Tricky Picky Solution
Mungkin aku adalah satu dari jutaan makhluk Tuhan, dengan kisah yang tak seindah milik Cinderella. Tetapi aku bersyukur, Tuhan menghadirkan mereka di dalam ceritaku. Sahabat-sahabatku, The Angels.
- Orchidia Valerie -
🍭🍭🍭
Tiga hari berlalu pasca insiden perundungan yang Orchidia terima. Hari kemarin juga ia habiskan dengan di rumah saja. Sebab suhu tubuhnya mendadak tinggi disertai kondisi mata yang bengkak setelah sehari sebelumnya ia habiskan untuk menangisi garis hidupnya.
Kini, gadis itu telah tiba di Megantara High School. Dengan rambut yang dikepang rapi dan jas almamater yang dikalungkan di bahu, ia siap untuk kembali menimba ilmu. Akan tetapi langkahnya terhenti tepat di depan gerbang sekolah. Orchid mematung. Juga meragu. Sibuk memikirkan segala kemungkinan yang akan terjadi di balik dinding kokoh tersebut.
Apa semua bakal baik-baik aja kalau gue masuk?
Setelah beberapa menit menimbang, Orchid pun akhirnya melangkah maju. Apa pun yang akan terjadi nanti, ia siap untuk menghadapinya. Karena bagaimana pun juga, pendidikannya harus tetap berlanjut bukan?
Saat berhasil melewati patung besar berbentuk bola dunia-maskot MHS-Orchid pun mulai merasakan sesuatu yang janggal. Yaitu tatapan aneh dari para siswa yang tiba di sekolah lebih awal.
Jujur, Orchidia tidak nyaman ditatap banyak orang seperti itu. Tetapi hal itu sudah ia prediksikan sejak awal. Wajar, namanya baru saja naik daun setelah Caramella membongkar semua rahasianya tiga hari lalu. Meski tidak ada siswa yang merekam insiden tersebut dengan gawai yang mereka miliki dan berakhir viral seperti kasus kecoak di BobaMoza, namun tradisi bercerita dari mulut ke mulut masih berlaku.
Bisikan-bisikan tidak menyenangkan mulai terdengar. Walau masih ada beberapa yang menyapa dan menanyakan kabar, nyatanya seruan cemooh lebih mendominasi. Tidak ada Caramella dan intimidasinya di sana. Karena kabar terakhir yang ia dengar adalah gadis manja tersebut mendapat skors selama satu minggu serta pengurangan 30 poin pada semua mata pelajaran. Tetapi tetap saja, atmosfer MHS pagi itu terasa sama, seperti saat Caramella ada. Mencekam.
Sabar, Orchidia, sabar. Lo kan orangnya cuek. Jadi, jangan didengerin! Lo pasti bisa! Semangat!
Gadis dengan tinggi 169cm itu terus berjalan dan menyemangati dirinya sendiri di dalam hati. Kepalanya sedikit tertunduk untuk menghindari tatapan tak menyenangkan dari para siswa. Ketika Orchid baru saja memasuki gedung jurusan Ilmu Bahasa atau IB, langkahnya terhenti akibat sebuah suara.
"Sayang ya, cantik-cantik ternyata anak haram," ujar seorang siswi di dekat tangga.
"Eh, bukannya dia dibuang sama ortunya, ya? Gitu nggak, sih?" celetuk yang lainnya.
Orchidia menekan ujung roknya dengan kuat. Mencoba bertahan di tengah nyeri yang menghujam dalam dada. Tampaknya hati kecil Orchid tidak mau dikalahkan oleh bahu kirinya yang masih nyut-nyutan.
No more cry, Orchidia! Ini masih pagi. Nggak baik tau perawan nangis pagi-pagi, no!
Sekeras apa pun hatinya berteriak menguati, matanya memanas tanpa bisa dicegah. Di luar dugaan pula, tiba-tiba sebuah tangan terulur menggenggam tangan kanan Orchid lalu menuntunnya menelusuri satu per satu anak tangga menuju lantai dua-di mana letak kelas XII berada.
Hangat. Itu yang dia rasakan.
Orchidia mendongak kaget dibarengi dengan setetes air yang terjatuh dari iris cantiknya. Betapa terkejutnya ia saat mengetahui siapa pemilik jemari kokoh tersebut.
Avlyan.
Sebisa mungkin Orchid berusaha untuk melepas cengkramannya. Namun tenaganya kalah kuat. Ah, dia baru ingat bahwa pagi ini ia melewatkan sarapan serta obatnya. Jelas Orchid menjadi lemah.
"Be strong, Chy. Karena yang gue tau, Orchidia Valerie tuh, nggak pernah peduli sama komentar orang," ucap siswa jangkung tersebut sesampainya mereka di kelas Orchid. Sedangkan gadis itu sendiri tidak mengeluarkan sepatah kata dan langsung melesat ke dalam kelasnya.
Di dalam kelas pun terjadi hal serupa. Seisi ruangan menatapnya dengan makna yang berbeda-beda. Dan hal tersebut berdampak besar pada Orchid yang tidak bisa berkonsentrasi penuh di semua mata pelajaran. Hingga ia berkali-kali ditegur oleh sang guru. Seperti di jam terakhir kini misalnya.
"Geht es Ihnen gut¹?"
Orchidia tergagap karena tertangkap basah sedang melamun. "Es geht mir sehr gut, Frau Nova²," jawabnya.
"Wajah kamu pucat, Orchidia. Lain kali kalau masih sakit, lebih baik istirahat di rumah saja, ya," nasihat Frau Nova bijak tanpa menyudutkan muridnya. Sementara Orchidia hanya mengangguk sungkan sebagai jawaban.
🍭🍭🍭
Setelah sekolah berakhir, harusnya Orchidia pergi ke rumah sakit untuk memeriksakan kembali kondisi bahunya. Namun siang tadi, dokter yang bersangkutan menghubunginya dan mendadak mengganti jadwal. Maka beginilah Orchid sekarang. Luntang-lantung berjalan keluar area sekolah tanpa tujuan.
Ponselnya mati. Dia tidak bisa memesan taksi online pun mengabari Aerilyn jika ia tidak meluncur ke BobaMoza lebih awal dan menunggu kehadiran Aeri di sana. Ah, menyebut nama kafe langganannya tersebut membuatnya teringat akan kasus kecoak serta hubungannya dengan Bethany yang bisa dibilang tidak baik-baik saja.
Orchidia tidak lupa dengan hari itu. Di satu sisi ia merasa sedih harus beradu diam dengan dua sahabatnya di Secret Angels, sementara di sisi lain ia juga tidak menyangka bahwa cewek blasteran Kanada tersebut menuduhnya sebagai otak dibalik kasus kecoak yang dihadapi oleh BobaMoza.
"Jadi, gue ke mana dulu, dong?" tanyanya pada diri sendiri. Langkahnya melambat saat gerbang sekolah sudah dekat.
"Orchidia!" Seseorang memanggil dengan suara lantang. Orchid menoleh dan mendapati sosok Gading di belakangnya. "Ya?"
"Gue mau ngasih ini ke lo." Tahu jika Orchid bingung dengan buku yang tiba-tiba Gading berikan, cowok berkacamata itu pun melanjutkan ucapannya. "Kemarin waktu lo nggak masuk, ada tugas kimia dan kita sekelompok. Kita diminta buat analisis kandungan zat yang ada di beberapa makanan juga reaksi kimianya terhadap zat tertentu. Gue udah nentuin jenis makanannya sih, juga nyatet sebagian kandungan-kandungan zatnya. Lo tinggal salin ini sama lanjutin sisanya. Nanti uji reaksinya kita kerjain bareng-bareng."
Orchid membulatkan bibirnya saat mengerti maksud dari pemberian buku tersebut. Dia berterima kasih pada Gading kemudian mereka berpisah.
Tiga menit kemudian Orchid sudah mendudukkan diri di halte. Menunggu taksi reguler datang. Ia juga sempat bersembunyi di balik tanaman rimbun di dekatnya, saat mobil Peachia terlihat keluar dari gerbang. Berharap sobat mungilnya tersebut tidak melihat keberadaannya sekarang.
"Untung nggak ketahuan," racaunya. Bersamaan dengan itu, sebuah taksi datang dan Orchid pun menghentikannya. Ia meminta sopir untuk mengantar ke Bless Fall bakery.
Sesampainya Orchid di toko kue milik pamannya, gadis itu menekuk bibirnya ke bawah lantaran tempat tujuannya baru saja ditutup.
"Apaan, nih? Capek-capek gue ke sini malah tutup! Nyebelin!"
Seorang pria yang mengenakan kemeja berwana biru langit menoleh setelah berhasil mengunci pintu. Disusul pria lain berwajah imut yang tengah menuntun motor bebeknya dari parkiran.
"Loh, Chy, ke sini kok nggak bilang-bilang?" tanya pria berkemeja tersebut seraya menghampiri Orchidia.
"Oppa tuh, yang kenapa. Bisa-bisanya Bless Fall ditutup duluan. Kan masih sore?"
"Gue ada urusan, makanya tutup cepet. Oh iya, gue juga nggak bisa anterin lo pulang, Chy. Nggak apa-apa kan, kalau lo bareng sama Raka?" Pria tersebut tampak terburu-buru. Terlihat dari bagaimana dia bersikap.
"Paman macem apa nih, yang nelantarin keponakannya sendiri di pinggir jalan? Dititipin ke om-om somplak, pula." Orchidia hampir menautkan kedua tangannya jika ia tidak ingat bahwa tangan kirinya tak bisa digerakkan dengan bebas.
Si oppa alias Genta tidak bisa menahan tawanya. Sementara pria yang sejak tadi hanya jadi penonton, kemudian bersuara tidak terima. "Heh, anak wadon. Siapa yang lo pamggil om-om somplak? Gue? Sorry dorry morry, ya. Gue masih dua enem tahun, loh. Masih muda. Bukan om-om!"
"Genta oppa juga masih dua sembilan. Masih muda. Lebih ganteng lagi," sungut Orchid tak mau kalah.
"Nah, itu. Mas Bos tuh, tua. Lebih tua dari gue. Udah jadi om-om beneran pula!" balas pria yang ternyata bernama Raka Mahardika, atau yang biasa Orchid panggil Bang Mahar.
Gadis itu sudah siap membalas serangan Raka jika saja Genta tidak melerai. "Udah, udah. Berantem mulu kalau ketemu. Giliran nggak ada pada nyariin. Heran gue."
Vagenta Meddi Valerio mengecek jam tangannya sekilas. Dia mengambil dompet di saku celana kemudian menarik satu kartu debit dan menyerahkannya kepada Orchid.
"Sebagai permintaan maaf gue. Boleh dipakai tapi jangan dihabisin, ya, Chy. See you," Pemilik Bless Fall bakery tersebut mengacak surai Orchid dengan gemas dan memberikan ciuman singkat di kening. "Ka, nitip bayi bongsor gue, ya. Duluan," pamitnya.
Orchidia masih dongkol di tempat. Dipandanginya kartu debit milik Genta dengan serius. Uang jajan gue masih ada sih, tapi kalau dikasih gini ya, gue seneng-seneng aja. Mayan kan, buat bayar utang boba.
"Jadi, anak holkay dari klan Valerio yang baru dapet kartu beruang, mau ngebakso dulu, nggak? Gue laper." Suara rendah Raka sukses membuyarkan lamunan Orchidia. Gadis itu menatap lawannya namun masih bergeming. Seperti menunggu penawaran lain yang siap Bang Mahar ajukan.
"Gue beliin, deh."
"Oke. Yuk, cuss, Bang."
Raka mengelus dada. Memohon kesabaran sebanyak mungkin. "Giliran gratis aja, gercep. Nggak yakin gue kalau lo tuh, anaknya Om Ganta. Ckckck."
Orchidia acuh saja dan mendudukkan diri di belakang Raka. Kali ini dia tidak akan mabuk lagi dibonceng menggunakan motor. Ia sudah kebal karena Lyan sebelumnya. Mereka berdua pun memilih warung penjual bakso langganan Raka yang tidak jauh dari toko kue milik Genta dan makan penuh khidmat.
Selesai makan, Raka mengantar Orchid ke BobaMoza seperti permintaan gadis itu. Pria lajang tersebut sempat bersikeras ingin menunggu Orchidia sampai selesai dan mengantarnya pulang, namun berhasil ditolak. Akhirnya, ia kembali menancap gas meninggalkan Orchid di pelataran kafe.
Orchidia berbalik. Ia dikejutkan dengan keberadaan Bethany yang hanya berjarak beberapa meter darinya.
Oh, no. Bang Mahar udah pulang lagi. Gimana, nih?
Ketika ia baru saja memutar tubuh hendak pergi, Bethany alias KaEn telah menangkup salah satu pergelangan tangannya.
🍭🍭🍭
"Kak Aeeerrr, thanky-thanky buat oleh-olehnya! Semoga dilancarin rezekinya ya, luvyaaa!" seru Orchid penuh tawa sesaat setelah ia menerima papperbag dari Aeri. Buah tangan yang wanita karier itu janjikan saat berada di Paris.
Aerilyn atau yang kerap disapa Aeri pun terbahak melihat tingkah Orchidia yang mirip seperti bocah lima tahun saat mendapat hadiah permen. Menurutnya, menyenangkan melihat remaja itu tampil dengan sikap cerianya daripada harus menjadi pendiam seperti di waktu normal.
"Aamiin. Doain rejeki gue lancar terus, biar bisa sering-sering nraktir lo semua," balasnya singkat. Sedangkan Orchid dan Any lantas berseru kompak, "Pasti!"
Beberapa waktu berlalu dengan tenang. Ketiganya sibuk menyesap minuman masing-masing. Namun tak lama berselang, Orchid mulai membuka suara.
"Eung ... by the way, Kak Aer nggak buru-buru balik, kan?" tanya gadis itu dengan suara pelan, meski masih bisa ditangkap oleh indera perungu Aeri.
"Enggak, kok. Kan, masih kangen sama kalian. Emang kenapa?"
Orchid tersenyum malu. Sebenarnya ia merasa sungkan untuk mengutarakan sesuatu yang ingin dia sampaikan. Tetapi akhirnya dia memberanikan diri untuk bertanya. "Anu, Kak. Gue mau curhat. Boleh?"
Aeri dan Any sempat saling adu tatapan sebelum keduanya berakhir tertawa. Konyol sekali melihat sikap Orchidia yang mendadak berubah menjadi polos.
"Lo ya, kalau minta traktiran aja, semangat 45. Giliran mau curhat malah malu-malu. Piye toh, Cit?" tanya Aeri dengan sisa tawa yang masih berceceran di bibir manisnya.
"Kayak lo lagi sama siapa aja deh, pakai izin segala," timpal Bethany kemudian.
Orchidia alias Cicit hanya tertawa kikuk. Pasalnya dia memang seperti itu, meminta izin terlebih dahulu sebelum bercerita. Berbeda dengan Peachia yang selalu berbicara blak-blakan.
"Hehe. Ya, maap. Kan, Kak Aer baru balik dari long trip Paris-Jogja-Jakarta. Terus KaEn juga lagi banyak pikiran tentang BobaMoza. Ya kali, gue langsung ngerepotin kalian berdua sama masalah gue, kan?" kilah Orchid mantap.
"No problem, kok. So, mau curhat apa?"
Orchidia memainkan ujung jempol dan telunjuknya dengan gelisah. Masih bimbang, apakah ia harus menceritakan kegundahannya kini atau lebih baik tetap diam. Kepalanya tertunduk lesu. Menghindari tatapan tanya yang tengah dilempar oleh kedua kakak Angels-nya tersebut.
"Lah, Cit? Kok diem?" tanya Aeri saat dilihatnya Orchid tak kunjung bicara dan malah melamun. Remaja berusia hampir delapan belas tahun tersebut terkejut saat Aeri menegur aksi diamnya.
"Eung ... itu, Kak. Gue ... gue ..." Kalimatnya tertahan akibat keputusan yang belum bisa ia ambil.
"Iya, kenapa? Jadi curhat nggak? Gue pulang nih, kalau nggak ngomong-ngomong," ancam Aeri dengan gaya kesal dibuat-dibuat.
"Eh-ehh, jangan dong! Iya, iya. Gue cerita sekarang," sergah Orchid cepat. Kemudian ia pun melanjutkan, "Sebenernya tuh, gue sama si Ciul lagi diem-dieman. Udah tiga hari ini, sih."
"Seriously?" teriak Any dan Aeri bersamaan. Membuat pandangan beberapa orang sempat teralih pada meja yang mereka bertiga tempati.
Ini adalah sebuah rekor yang baru didengar oleh Aeri maupun Any. Pasalnya, dua anggota termuda dalam lingkup persahabatan mereka tersebut tidak pernah bertengkar lebih dari 15 menit. Namun kali ini berbeda. Tiga hari saling diam? Ada apa?
"Kalian berantem? Gara-gara apa? Kok tumben sampai tiga hari gitu nggak tegur sapaannya?"
"Lebih tepatnya gue yang ngediemin dia, Kak."
"What happened? Tell us!" pinta Any tidak sabaran. Tubuhnya sudah dicondongkan mendekati meja. Pertanda bahwa dia telah siap mendengar penjelasan dari gadis yang dipanggilnya dengan sebutan Orchy.
Orchidia yang menyadari tuntutan tersebut pun kemudian menceritakan semua peristiwa yang terjadi di hari Senin lalu, beserta apa yang gadis itu rasakan kala itu. Minus aksi tidak terpuji Ella dan cedera yang didapatnya. Pikir Orchid, mereka tidak perlu tahu tentang luka itu. Sebab ia tidak mau membuat mereka khawatir akan kondisinya. Orchid tidak suka merepotkan orang lain.
"Iya, gue tahu Ciul nggak bermaksud buruk dan gue salah, Kak. Gue yang kekanakkan. Tapi kalian bisa bayangin kan, gimana perasaan gue waktu itu?" tanya Orchidia saat kisahnya telah usai. "Gue malu banget. Rasanya harga diri gue tuh, kayak ... diinjak-injak. Udahlah rahasia keluarga gue dibongkar sama orang lain di depan umum, masih juga Ciul belain gue. Sikap dia waktu itu seolah negesin kalau gue ini nggak bisa apa-apa, bahkan buat sekadar ngelindungin diri dari bully-an Ella," tutupnya.
Baik Aeri maupun Any spontan mengenggam tangan Orchid. Layaknya sebuah kehangatan yang seorang kakak berikan kepada adiknya. Mereka turut prihatin atas apa yang telah gadis itu alami.
"Wait. Dari mana si Ella tahu semua itu?" Any memicingkan mata. Menerka-nerka berbagai kemungkinan yang bisa saja terjadi.
Remaja yang masih setia dengan seragam sekolahnya tersebut hanya mengendikkan bahu. "I dunno. Mungkin itu yang dinamain 'hater is a number one fans', Kak?"
Any manggut-manggut menyetujui.
"Well, gue ngerti gimana perasaan lo, Cit. Tapi lo juga mesti ingat, bahwa seorang sahabat tuh, nggak akan bisa diam aja liat sahabatnya disakiti sama orang lain. Gue kalau ada di posisinya si Peach juga bakal ngelakuin hal yang sama, kok." tegas Aeri bijak. Dia tahu persis bagaimana rasanya dipermalukan di depan umum, akan tetapi nalurinya tetap bergerak maju untuk menyadarkan Orchidia bahwa tidak seharusnya gadis itu larut dalam perasaannya sendiri.
"Gue rasa maksud Peachy baik. Seandainya keadaan berbalik dan lo tahu Peachy di-bully, as bestfriend, lo nggak bakal diam aja, am I right?" Kali ini giliran Any yang mengemukakan pendapatnya.
"Iyalah, Kak. Gue bakal maju belain dia dong! Mana bisa gue biarin sinarnya Ciul redup gitu aja karena perbuatan bar-bar orang lain? Even akhirnya gue bakal disakitin juga sama mereka, sih." Orchid membalas opini Any dengan semangat menggebu. Tentu. She will never let her bestie dive in sadness hole and being lonely.
"Nah, itu! Itu yang Peachia rasain waktu dia ngeliat lo di-bully sama si Ella-Ella itu, Cit. Dia nggak mau sinar lo redup cuma karena kedengkian orang lain terhadap lo." Aeri menjentikkan jarinya cepat saat gadis di sampingnya tersebut menangkap poin yang coba ia dan Any sampaikan.
"Nah, tuh lo tahu jawabannya. Kadang emang harus menempatkan diri di posisi orang itu supaya lo bisa paham maksud baiknya gimana." Any turut menegaskan bahwa sikap yang Orchidia ambil kemarin kurang tepat.
Sementara, gadis penggemar berat Park Chanyeol itu bergeming. Ia menyesal telah bersikap marah dan berujung mendiamkan Peachia secara sepihak tiga hari lamanya. Oke, sampai rumah nanti bakal gue bales semua pesan-pesan lo, Yul.
"Jadi, gimana dong?"
"Mmm ... traktir boba as usual?" usul Bethany dengan tawa menggoda. "Mungkin lo bisa nyapa dia duluan kalau ketemu," imbuhnya.
"Good idea! Eh, tapi utang lo sendiri udah dibayar belom, Cit? Kan lo sama Peachia tuh 11-12. Doyan banget utang boba. Hahaha." Aeri ikut menggoda lantaran memorinya teringat pada satu kebiasaan nyeleneh para bocil. Yaitu soal utang-piutang menu di BobaMoza.
Orchid yang malu utangnya dibahas pun menutup wajahnya seraya melempar protes yang terdengar seperti rengekan, "Kak Aer, iiihhh!"
"Just kidding, Dear."
Benar dugaan Aeri bukan? Memang semenyenangkan itu membuat Orchidia tersipu dan menunjukkan sisi lain dari dirinya yang keseringan dikubur rapat-rapat.
"Coba bicarain baik-baik sama Peachia, dari hati ke hati. Say sorry juga biar dia ngerti kalau kemarin lo cuma salah paham kecil aja, nggak maksud buat marah sama dia. Oke?"
"Hmm ... okay." Hanya itu jawaban yang mampu Orchid berikan.
"So, kapan mau ngobrol sama Peachy?"
Orchid mengembuskan napasnya pelan. Sebelum akhirnya menjawab, "Yang pasti bukan sekarang, Kak. Soon, deh."
"Kok soon? Nggak boleh gitu, dong!" protes Aeri yang tampak tidak puas dengan jawaban yang Orchid berikan barusan.
Any menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi. Kedua tangannya bersedekap lantas menatap Orchid intens. "Gue tahu, kalian itu sebenarnya nggak bisa jauh-jauhan. Emang lo mau begini terus? Diam-diaman dan membenarkan kalau kalian nggak saling kenal?"
Orchidia tertohok. Jelas bahwa ia tidak mau hubungannya dengan Peachia merenggang terlalu lama. Namun tidak dapat dipungkiri juga bahwa rasa enggan itu masih ada.
"Ya enggak, sih. Cuman saat ini gue masih butuh waktu, Kak. Eum, maybe for a week? However, I need to fixing myself first."
Aeri tersenyum tulus sembari mengusap surai cokelat keemasan milik Orchid dengan sayang. Katanya, "Gue percaya, Orchidia yang gue kenal itu orangnya baik, murah hati, dan pemaaf. Jadi, nggak apa-apa kalau lo masih butuh waktu. Take your time. Tapi, gue harap waktu yang lo butuhin itu nggak lama-lama, Cit. Tahu nggak kenapa?"
Orchid menggeleng gemas.
Any menimpali, "Bakal ada yang kurang sih, kalau dia nongkrong di BobaMoza, terus lo kabur, dan sebaliknya. Emang kalian lagi main kucing-kucingan?" Kemudian mahasiswi semester muda di Megantara University tersebut terkikik. Membayangkan seperti apa jadinya bila Orchy dan Peachy-nya bertransformasi menjadi Tom & Jerry versi nyata.
"Kalau kalian berdua nggak ada, bukan Secret Angels lagi namanya."
"Thanks, ya, Kak Aer, KaEn. Gue janji nggak akan lama. Nice to share it with y'all!" ujar Orchidia pada akhirnya. Lega rasanya telah melepaskan satu beban yang ia tanggung sendiri belakangan ini.
"Anytiiimee!" seru Any dan Aeri bersamaan. Keduanya lantas menyerbu remaja tersebut dengan pekukan erat. Meski tanpa disadari Orchid sempat memicing singkat menahan rasa sakit di bahu kirinya akibat himpitan yang Bethany lakukan tanpa sengaja.
Di saat ketiganya masih asyik saling mendekap, tiba-tiba sebuah suara yang tidak asing hadir menginterupsi.
"Ngapain pelukan? Enggak ajak-ajak gue juga!" Itu suara milik Anindya. Tanpa permisi gadis yang baru saja menginjakkan kaki di BobaMoza tersebut pun menghambur dalam pelukan.
Mereka berempat tertawa lepas. Menikmati keintiman sederhana yang mereka ciptakan, meski terasa belum lengkap tanpa kehadiran sosok Peachia. Ya, semoga kelimanya bisa kembali bertemu dan melepas tawa bersama seperti sedia kala.
-To be Continued-
🍭🍭🍭
Heyho! Udah kamis lagi, nih. Hehe.
Gimana? Masih bertahan kah?
Atau udah mulai bosen? 😂
Gimana pendapat kalian buat bab ini?
Kira-kira duo bocil bisa cepet baikan nggak, ya? Wkwk.
Oh, iya. Mungkin ada sebagian yang bingung, kenapa di beberapa momen Cicit manggil Cia dengan sebutan 'Yul'. Iya nggak? Atau ada yang ngeh?
Yups! 'Yul' itu singkatan dari Ciul, nickname yang Cicit kasih buat Cia. Bacanya Ci-yul. That's it. 😂😂
Udah ah, gitu aja. Jangan lupa pencet bintang sama nelurin komennya, ya.
See you minggu depan!
Follow instagram Cicit, Lyan, dan juga emak mereka, ya.
@orchyeolli
@lyan.shalu
@pialoey
I Purple You! 💜
Footnote.
1) Apa kamu baik-baik saja?
2) Saya sangat baik, Bu Nova.
Bonus.
Dari kiri ke kanan:
Jurusan IS - IB - IA.
Jadi jelas ya, tiap jurusan tuh bangunan kelasnya berdiri sendiri, dari bawah sampai atas. Dibagi buat kelas X, XI, dan XII per lantai.
Vagenta Meddi Valerio a.k.a Genta oppa.
Raka Mahardika alias Bang Mahar.
Gading Mahareksa.
Copyright ©2020, TANGHULU by Pialoey || All Rights Reserved
Malang, 13 Agustus 2020
22.49 WIB
Pialoey 💜
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro