Part 11
Happy reading...
Pukul 18:55 terdengar pintu di ketuk. Ah, mungkin itu Nicholas.
"Iya sebentar," aku berteriak dari dalam rumah, sambil berjalan untuk membuka pintu. Sebelum membuka pintu, aku sedikit merapikan gaunku juga rambut lurus sepinggangku yang kubiarkan tergerai.
Well, ini kencan pertamaku, Dan aku gugup luar biasa. Oh, aku bahkan sudah salah tingkah bahkan sebelum bertemu dengannya. Sekarang, mari kita temui pangeran tampanku.
Aku membuka pintu, dan di sanalah dia. Berdiri sambil memegang bunga mawar putih, kali ini tidak hanya setangkai tapi banyak tangkai. Kemeja hitam membungkus badannya yang tegap berotot, lengan kemejanya digulung sebatas siku dan Nicholas memadukannya dengan celana jins hitam serta sepatu yang hitam mengkilat. Aku yakin apapun yang dikenakan Nicholas akan terlihat bagus di tubuhnya yang terpahat sempurna.
Mataku dengan terpikat terus menikmati penampilan luar biasanya. Rambutnya masih terlihat sedikit basah dan berantakan, seolah sebelum ke sini dia sudah mengacak-acaknya dulu. Dia serba hitam dan dia sangat mengagumkan. Sangat tampan. Sangat jantan. Aku dengan segenap pengendalian diriku berusaha untuk tidak menerjang dan memakannya saat ini juga.
Bibir coklatnya yang sexi tersenyum nakal. "Kau suka dengan yang kau lihat baby?" Nada suaranya serak seakan mengajakku bercinta. Aku basah hanya karena suara sexinya.
"Ehem," aku membersikan tenggorokanku, tiba-tiba kehilangan mulut pintarku yang biasanya tidak pernah kehabisan kata-kata. "kau sangat tepat waktu," kataku padanya dan membalas senyuman nakalnya.
Nicholas memberikan mawar yang di pegangnya padaku, sambil berkata dengan nada yang sarat akan makna. "Mawar putih untuk wanita cantik, sexi yang memikat, dan aku beruntung kebetulan dia adalah pacarku."
Aku tertawa mendengar gombalan manisnya. Dia benar-benar sangat mampu membuat wanita mana pun terpesona padanya. Dan Aku adalah korbannya.
Aku mengambil mawar putih itu dan membawanya kehidung, menghirup baunya yang sangat harum, mataku melirik ke arahnya kemudian berkata, "kau pria yang sangat pandai merayu.
Tapi aku suka bunganya, terima kasih. Beri aku lima menit dan kita akan siap pergi."
Aku membuka pintu semakin lebar agar dia bisa masuk. Nicholas berjalan masuk kemudian menatap ke sekeliling ruangan. "Jefry kemana?" tanyanya padaku.
"Sedang keluar menemui tunangannya," kataku, sambil berjalan ke kamar untuk mengambil sepatu dan tasku. Aku meletakkan bunga pemberian nicholas di dalam vase bunga yang sudah kuisi air.
"Melisa?" tanyanya lagi.
"Pergi kencan dengan pacarnya." Gumamku, sambil berjalan ke depan. Sekarang aku sudah siap berangkat. Gaun manis berlengan pendek warna hijau toscha, menjadi pilihanku malam ini. Panjangnya hanya sedikit di atas lutut. Ini adalah satu-satunya gaun sopan yang kubawa. Selebihnya? Well, seperti yang Nicholas bilang, baju kurang bahan yang bahkan belum selesai di jahit.
"Kau sangat cantik, Tania," katanya, setelah aku berada tepat di depannya. Nicholas melingkarkan tangannya di pinggangku. Kepalanya menunduk, matanya menatap intens padaku.
"Terima kasih," suaraku mendadak serak, tiba-tiba aku menjadi gugup. Aku menjilati bibirku sebagai pelampiasan rasa gugupku.
Nicholas semakin mengeratkan pelukannya, tangannya di tengkukku, menarik pelan kepalaku hingga mata kami saling bertemu. Perlahan tapi pasti, kepala Nicholas semakin menunduk. Kemudian kurasakan bibirnya di bibirku. Mengulum lembut bibir bawahku, menghisapnya perlahan. Tanpa bisa kutahan, erangan lolos dari mulutku.
Tanganku melingkar di lehernya dan mataku terpejam, menikmati sentuhan bibirnya di bibirku.
Setelah beberap menit, Nicholas melepas pagutan bibirnya di bibirku. Napasku dan napasnya masih terengah-engah, aku menyentuh bibirku. Basah dan sedikit bengkak akibat kulumannya tadi.
"Mencium bibir mungilmu ini adalah hal pertama yang ingin aku lakukan setelah kau membuka pintu tadi. Aku tidak bisa menahannya, kau sangat manis di dalam balutan gaun itu. Semanis bibirmu yang merekah dan selalu menggoda untuk di cium," katanya lembut kemudian kembali melumat bibirku, kali ini secara menyeluruh. Tidak menahan-nahan lagi.
Aku pasrah. Tidak berdaya di dalam kungkungan tubuhnya yang besar. Hanya desahan dan erangan yang mampu keluar dari bibirku.
Aku sungguh tidak percaya, hanya dalam waktu yang sangat singkat Nicholas sudah menjadi candu bagiku. Aku tidak sanggup membayangkan bila suatu hari---saat kebenaran terungkap---dia akan meninggalkanku. Tapi dengan cepat ku singkirkan pikiran buruk itu, sebelum itu terjadi aku harus mencari jalan penyelesaian, yang tidak akan melukai kami berdua.
***
Nicholas membawa mobilnya membelah gelapnya malam. Aku sangat penasaran kemana Nicholas akan membawaku. Di kampung ini tidak banyak pilihan yang bisa dijadikan tempat makan, jadi melihat penampilan Nicholas yang sudah oke habis, aku yakin kencan kami malam ini pasti mengesankan.
Setelah beberapa saat, aku melihat jalan yang kami lalui mengarah ke rumahnya. Dan semakin lama semakin jelas kalau Nicholas memang membawaku ke rumahnya.
Eh, kenapa kami malah ke sini?
Aku menatap bingung ke arah Nicholas. "Nicholas, ini kan rumahmu? Ngapain kita ke sini?"
"Makan malam," katanya tanpa menoleh ke arahku, tapi ada senyum nakal di bibirnya.
Aku terkekeh, "jangan bilang kau membuka restoran di rumahmu?" tanyaku tolol. yeah, mana mungkin tiba-tiba ada restoran di rumahnya, sedangkan semalam aku baru saja dari sini dan tidak ada restoran.
Lalu bagaimana?
Nicholas memarkir mobilnya di garasi, menoleh ke arahku kemudian bergumam dengan nada suara yang sangat lembut, "percaya padaku kau akan menyukainya, sayang." Nicholas mencium bibirku sekilas lalu turun, kemudian membukakan pintu untukku.
Oke. Aku ingin tahu apa yang menjadi kejutannya.
***
Apapun yang kupikirkan tentang bagaimana kencan pertama kami ini akan berjalan, tidak sedikit pun akan seperti ini.
Saat Nicholas mengatakan kalau aku akan menyukainya, dia salah. Menyukainya adalah kata yang terlalu ringan untuk melukiskan perasaanku saat ini. Aku terharu, spechless, menerima perlakuan manisnya.
Saat tiba di dalam rumah tadi, Nicholas mengarahkanku ke ruang makan---yang telah di sulap dengan sangat indah. Banyak lilin bertebaran mengelilingi satu meja dengan dua kursi, yang tepat berada di tengah-tengah ruang makan itu. Di tengah meja terdapat bunga mawar putih yang sangat cantik karena terbias cahaya lilin di sekelilingnya.
Aku berdiri mematung, memandang takjub pemandangan yang ada di depanku. Mataku melirik ke seluruh ruangan, ternyata mawar putih yang di atas meja bukan satu-satunya bunga di ruangan ini. Berlusin-lusin mawar putih menyebar di seluruh ruangan ini.
Aku pusing karena sensasi bahagia yang memuncak di seluruh tubuhku. Refleks, tanpa bisa ku cegah, isakan keluar dari bibirku. Belum ada satu pria pun yang pernah melakukan hal seperti ini padaku. Bahkan Ryan, laki-laki yang mengatakan sangat mencintaiku dan ingin menikahiku pun tidak pernah berbuat seperti ini. Kalau Nicholas seromantis ini, Bagaimana aku tidak jatuh semakin dalam pada pesonanya. Aku tersesat dan tidak bisa pulang lagi.
Aku tidak ingin berbalik darinya. Aku akan menanggung semua sakit yang mungkin akan kurasakan di kemudian hari, karena saat ini aku belum mempunyai keberanian untuk mengatakan kebenaran padanya.
Aku menutup mulut dengan kedua tanganku untuk mencegah isakan keluar semakin kencang. Kurasakan kedua tangan Nicholas memeluk pinggangku dari belakang, dagunya di letakkan di bahuku. Sesekali bibirnya menciumi leherku.
"Kau suka?" tanyanya lembut.
"Oh, Nicholas," aku mengerang sambil membalikkan badan kemudian menciumi seluruh bagian wajah tampannya. "Aku bahagia. Malam ini kau membuatku sangat bahagia. Terimakasih." kataku serak.
Nicholas terkekeh, tangannya menangkup pipiku kemudian bergumam, masih dengan nada suara yang lembut, "aku senang kau menyukainya." Nicholas menggandeng tanganku menuju meja, "Ayo, malam ini aku sudah memasak khusus untukmu."
"Kau memasak?" tanyaku tidak percaya.
"Hhmm. Duduklah," katanya sambil menarik kursiku dan mempersilahkanku duduk. "Tunggu sebentar. Aku akan mempersiapkan semuanya."
Nicholas masuk ke kapur, lalu beberapa saat kemudian datang dengan membawa nampan di kedua tangannya. Dia mengatur semua letak makanan di meja dengan keterampilan yang sangat memukau.
Aku melihat semua makanan yang terhidang di atas meja. Kelihatannya sangat lezat dan baunya juga sangat harum. Sangat mengugah selera. Aku benar-benar tidak percaya, dengan penampilannya yang sangat maskulin dia juga pria yang jago memasak. Oh, siapa pun tidak akan ada yang bisa menduganya.
Nicholas memberi sentuhan terakhir pada apa pun yang sedang di kerjakannya sekarang, kemudian duduk di depanku. Aku masih melongo menatap kearahnya.
"Serius kau yang memasak semua ini," tanyaku, masih sangat sulit untuk percaya.
Nicholas tertawa menanggapi keterkejutanku. "Sebelum terjun meneruskan usaha pertanian keluargaku, dulunya aku seorang koki."
Itu menjawab segalanya. Tapi aku juga tidak bisa menghentikan pikiranku membayangkan bagaimana Nicholas jika menjadi seorang koki. Sial. Dia pasti akan menjadi koki yang sangat di minati para ibu-ibu, gadis, bahkan nenek-nenek sekali pun.
Nicholas. Koki tampan yang sexi.
Aku terkekeh membayangkan hal itu.
"Aku rela memberikan apapun untuk tahu apa yang sedang kau bayangkan di dalam kepala cantikmu itu." Katanya, sambil menyendoki makanan ke piringku kemudian meletakkannya di depanku. "Cobalah, dan beri penilaianmu!"
Aku tersentak dari lamunanku mendengar perkataan Nicholas. "Oh, terima kasih," kataku malu, karena ketahuan melamun.
Nicholas tersenyum, senyuman yang mampu membuat celana dalam wanita mana pun terbakar gairah.
Sialan. Apa yang ada di dalam pikiranku sekarang?
"Makanlah," gumam Nicholas sambil memakan makanannya sendiri.
"Oh, oke." Aku menyendokkan makanan ke mulutku. Sensasi nikmatnya sangat Luar biasa. Rasanya sangat enak. Tidak kalah dengan makanan yang sering kumakan di restoran mahal. Ini bahkan lebih lezat lagi. Aku terus memakan makananku dengan sangat lahap.
"Hhmm...." aku mengerang sangkin nikmatnya.
"Bagaimana? Apakah rasanya enak?"
"Hhmm", aku mengangguk, "sangat lezat."
"Berapa nilanya?" tanya Nicholas antusias.
Apakah penilaianku sangat penting?
"Dari 10 nilainya 200."
Nicholas tertawa mendengar nilai yang kuberikan. "Mana ada nilai seperti itu." Katanya, terdengar sangat senang.
"Ada. Itu nilai yang kuberikan khusus untukmu," aku bergumam di sela-sela mengunyah makanan di mulutku.
Nicholas sudah menghabiskan makanannya kemudian menyorong piringnya yang kosong ke tengah meja, dia meminum anggurnya lau berkata, "Terimakasih sudah bermurah hati untuk memberikan nilai yang sangat tinggi pada masakanku." Dia menunduk seolah sedang berhadapan dengan putri kerajaan yang menggunakan jasanya.
"Aku tidak bermurah hati. Kau sendiri tahu kalau masakanmu memang lezat."
Makananku juga sudah habis tak bersisah. Aku makan seakan-akan untuk stok satu tahun, sekarang perutku benar-benar kecang. Tanganku mengelus-elus perutku yang kekenyangan. "Sekarang kau harus bertanggung jawab Nicholas, aku kekenyangan karena tidak sanggup menolak masakan lezatmu dan saat ini aku tidak bisa bergerak, apa lagi berjalan." Aku merengek padanya.
Sepanjang yang kuingat, ini adalah saat aku makan dengan sangat banyak sekali. Kalau perutku masih bisa menampung, pasti aku sudah menghabiskan semua makanan yang masih tersisa di atas meja.
Masakannya benar-benar nikmat. Senikmat saat bercinta dengannya.
Apa-apaan sih?
Tiba-tiba Nicholas sudah ada di sampingku, membawaku dalam gendongannya. Nicholas berjalan ke ruang depan.
"Eh, eh. Apa yang kau lakukan Nicholas," tanyaku, terkejut pada tindakannya.
Nicholas mengulum bibirku, "Hhmm...rasa sambal," katanya menggoda, tidak memedulikan pertanyaanku. Tetap melangkahkan kakinya yang panjang.
Nicholas meletakkanku di atas sofa yang sangat besar---sudah seperti tempat tidur---kemudian melepaskan sepatu yang kupakai dan meletakkannya di lantai sebelah sofa.
"Kenapa kau melakukan ini padaku?" Aku cemberut ke arahnya.
Nicholas mengangkat alisnya bingung, "bukannya tadi kau bilang tidak bisa berjalan?"
"Yah. Tapi, bagaimana dengan piring kotornya?"
"Tidak perlu kau pikirkan. Setiap pagi pembantuku datang untuk bersih-bersih. Biar dia yang membersihkannya besok."
"Oke. Baiklah kalau begitu." Aku menggerak-gerakkan badanku di sandaran sofa untuk mencari tempat yang pas untuk menyandarkan tubuhku.
***
"Nicholas...Hhmm...Aahh...hentikan itu! Ku...mo...hon....aku sudah tidak tahan. AAHHHH...."
Aku mengerang, mendesah, dan memekik akibat rangsangan yang diberikan Nicholas di selangkanganku. Aku setengah berbaring menyamping di atas sofa. Kakiku terlentang dan terbuka lebar, sedangkan Nicholas berada di antara pahaku. Kepalanya masuk ke dalam gaunku dan saat ini bibir, mulut dan giginya sedang memporak-porandakan vaginaku. Menjilat, mengulum, menghisap bahkan mengigit-gigit vaginaku dengan sangat rakus seperti orang yang kelaparan.
Nicholas mengerang. Suara erangannya terdengar seperti suara binatang. Kedua Tangannya semakin kuat meremas kedua pahaku, hisapannya di vaginaku semakin kejar.
Aku menggosok-gosok punggung telanjangnya yang sudah basah oleh keringat. Punggung coklatnya yang basah semakin menambah keganasan fisiknya.
Brengsek. Apakah ada manusia yang mati akibat kenikmatan?
"Sialan. Aku tidak bisa berhenti Tania. Rasa vaginamu sangat nikmat dan baumu juga sangat luar biasa harum."
Tubuhku mengejang. Tanganku menarik kepala Nicholas berusaha menjauhkannya dari selangkanganku karena aku benar-benar tidak tahan lagi.
"Aahh....Aah...Aahh, ple...ase...hentikan....Nicholas..."
Tapi, bukannya menjauh, kepala Nicholas mala semakin masuk ke dalam, dia mejulurkan lidahnya memasuki lubang kenikmatanku.
"Berikan padaku baby, orgasmelah untukku. Aku ingin merasakan cairan kenikmatanmu di bibirku," kata Nicholas dengan nada yang kasar.
Kepala Nicholas bergerak maju-mundur di balik gaunku seiring tusukan lidahnya di vaginaku yang semakin cepat.
Aku tidak tahan lagi. Kedua tanganku meremas rambutnya kuat, kakiku semakin ku kangkangkan dan aku mengejang mendapatkan orgasme pertamaku. Dapat kurasakan cairanku meleleh keluar dari vaginaku, tapi dengan sekejap lidah Nicholas sudah menyeruputnya sampai habis.
Tubuhku lemas dan mataku menatap sayu ke arahnya. Tapi, belum habis efek orgasme pertamaku, Nicholas sudah mengeluarkan kepalanya dari dalam gaunku kemudian menaikkan gaunku kepinggang sehingga menampakkan kewanitaanku yang sudah tidak tertutupi apa-apa lagi. Nicholas menurunkam resleting celananya dan mengeluarkan kejantanannya yang sudah sangat besar dan tegang kemudian memposisikannya di pintu masuk kewanitaanku.
"Aahhhh......" aku mendesah saat Nicholas menghunjamkan kejantananannya ke dalamku.
''Aarrgghh..." Suara Nicholas terdengar sangat kasar. Kejantanannya keluar-masuk di dalam vaginaku dengan ritme yang cepat. Kepalanya diletakkan di leherku, dia menghirup bau leherku dengan kuat sambil terus memompa kejantanannya keluar masuk.
"Aahh...Aahh...Aahh...yaaah..." Nicholas terus mendesah-desah kenikmatan begitupun juga aku. Aku memeluk bahunya yang berotot menjadikannya peganganganku.
Ditengah-tengah percintaan panas kami, perasaan cintaku padanya semakin menguap keluar. Aku tak sanggup lagi mengontrol perasaanku yang benar-benar menggila padanya.
Aku sudah merubah Nicholas. Dari pria yang sebelumnya tidak pernah bercinta, menjadi laki-laki yang sangat bernafsu. Tapi selama dia hanya melakukannya denganku, aku sama sekali tidak keberatan. Aku rela menjadi tempat pelampiasan hasratnya. Aku miliknya begitupun dia adalah milikku.
"Hhmm...Aahh...Yah....yah...Oohh...." Nicholas terus meracau di tengah-tengah hunjamannya yang semakin kasar. Dia sangat liar saat bercinta. Sangat berbeda bila dia sedang tidak bercinta.
Saat sedang di luar ranjang dia sangat manis dan lembut penuh perhatian, tapi bila sudah bercinta, dia mengeluarkan aura binatang yang sangat jantan. Aku hampir tidak sanggup menerima hunjaman kejantanannya yang besar di dalam vaginaku.
Bibirnya meraup bibirku rakus, mengulum dan menghisap. Melumat secara menyeluruh dan lama. Saat aku sudah hampir kehabisan napas, Nicholas melepas pagutannya dan berpindah ke payudaraku. Tangannya dengan tergesah-gesah mengeluarkan payudaraku dari gaun yang sekarang sudah morat-marit letaknya. Semua itu di lakukannya tanpa menghentikan hunjamannya di kewanitaanku. Saat payudaraku terlihat, Nicholas langsung mengulum putingku dengan kencang dan terus meracau tidak jelas.
Aku terengah-engah dan hampir gila menerima semua rangsangannya. Pompaan kejantanannya semakin tak terkendali, semakin cepat keluar masuk di vaginaku.
Aku menjeritkan namanya saat mendapatkan kepuasanku. Mataku mengabur karena sangkin nikmatnya orgasme yang ku dapat. Semua persendianku seakan lepas semua dari tempatnya. Aku benar-benar sangat luar biasa lemas. Dan juga puas.
Setelah menghunjamkan kejantanannya beberapa kali lagi, Nicholas juga mendapat kepuasannya. Dia meneriakkan namaku dengan sangat kencang sambil menggumamkan betapa dia sangat puas.
"Terima kasih," katanya serak, kepalanya masih di leherku, kejantanannya masih di vaginaku dan napasnya terengah-engah.
Aku mengusap-usap kepalanya, belum mampu mengeluarkan suara.
Nicholas menarik wajahnya dan mengeluarkan kejantanannya dari dalamku. Kedua tangannya menangkup pipiku kemudian bertanya lembut, "apa aku menyakitimu?" tanyanya khawatir.
Aku menggeleng.
Bagaimana mungkin dia menyakitiku, sedangkan aku juga sangat menikmatinya.
"Aku serius, Tania. Jika ada yang terasa sakit tolong jangan menutupinya dariku. Aku....aku...sial. aku sangat kasar tadi. Aku benar-benar tidak bisa mengendalikan diriku," katanya, mengerang frustasi.
"Aku wanita yang terpuaskan sekarang. Bagaimana mungkin kau menyakitiku?"
Nicholas terkekeh dan mencubit pelan hidungku. "Kau benar-benar wanita yang nakal."
Aku juga tersenyum dan mengelus pipinya kemudian bergumam lembut, "wanita nakal milikmu."
"Yeah. Kau wanita nakal milikku."
Nicholas bangun kemudian berdiri, "aku mau mandi, kau ikut?"
Aku menggeleng. "Pergilah duluan, nanti aku menyusul," kataku padanya.
Nicholas menunduk kemudian mencium kepalaku
"Oke, baby. Tapi jangan lama-lama ya!"
"Hhmm," aku mengangguk.
***
setelah kenyang makan malam romantis di susul dengan percintaan panas yang dasyat. Benar-benar kencan pertama yang tidak akan pernah terlupakan oleh wanita manapun.
Aku tersenyum membayangkan percintaan kami tadi. Hhmm, Nicholas benar-benar sangat jantan dan sangat sulit memuaskannya.
Aku sudah akan berdiri untuk menemui Nicholas, saat kudengar suara seseorang terkesiap.
"Oh, Tuhanku. Siapa kau? Apa yang sedang kau lakukan di rumah bang Nicholas?"
Seorang wanita yang aku tidak tahu siapa, sangat terkejut melihatku. Wanita itu melirik tubuhku dari atas ke bawah secara berulang-ulang. Semakin lama wajahnya semakin merah, saat menyadari apa yang terjadi antara aku dan Nicholas. Kebenciannya padaku terlihat jelas di wajahnya yang manis.
Yeah. Dia memang manis. Tapi tetap dia bukanlah tandinganku kalau bicara soal kecantikan.
Dan dengan tidak sopannya aku tidak mau repot-repot merapikan penampilanku yang sudah sangat acak-acakan. Terserah dia mau berpikir apa. Toh, aku tidak melakukan apapun yang merugikannya.
"Aku pacarnya Nicholas. Kau yang siapa?" tanyaku padanya.
Wanita di depanku ini mendengus tidak suka. "Pacar? Pacar kau bilang? Apa kau tidak salah, mungkin maksudmu teman tidurnya?"
Dengan sekejap, amarah tersulut di seluruh tubuhku mendengar perkataannya. Aku ingin sekali menjambak rambut dan mengoyak mulut sialannya itu. Oh, wanita ini benar-benar menguji kesabaranku.
"Kau...kau..." sangkin marahnya aku tidak bisa mengeluarkan makian yang sudah ada di dalam kepalaku.
"Kenapa?" tantangnya padaku, "kau mau marah? Seharuanya aku yang marah padaku. Kau dengan tidak tahu malunya tidur dengan laki-laki yang sudah bertunangan. Dasar kau wanita tidak tahu malu."
"Ap...a? Kau...?
"Ya. Aku tunangan Nicholas. Pria yang baru saja berhubungan intim denganmu. Bagaimana? Kau sudah puas? Biar kau tahu saja, setelah puas menikmati tubuhmu---yang kuakui memang bagus, Nicholas akan mencampakkanmu. Keluarganya tidak akan menerima wanita jalang sebagai pendamping anaknya."
Kalau tadi tubuhku serasa terbakar api amarah, sekarang aku merasa seakan tersiram air dingin yang membekukan. Aku seolah mati rasa mengetahui kenyataan di depanku.
Nicholas sudah bertunangan?
Nicholas sudah bertunangan?
Kalimat mengerikan itu terus berputar di kepalaku yang sudah hampir pecah sekarang. Kalau dia sudah bertunangan kenapa dia mendekatiku dan membuatku jatuh cinta padanya?
Ini sangat menyakitkan bagiku. Satu-satunya pria yang kucintai tega melakukan ini padaku. Aku tidak sanggup menerima penghianatan ini. Buru-buru aku mengambil ponsel dan menghubungi Jefry dan menyuruhnya menjemputku.
Tunangan si Bajingan-Nicholas terus menatapku dengan pandangan yang sarat akan cemoohan. Tapi aku sudah tidak peduli lagi. Sakit yang kurasakan mengaburkan semua perasaan yang kumiliki.
"Kenapa kau lama sekali sayang?" terdengar suara Nicholas dari belakangku. Aku tetap mematung, tidak mau menoleh ke arahnya.
"Tania....eh Mala, apa yang kau lakukan di sini?" tanya Nicholas terkejut, saat menyadari tidak hanya aku yang ada di ruangan ini.
Nicholas mendekat ke arahku, dia masih bertelanjang dada dan rambutnya basah. Dia mencoba memegang tanganku, tapi dengan kasar aku menepisnya. Tega-teganya dia menghancurkan perasaanku.
"siapa wanita ini?" tanyaku sinis.
"Tania...."
"Wanita ini bilang dia adalah tunanganmu. Apakah itu benar?" Suaraku datar, tapi kemarahanku seperti meluap-luap kurasakan.
"Tania, aku bisa menjelaskan..."
"JAWAB PERTANYAANKU, KAU BAJINGAN KURANG AJAR, SIALAN. LAKI-LAKI BRENGSEK. KAU...KAU...KAU...BINATANG."
"Ya. Tidak. Oh, Tuhan...kumohon tenanglah, biar kujelaskan." Nicholas memohon.
"Aku hanya butuh satu jawaban darimu. Ya atau tidak?"
Nicholas mengacak-acak rambutnya frustasi, tatapan matanya memohon padaku. Tapi aku tidak peduli. Aku selalu tahu pria adalah makhluk yang bajingan. Tapi aku terperdaya, kupikir Nicholas berbeda dengan pria-pria lain. Ternyata dia lebih bajingan. Tidur dengan wanita lain di saat dia sudah mempunyai tunangan.
"Ya." Terdengar helaan napasnya. "Tapi kau harus mendengarkan penjelasanku, baby!"
"Hanya itu yang perlu kudengar darimu. Dan, Tutup mulut sialanmu itu. Aku bukan lagi baby- mu. Kita selesai. Aku memutuskanmu. Mulai saat ini lupakan semua yang telah terjadi di antara kita."
"Tidak. Tidak. Kumohon, jangan seperti ini Tania. Kita bisa membicarakannya baik-baik.," Nicholas mencoba menggenggam tanganku, tapi aku menepisnya kuat.
"Jangan. Pernah. Menyentuhku. Lagi." Aku menekankan setiap kalimatku dengan penuh amarah.
Kemudian aku mendengar suara mobil Jefry di depan. Oh, thanks God.
"Aku pergi. Selamat tinggal."
Nicholas terus mengejarku sampai keluar, tidak memperdulikan Mala yang berteriak-teriak memanggilnya.
"Please...Tania, jangan pulang saat sedang marah. Itu tidak seperti yang kau bayangkan."
"Sayang...sayang...please," Nicholas masih terus berusaha menghentikanku.
Aku masuk ke mobil, tidak menghiraukan Nicholas yang terus memohon-mohon.
Nicholas terus mengetuk-ngetuk kaca mobil sambil menatap ke arahku dengan tatapan memohon. Tapi aku sudah terlanjur kecewa padanya. Dia tidak jujur padaku. Aku tahu aku juga sudah berbohong padanya, tapi ini berbeda.
"Jalan!" Kataku pada Jefry.
Sesaat setelah mobil berjalan, aku mendengar Nicholas berteriak, "Tania...aku menyayangimu."
Aku menyandarkan kepalaku ke sandaran kursi mobil. Oh, Nicholas aku juga menyayangimu. Aku bahkan sudah mencintaimu. Tapi, kau membuat sakit hatiku. Kau mengatakan kalau kau milikku sepenuhnya. Tapi apa? Kau sudah ada yang punya. Kau bohong padaku. Aku tidak akan pernah bisa memilikimu.
Kemudian aku teringat perkataan wanita tadi, kalau aku tidak mungkin dapat di terima di keluarga Nicholas. Aku adalah wanita yang....aku tidak sanggup mengatakannya. Aku sudah berjanji pada Nicholas untuk tidak menyebut diriku seperti itu lagi.
Nicholas. Aku benar-benar mencintaimu.
Tanpa bisa kutahan, air mata mengalir membasahi pipiku. Air mata kesedihan, penyesalan dan putus asa.
Kenapa di saat aku mulai bisa membuka hatiku, kepedihan ini terjadi padaku?
Bersambung...
Uuuuwwwaaaa...
Selamat malam.
Author datang lagi bawa up date-an.
Author harap kalian suka dengan part ini.
Jangan lupa vote dan coment. Kasih saran juga boleh, biar author bisa lebih muda dapat inspirasinya. Hehehe..
*alesan*
Kalau ada part yang rusak, tolong di beritahu pada Author, oke?
Thank you
Love you
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro