terengah-engah kehabisan napas, kemudian ciumannya turun ke leherku, menghisap dan menjilati leherku dengan tergesa-gesa seperti laki-laki yang kehausan. Kepalaku menengadah ke belakang, Tubuhku menggelinjang nikmat saat mulutnya melumat payudaraku dengan rakus, menghisap putingku kuat seperti bayi yang sedang menyusu dan getaran listrik seakan mengaliri seluruh tubuhku, vaginaku berkedut mendamba belaiannya.
Setelah puas dengan sebelah payudaraku, Nicholas berpindah pada payudaraku yang satunya lagi dan kembali melumat putingku dengan nikmat.
"Hhhmmm....Aahh....Nic...holas...aahhh...hhhmm," bibirku meracau dengan erangan dan desahan. Tanganku meremas rambutnya kuat saat tiba-tiba Nicholas menggigit puting susuku dengan keras sekali. "NICHOLASSSSS....LEEPAASSSS....AAAAHHHHHH....."
Syukurlah Nicholas langsung melepaskan putingku, kalau tidak aku tidak tahu apa yang akan terjadi padaku. Aku jatuh dan tergeletak tak berdaya di atas tempat tidur, selimut yang sebelumnya menutupi tubuhku sudah jatuh ke lantai sehingga sekarang tubuh polosku terpampang jelas di hadapannya. Napasku terengah-engah dan dengan perlahan Nicholas menindih tubuhku dengan tubuhnya yan besar, dia juga sudah dalam keadaan telanjang bulat, kejantanannya terlihat besar dan menegang.
"Apa yang coba kau lakukan dengan putingku?" tanyaku dengan nada yang tinggi padanya, tanganku menutupi kedua payudaraku yang terasa perih.
"Maafkan aku," gumamnya lembut, dengan nada yang sarat akan penyesalan. "Aku terbawa gairah." Matanya menatapku dengan sendu, masih terlihat gairah di wajahnya yang tampan. "Apakah sakit," dia mencoba menggeser tanganku yang menutupi payudaraku untuk melihat akibat gigitannya.
"Maaf," gumamnya pelan, sambil membelai lembut payudaraku yang memerah.
"Hhmm...perih," gumamku dengan suara yang sangat lirih. Rasanya benar-benar perih.
"Ssstttt...maaf, aku akan menghilangkan perihnya," katanya, kemudian mulai melumat payaudaraku dengan perlahan, menciumi setiap bagian payudaraku, Nicholas meremas dan menghisap putingku dengan sangat lembut. Dan dalam sekejap, perih yang tadi kurasa hilang dan di gantikan dengan rasa geli-geli tapi nikmat.
"Hhhmm...aaahhh...."
"Yahh...mendesahlah, Tania. Mendesahlah untukku."
Nicholas semakin turun ke bawah, ciumannya turun keperut, pusar-ku dan....
Aku terkesiap saat mulutnya berada di kewanitaanku. Wajahnya yang ditumbuhi bulu-bulu halus terasa menusuk-nusuk kewanitaanku yang terasa sangat sensitif. Nicholas membuka kakiku lebar-lebar kemudian mulai menjilati vaginaku dengan rakus, dia menghisap klitorisku dan menggigit-gigitnya kecil kemudian lidahnya terasa masuk kedalamku, membuatku blingsatan. Dia memasukkan dua jarinya ke dalamku, mongocoknya dengan cepat keluar-masuk. Tubuhku meronta, bergerak ke segala arah, tidak sanggup menerima semua rangsangannya tapi Nicholas dengan badannya yang besar bisa dengan mudah menahanku supaya tetap diam. Jari-jarinya semakin cepat keluar-masuk di dalamku dan hisapan mulutnya semakin memburu dan tak tertahankan.
Dengan tubuh mengejang, mata terpejam dan tangan meremas seprei dengan kuat, aku mendapatkan pelepasanku.
"NICHOLASSS...." Aku menjeritkan namanya dengan putus asa dan penuh kepuasan.
Napasku terengah-engah dan masih lemas akibat kepuasan yang kudapatkan barusan.
Kalau Nicholas sempat berpikir aku bisa berpaling darinya, dia salah besar. Kenikmatan yang di berikannya padaku takkan tergantikan oleh siapa pun. Aku bersedia menikah dengannya hanya dalam waktu kurang dari sebulan perkenalan kami menjadi bukti betapa aku sudah sangat tergila-gila padanya. Apa lagi yang bisa membuatku melakukan hal gila seperti itu, selain rasa cintaku yang sudah sangat mendalam padanya. melawan rasa takutku pada sebuah pernikahan adalah tindakanku yang paling ekstrim, aku menolak Ryan yang telah melamarku padahal dia adalah salah satu pria yang sangat di incar para gadis. Dia memiliki wajah tampan dan harta yang bergelimang, dan aku menolaknya.
Tapi meski begitu, aku tidak menyesal sedikit pun menolak lamaran Ryan waktu itu. Saat ini aku menemukan seseorang yang jauh lebih baik lagi. Tampan, baik, perhatian, sangat mencintaiku dan Nicholas juga tidak kalah kayanya dari Ryan.
"Sudah lebih baik," suara lembut Nicholas membuyarkan lamunan indahku tentang kesempurnaannya. Dia mengelus pipiku dan bibirnya melontarkan senyuman yang sangat menawan ke arahku.
Pria ini. Pria yang telah menjungkir-balikkan duniaku menjadi tak terkendali, mencuri hatiku dan menggenggamnya dalam genggaman tangannya yang erat.
Aku menyentuh wajahnya yang yang ditumbuhi bulu-bulu halus, terasa kasar di kulitku yang lembut dan balas tersenyum kearahnya.
"Kurang," gumamku pelan, mendelik nakal kearahnya sambil menjilati bibirku.
Alis Nicholas naik dengan cara menggoda, yang aku yakin hanya dia yang bisa melakukan itu. Bibirnya yang sexi tersenyum penuh niat yang tersembunyi, "Kau mau apa lagi?" tanyanya dengan nada yang serak, sambil menggosok-gosokkan kejantanannya di vaginaku.
"Kau tahu apa yang aku inginkan," sial, kenapa suaraku sangat menyedihkan.
"Apakah ini yang kau inginkan?" tanyanya, semakin gencar menusuk-nusuk vaginaku, tapi sialnya tidak sampai masuk. Nicholas sedang menggodaku sekarang dan semakin membuatku frustasi.
"Eengghhh....Nicholas...."
"Hhhmm, apa sayang?" suara Nicholas sangat lembut, tangannya mengelus-elus rambutku dengan lembut dan kejantanannya di bawah sana tidak berhenti menggodaku.
"Aaahhh...Nicholas...aku...mau kau..."
"Katakan dengan lebih jelas," tuntut Nicholas, kemudian dia menyurukkan kepalanya ke leherku dan menciumi dengan tergesa-gesa.
Brengsek, dia mencoba menundukkanku karena nafsuku. Dia belum tahu siapa kekasih yang sedang berada di bawahnya sekarang. Satu tanganku kugunakan untuk meremas rambutnya dan mendorong kepalanya semakin masuk ke dalam leherku. Tanganku yang lain mengusap bahu telanjangnya yang sedikit basah karena keringat, aku mengusap semakin ke bawah. Saat sampai di bokongnya, aku meremasnya pelan, hal itu membuat tubuh Nicholas bergetar, dia menggeram dan hisapan bibirnya di leherku semakin keras.
Saat Nicholas lengah, tanganku menekan bokongnya dan menaikkan pinggulku secara bersamaan.
"Aaahhh..."
"Aaarrrrggghhh..."
Aku mendesah dan Nicholas menggeram saat tubuh kami menyatu.
"Kau...." Nicholas menatapku, tak percaya dengan apa yang baru saja kulakukan. Nicholas sudah sepenuhnya berada di dalamku tapi dia tetap diam dan tidak bergerak.
Aku merengek, mengeluarkan suara-suara yang tidak jelas sambil menggoyang-goyangkan pinggulku, berharap Nicholas menyerah dengan niatnya.
"Nicholas...bergeraklah, please!" aku memohon padanya sambil mengusap-usap bokongnya.
Tiba-tiba Nicholas menarik tanganku dan menaruhnya di kedua sisi wajahku, menahannya di sana dan membuatku tidak berdaya. Kakinya melebarkan kedua pahaku, matanya menatapku intens, kemudian mulai mengunjamkan kejantanannya ke dalam vaginaku dengan kuat, membuatku menjerit karena sakit bercampur nikmat.
Aku menggigit bibirku menahan erangan yang pasti akan keluar akibat pompaannya yang semakin kuat.
"Jangan gigit bibirmu. Aku ingin mendengar suaramu, mengeranglah untukku, Tania."
Tanganku semakin erat menggenggam tangannya dan hancurlah pertahananku, aku mendesah-desah dan meracau tidak karuan.
"hhhmmm....Aahh...Aahh...aahh...lebih cepat...aahh..oohhh....hhhmmm"
Nicholas kembali melumat payudaraku dengan mengebu dan hunjamannya semakin kasar pada kewanitaanku, membuatku hancur dan tak berdaya.
"Kau milikku. Hanya milikku. Aku tidak akan pernah melepasksnmu." katanya kasar sambil menggeram.
"TANIA, AKU MENCINTAIMU. SANGAT MENCINTAIMU." Nicholas menyerukan namaku dengan nada yang sangat lantang, kemudian mencapai kepuasannya.
Nicholas melepas genggaman tangannya kemudian memelukku dengan erat, tubuhnya bergetar saat mendapatkan kenikmatannya, Cairan hangat terasa mengalir di dalam rahimku.
Aku menutup mata menikmati belaian lembut tangan Nicholas di payudaraku.
"Kau puas?" tanya Nicholas pelan.
"Hhmm."
"Payudaramu tidak terasa perih lagi?"
"Hhmm."
Karena tak kunjung mendapat jawaban yang memuaskan, Nicholas beralih dengan mencium bibirku cepat, kemudian bertanya lagi.
"Apakah tadi nikmat?"
"Hhmm."
Nicholas tertawa dan mencubit pelan hidungku kemudian bergerak menjauh dari tubuhku. Aku mendengar bunyi laci di buka dan di tutup. Aku penasaran dengan apa yang dilakukannya.
Beberapa saat kemudia dia kembali, tapi tidak lagi menindihku. Saat aku merasakan tidak ada lagi dia di atasku, mataku terbuka dan kemudian aku merasakan sesuatu yang dingin melingkari jariku. Aku melihat sebuah cincin yang sangat cantik melingkar di jari manisku, cincin perak yang berkilauan saat di terpa sinar lampu dan cincinnya bermodel sederhana tapi sangat manis, ada berlian tepat di tengah-tengahnya.
"Kau suka?"
Aku tidak sanggup menahan air mataku, aku menangis bahagia kemudian menghambur ke pelukannya.
"Aku suka. Aku sangat suka. Terima kasih," gumamku di sela-sela isakan yang tidak bisa kutahan.
"Hey, jangan menangis sayang. Aku senang kau menyukainya. Kau sudah bertunangan denganku jadi kupikir kau harus memiliki cincin sebagai bukti kalau kau adalah milikku, untuk cincin pernikahan kita aku akan mencarikan yang lebih cantik lagi." Nicholas menghapus air mataku dengan lembut kemudian mencium keningku.
"Tidak perlu ada cincin ini aku tetap milikmu, Nicholas. Aku...."
"Ssssttt, aku hanya ingin orang lain tahu, bahwa kau sudah ada yang punya."
Aku kembali memeluknya, tidak lagi mendebat kata-katanya. Dia pria yang posesif dan itu tidak masalah buatku. Kalau dengan aku memakai cincin ini bisa membuatnya tenang, aku akan memakainya. Bahkan Dengan senang hati aku akan memakai cincin di sepuluh jariku jika memang itu yang dia ingingkan.
***
"Nicholas boleh aku bertanya sesuatu?" tanyaku padanya setelah menghabiskan makanan yang ada di piringku. Perutku terasa sangat kecang sekali, aku yakin bila aku terus memakan masakannya tubuhku akan bertambah gemuk.
Yah, setelah percintaan marathon yang kami lakukan, kami kelaparan dan kehabisan tenaga. Tapi syukurlah Nicholas masih mampu untuk memasakkan makan malam untuk kami, nasi hangat, tumis kangkung dengan campuran udang, dan kentang goreng menjadi menu makan malam kami. Sama seperti masakannya yang sebelumnya, masakannya malam ini pun sangat lezat. Meski menunya terkesan sederhana, tapi rasanya? Nikmat tak tertahankan.
Nicholas yang sudah lebih dulu menghabiskan makanannya melirik ke arahku kemudian mengangguk. "Tentu saja. Tanyakan apa pun yang ingin kau tanyakan."
Selama Nicholas memasak, aku sibuk menimbang-nimbang pertanyaanku. Bagaimana pun, sebelum aku menanyakan alasan ayah yang sangat menginginkan tanah Nicholas, aku juga harus bertanya kenapa Nicholas bertekat keras tidak mau menjual tanahnya.
"Melisa bilang kau pernah bersitegang dengan seseorang karena orang itu sangat ingin membeli tanahmu, dan...kau tetap tidak mau menjual tanah itu meski ditawari dengan harga yang sangat tinggi," gumamku perlahan. Melisa, maafkan aku karena mengikutsertakan namamu dalam permasalahanku, batinku dalam hati. "Hhmm, kalau boleh aku tahu, apa alasanmu melakukannya?" Di dalam hati aku berdoa semoga Nicholas tidak menaruh curiga padaku.
Nicholas mendelik ke arahku, kedua alisnya terangkat, menunjukkan kalau dia sedang bingung, "aku tidak melihat adanya kaitan pertanyaanmu dengan hubungan kita, kenapa tiba-tiba kau tertarik bertanya tentang itu?"
Mampus aku. Mati aku. Aku harus menjawab apa? Sial, sekarang aku jadi gugup.
"Hhhmm. Anggap saja...penasaran. maksudku, uang yang disebutkan Melisa itu sangat besar, bahkan jauh melebihi harga pasaran tanah yang seharusnya. Jadi...aku tidak mengerti kenapa kau...menolaknya."
Lama Nicholas menatapku, mencari sesuatu yang mencurigakan. Tapi mungkin dia tidak menemukannya karena kemudian dia mulai menjelaskan. "Meski pertanyaanmu sedikit aneh, tapi aku akan menjawabnya. Kau calon istriku, dan sudah seharusnya kau tahu semua tentangku. Saat aku belum terjun mengurus perkebunan orang tuaku, aku bekerja sebagai koki di restoran mewah di singapura, dan gajiku lumayan besar. Ditambah aku sering di jadikan model untuk mempromosikan restoran tempatku bekerja, dan dari situ aku mengumpulkan uang. Kemudian ayahku menyuruhku pulang, karena aku anak laki-laki satu-satunya. Tidak ada yang membantu ayahku, adikku Ririn masih terlalu muda. Lagi pula dia seorang perempuan, mana mungkin mengerti urusan-urusan seperti ini. Akhirnya aku setuju untuk menggantikan ayahku dan meninggalkan pekerjaanku sebagai koki. Tanah itu adalah tanah yang untuk pertama kali kubeli dari hasil keringatku sendiri. Pada awalnya luas tanah yang kubeli hanya 125 hektar, tapi kemudian aku memperluas tanahku dengan membeli juga tanah-tanah yang ada di sekitarnya. Saat ini luas tanahku sudah lebih dari 250 hektar.
Aku mengelola tanah itu dengan segenap tenaga yang kumiliki sampai akhirnya bisa menghasilkan seperti sekarang. Tanah itu adalah satu-satunya harta yang kumiliki, benar-benar dapat ku klaim sebagai milikku. Bukan milik ayahku, atau ibuku atau pun leluhurku. Tanah itu sepenuhnya milikku dan sebentar lagi juga akan menjadi milikmu. Ayahku bangga dengan pencapaianku itu, dia juga memiliki tanah yang sangat luas, bahkan jauh lebih luas dari tanahku. Suatu saat nanti, jika waktunya sudah tepat dia akan memberikan semuanya untukku" Nicholas menatapku dalam, sementara aku hanya diam, termangu mendengar semua penjelasannya. "Jika kau jadi aku, apa kau akan menjual tanah itu?"
Sudah pasti jawabannya adalah tidak.
"Lagi pula, kalimat bersitegang terlalu berlebihan jika dikaitkan dengan masalah itu," Nicholas berkata lagi, "namanya pak Antony Robert, dia memang sempat mempunyai keinginan membeli tanahku itu, tapi setelah kukatakan dan memberi penjelasan kalau aku tidak akan menjualnya, dia mengerti. Katanya dia tertarik dengan tanahku karena kebetulan berada tepat di sebelah tanahnya, tapi masalah itu sudah selesai, bahkan beliau sempat mengatakan kalau dia sangat suka laki-laki sepertiku, yang mempertahankan miliknya dengan tidak goyah sedikit pun. Dia akhirnya membeli tanah yang ada di belakangnya" Katanya, kemudian tersenyum ke arahku, "bagaimana? Rasa penasaranmu sudah terpuaskan?"
Meski aku belum sepenuhnya mengerti, tapi aku tetap mengangguk.
Bukan. Bukan penjelasan Nicholas yang tidak ku mengerti, melainkan tujuan ayah menyuruhku ke sini. Kalau memang ayah sudah mengerti alasan Nicholas dan sangat tahu kalau Nicholas tidak akan pernah menjual tanahnya pada siapa pun bahkan dengan harga berapa pun, kenapa ayah masih menginginkan aku mendapatkan tanah itu?
Bukankah itu pekerjaan yang sia-sia. Bagaiakan menangkap angin dengan jaring, sangat tolol. Sudah tahu tidak akan mendapatkan apa-apa tapi masih tetap melakulannya.
Rasa ingin tahuku membuatku ingin semakin cepat bertemu dengan ayah untuk menanyakan alasan yang sebenarnya dia melakukan semua ini padaku, sekaligus untuk memberitahunya tentang rencana pernikahanku.
Lagian, seperti yang Nicholas bilang tadi, jika aku menikah dengannya tanah itu juga akan menjadi milikku. Tanah kami akan bergabung dan bertambah luas, tanahnya menjadi milikku dan begitu pun sebaliknya.
Semoga saja memang semudah yang kubayangkan. Aku tidak ingin terjadi hal-hal yang menyakitkan di kemudian hari.
"Hhooaaamm," Nicholas menguap di depanku, tangannya menutup mulutnya yang terbuka lebar. "Aku mengantuk. Ayo tidur, sudah larut. Besok kau berangkat pagi-pagi sekali, dan aku juga ada pekerjaan yang sudah menunggu. Kita istirahat, atau....," perkataannya terputus, tiba-tiba pandangan matanya berubah menjadi nakal.
"Cih, apanya yang ngantuk," aku mencibir ke arahnya dan membuang muka.
Tiba-tiba tubuhku sudah melayang, Nicholas menggendongku ke dalam dekapannya, membawaku kembali ke kamarnya. "Ayolah, cintaku. Calon suamimu ini butuh asupan gizi untuk bertahan selama beberapa hari tanpamu," katanya serak tepat di telingaku sambil menggigit-gigit kecil telingaku.
Akibat ulahnya itu aku jadi kegelian dan tertawa senang.
"Aku tidak bilang beberapa hari Nicholas, mungkin saja berminggu."
"Hah, beberapa hari saja sudah membuatku frustasi apalagi sampai hitungan minggu. Oh, Tuhan. Itu akan membunuhku." Nicholas menggeram dengan nada putus asa.
Setelah sampai di kamar, Nicholas menurunkanku ke atas tempat tidur dan mengurungku dengan kedua tangannya yang berada di kedua sisi tubuhku. "Ulang tahunku sebentar lagi, aku ingin kau bersamaku saat melewatinya." katanya pelan penuh harap.
"Aku akan kembali sebelum hari ulang tahunmu," aku berjanji padanya. "Kado apa yang kau inginkan dariku?"
Nicholas mencium keningku lembut, "restu ayahmu dan keberadaanmu di sisiku akan menjadi kado terindah bagiku. I love you."
"I love you too,"
Kemudian Nicholas mencium bibirku dan meremas kedua payudaraku. Kembali kami melanjutkan percintaan kami atau seperti yang Nicholas bilang Menambah asupan Gizinya.
Berdua kami melewati malam penuh kenikmatan.
Bersambung...
Aaaaaaaaaaaaaaa........
Akhirnya Author kembali lagi.
*tebar cium kanan, kiri, muka, belakang, atas, bawah, SEMUANYA.
Ck, abaikan!!!
Sbu sudah berapa hari absennya? *menghitung pake jari* satu. Dua. Tiga? Ah, lupa.
Oke, abaikan lagi!!!
Terimakasih bagi yang sudah sabar menunggu up date-an ceritaku yang gajenya kebangetan ini, untuk yang udah vote juga coment, ai lop lop you oll.
Senang bisa berbagi khayalan untuk kita khayalkan bersama. Hehehe, apa lagi yang itu-itunya *plakk*
Ceritaku ini masih sangat,sangat jauh dari kata sempurna, oleh karena itu author sangat mengharapkan masukan dan saran dari para pembaca sekalian.
Ringankan jari anda untuk memberi vote bagi cerita abal-abalku ini.
Oke, dari pada nanti ada yang nimpuk karena kebanyakan bacot, mending author cabut.
Di tunggu votement-nya ya.
Sampai jumpa di part selanjutnya, *semoga tidak terlalu lama absen-nya*
Hohoho...
Thank you
Love you
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro