Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

One Day with Heroes 2

Meringkuk di balik dekapan sang ayah. Menangkap kelopak senyum di wajah senja itu. Lalu mendengar pujian, bahwa beliau bangga memiliki putri sepertinya. Sesederhana itu, arti kebahagiaan bagi seorang anak perempuan.


- Orchidia Valerie -

🍭🍭🍭



Semula Orchidia tidak tahu ke mana ayah dan paman akan membawanya pergi. Yang dia lakukan selama perjalanan hampir satu jam lamanya adalah menyantap potongan sandwich, cookies, dan lemonade favoritnya yang memang sudah disediakan.

Ia berceloteh panjang lebar dengan sosok ayah yang lama tak ditemuinya, juga sesekali melempar canda pada Genta yang tengah fokus mengendarai kuda besi.

Perutnya hampir terisi penuh saat Orchid menyadari di mana mobil yang mereka tumpangi berhenti. Gadis itu spontan menegakkan tubuh. Memandang rindu pada bangunan di depannya.

"Wow! Grandparent's house!" Orchid memekik riang dengan gerakan khas anak kecil yang gembira saat menerima sebatang permen dan cokelat. Tetapi senyum di wajah ayunya seketika padam kala teringat bahwa kakek dan neneknya kini tidak ada di dalam sana. "Cichy lupa kalau Grandpa sama Grandma lagi di Belitung." ujarnya sendu.

"Nggak usah sedih gitu, Giant Baby-nya Papa. Kan habis ini masih bisa vidcall-an sama mereka?" hibur Ganta dengan tulus. Lengan kekarnya meraup tubuh putrinya ke dalam pelukan sementara gadis itu menurut saja.

Genta mempimpin langkah dan bergegas membuka pintu. Di saat yang sama, Orchid harus mengedipkan matanya beberapa kali untuk meyakinkan diri bahwa apa yang dilihatnya kini adalah nyata.

"Selamat ulang tahun, Cucu kesayangan!"

Seorang wanita lansia—yang tak lain adalah nenek dari Orchid—menyodorkan kue ulang tahun lengkap dengan lilin yang masih menyala. Sedangkan confetti yang tengah berterbangan di udara ini merupakan ulah dari kakeknya.

"Kok ... Grandpa sama Grandma bisa ada di sini? Kapan pulangnya? Kenapa nggak ada yang ngasih tahu Cichy?" tanya remaja tersebut tanpa ragu.

"Kejutan, dong, Sayang. Masa cuma anak-anak muda aja sih, yang boleh ngasih surprise?" Orchidia tertawa saat mendengar jawaban dari sang kakek. Gadis itu lantas merangkul pria baya tersebut dengan segenap rindu yang membuncah. Tak heran jika neneknya merasa iri dan melayangkan protes.

"Oh, jadi gitu. Cuma Grandpa aja yang dikangenin terus dipeluk? Grandma-nya enggak?"

Disertai rengekan manja, Orchid bergegas pindah haluan. Dengan senang hati ia mengeratkan diri pada sang nenek. "No, I miss you too, Grandma!"

Derylia Valerio tersenyum. Guratan-guratan halus bersemi di beberapa titik di wajahnya. "Ya udah, tiup lilin dulu, yuk. Tangan Grandma otewe kesemutan lho, ini." imbuh wanita baya tersebut kemudian.

Orchid mengangguk paham. Ia lekas memejamkan kedua mata seraya menunduk. Batinnya pun menyerukan rentetan doa.

Ya Allah, aku nggak mau nuntut apa-apa sebagai hadiah. Aku cuma berharap, semoga waktu bisa berhenti lebih lama. Biar aku bisa nikmatin dulu, betapa hangatnya pertemuan dan pelukan dari keluargaku. Tolong ... izinin aku bahagia hari ini. Aamiin.

Keluarga kecil yang tak saling jumpa cukup lama tersebut lantas memutuskan masuk ke dalam rumah. Memotong kue lalu memakannya bersama-sama. Tidak lupa, sesi pemberian kado turut menjadi agenda sesudahnya.

Orchidia tetaplah seorang gadis yang selalu bergembira tatkala mendapat hadiah. Dengan semangat ia membuka satu per satu kado dari orang-orang terkasih. Bahkan saking semangatnya, gadis itu hampir lupa bahwa sebelah tangannya kini masih dalam fase yang kurang sehat. Sehingga beberapa kali ia harus mengumpat dalam hati karena rasa nyeri yang timbul akibat perbuatan cerobohnya sendiri.

Untung gue pinter ngatur ekspresi. Kalau enggak, kan, berabe. Pokoknya, mereka nggak boleh tahu deh, soal cedera ini.

Pada hadiah yang terakhir, Orchid terlihat lebih antusias. Sebab bungkus dari kado tersebut merupakan bingkisan yang memiliki ukuran paling besar di antara yang lain. Dia jadi penasaran, apa kira-kira isi di dalamnya.

Ketika jemari lentiknya berhasil menyingkap kotak besar tersebut, Orchid sontak berteriak. "Aaaaaa! Ini kan, rangkaian skincare terbaru dari Natcific! Papa beliin ini semua buat Cichy? Hoorraaayy!! Makasih, Paaa."

Gadis itu mengecup singkat kedua pipi papanya kemudian mengambil produk kecantikan tersebut yang terbagi ke dalam beberapa box berukuran sedang. Ada Fresh Herb Origin series, Whitening Phyto Niacin series, dan yang terbaru adalah AHA/BHA Pink Series. Ah, ada pula tiga buah lip cream varian terbaru dari brand yang sama.

"Papa nggak tahu itu semua bakal cocok di kulit kamu apa enggak, yang jelas—" Belum selesai Ganta menyuarakan opini, peri hatinya telah lebih dulu menyela. "Cichy nggak masalah soal produknya kok, Pa. Lagian ini juga kebanyakan kalau mau dipakai sendiri. Nanti Cichy mau bagi sama Angels aja. Soalnya yang paling penting tuh cuma ... ini!"

Keturunan termuda dari Valerio tersebut menaik-turunkan alisnya sembari menunjukkan dua gulungan poster dan beberapa photocard bergambar wajah karismatik milik Park Chanyeol—yang kebetulan baru dilantik menjadi brand ambassador Natcific.

"Foto calon menantunya Papa is here!"

"Astaghfirullah, Chy, bangun! Jangan bucin sama yang nggak nyata kayak gitu bisa nggak, sih?!" tukas Genta sambil mengelus dada. Heran, mengapa Orchidia lebih mengagumi sosok artis dari negeri ginseng tersebut ketimbang dirinya.

Orchid beringsut. Tidak terima dengan pernyataan yang dilempar oleh paman rasa oppa-nya barusan. "He is real! And he is mine! Take this note on your mind, Uncle!"

"What? Yours? Mana ada sesuatu yang dimiliki secara pribadi malah jadi konsumsi publik kayak gitu?"

"Hey, Oppa Bujang! Lo pikir Chanyeol tuh, WC umum apa, dikonsumsi publik segala!" Orchidia makin sewot. Bahkan papa dan neneknya kini telah menegur cara bicaranya kepada Genta yang dianggap kurang sopan, meski pria lajang tersebut hanya berselisih 11 tahun lebih tua darinya.

Tetapi Orchidia bersikap masa bodoh. Yang terpenting, eksistensi idolanya terselamatkan. Dan, pundi-pundi kertas gantengnya bertambah lagi.

Sesederhana itu memang bahagia versi Orchidia Valerie.

🍭🍭🍭

Veganta Madda Valerio atau yang kerap disapa Vegan saat berada di dunia bisnis itu memutuskan untuk mengajak seluruh anggota keluarga berkeliling di sekitar kawasan Tangerang. Mengunjungi beberapa tempat yang dulu sering mereka datangi bersama-sama, termasuk Lucyka.

Tempat yang pertama kali dituju adalah Telaga Biru Cisoka. Ganta masih ingat, dulu saat buah hatinya masih berusia lima tahun, bocah itu pernah mengutarakan keinginannya untuk menyelami danau buatan tersebut ketika sudah besar nanti. Saat ditanya mengapa, jawabannya cukup mengejutkan. "Soalnya Cichy suka warna blue! Dan air di sini warnanya blue! Beautiful!"

Ganta tersenyum. Ia merasa bahwa peristiwa tersebut baru terjadi kemarin lusa. Nyatanya, tiga belas tahun telah berlalu.

"Papa kenapa senyam-senyum sendiri kayak gitu?" tanya Orchid tiba-tiba. Membuyarkan memori yang sempat berputar di pikiran Ganta.

"Nothing," jawabnya singkat. Ia berpaling. Menghadap wajah anak gadisnya yang tumbuh menjadi sangat cantik. "Cichy inget nggak? Dulu Cichy pernah bilang kalau pengin nyelam di sini suatu hari nanti."

Orchid mengarahkan pandangannya ke atas. Mengingat-ingat adegan yang papanya tanyakan barusan. Tidak sampai semenit gadis itu pun mengangguk. Mengatakan bahwa ia masih ingat akan hal itu.

"Sekarang, nggak mau makes your dream come true?"

"Nope! Cichy nggak bawa peralatan diving sama baju ganti."

Semua orang tertawa melihat betapa polosnya Orchidia. Sedangkan gadis itu sendiri meringis malu.

Lokasi ke dua yang dikunjungi adalah Taman Buaya Tanjung Pasir. Mereka mngitari bangunan dengan luas ribuan meter persegi tersebut seraya memberi makan pada beberapa jenis reptil air tawar yang ada.

Setelah puas bernostalgia di Taman Buaya, tiba waktunya bagi keluarga Valerio untuk berpindah ke destinasi selanjutnya. Yakni Klenteng Boen Hay Bio. Orchid masih ingat, dulu ia selalu mengunjungi vihara itu setiap hari raya imlek bersama keluarga besarnya.

Dia dan keluarga memang tidak datang untuk ikut merayakan. Melainkan menjadikan momen imlek tersebut untuk bersilaturahmi sekaligus membagikan angpau hingga beberapa makanan khas imlek lainnya kepada mereka yang merayakan. Termasuk juga sebagai tanda penghormatan terhadap kakek dari pihak mamanya yang memang beretnis Tionghoa.

Orchidia sempat menitikkan air mata saat kenangan-kenangan manis di klenteng tersebut menyeruak. Kala itu, mamanya sangat dekat dengan Orchid. Walau ia sendiri tahu bahwa hal itu hanyalah sandiwara.

Sakit, tapi Orchid tetap merasa senang.

"Today is your special day, Dear. Don't cry, even those memories are blows and touches your heart up," ujar Derylia lembut. Berusaha menenangkan cucunya yang mendadak mellow.

Genta turut menambahkan, "I often said that when you're cying, you looks so pretty like a frog queen, Chy. Remember?"

Orchidia bergelayut manja di lengan atletis milik pamannya. Dengan gestur yang dibuat semanis mungkin, ia berkata, "Kalau gue cantik kayak ratu kodok, berarti Oppa ganteng kayak kecebong, right?"

Pria berusia hampir kepala tiga tersebut hendak menyanggah pernyataan dari keponakannya tercinta tetapi Veerteja—ayahnya—telah lebih dulu menginterupsi. "Udah, udah. Kalau saling sayang, nggak boleh main ejek-ejekan gitu, Genta, Cichy. Nggak baik."

Baik Orchidia maupun Genta, keduanya hanya mampu berunjuk gigi. Sebab mereka sepenuhnya sadar bahwa Veerteja Valerio tipikal orang dengan aura valid no debate yang sangat kuat.

Tempat selanjutnya yang menjadi penutup rangkaian perjalanan hari ini adalah mall BCD Junctions, yang masih berada di bawah naungan Sinar Harapan Group—kerjaan bisnis yang didirikan oleh Veerteja yang kini telah beralih sepenuhnya di tangan si putra sulung, Ganta.

Tidak banyak tempat yang mereka kunjungi di sana. Hanya sekadar berkeliling, membeli es krim, mengamati seluruh kios yang ada, dan berakhir makan malam di salah satu restoran di lantai dasar.

Sesudahnya, Veerteja dan Derylia berpamitan kepada putra dan cucunya untuk segera bertolak ke bandara Soekarno-Hatta. Mereka berdua tidak bisa berlama-lama di Jakarta sebab jadwal penerbangan mereka menuju Belitung tinggal beberapa jam lagi.

Orchidia memprotes. Tidak seharusnya grandma dan grandpa-nya itu kembali ke pulau seberang secepat ini. Tetapi, pasangan lansia tersebut mampu menenangkan kegundahan Orchid meski rasa tidak rela masih membentengi hatinya.

"Take care and have a safe flight, Grandparents-nya Cichy yang ter-luv. Janji ya, abis produksi cenderamata batu Satam-nya kelar, langsung balik ke sini lagi. Oke?"

Orchidia memeluk erat kakek dan neneknya sebelum mereka pergi. Air mata terus berlinang di mata sayunya walau dua orang terkasihnya kini sudah berlalu.

🍭🍭🍭


"Cichy heran deh, Pa. Kenapa sih, Grandpa sama Grandma tuh, masih doyan kerja-kerjaan sampai sekarang? Padahal kan, udah nggak ngurusin perusahaan gede lagi? Harusnya mereka istirahat dan menikmati hari tua. Nah, ini? Enggak. Malah bikin bisnis UKM baru di Belitung sana! Nggak capek apa ya, kerja mulu?" cerca Orchid gemas.

Sepanjang perjalanan pulang dari mal, gadis itu tak henti-hentinya berkeluh kesah. Mempertanyakan mengapa orang tua dari papanya tersebut giat sekali bekerja meski usia telah memasuki masa senja.

"Itulah jiwa pebisnis, Sayang. Nggak bisa diem kalau ngerasa nggak ada sesuatu yang bisa dikerjain. Apalagi kalau bisnisnya udah diturunin ke penerusnya. Apa ya, istilahnya, tuh? Nggak mau gabut kali, ya?"

Pria berlesung pipit itu membelai sayang surai milik anak perempuannya. Mencoba meredam kekesalan yang gadis itu rasakan malam ini.

"Berarti Papa juga bakal kayak gitu kalau udah tua nanti?"

"Maybe yes, maybe no."

Orchidia mencebik. Tidak suka dengan jawaban papanya yang terasa menggantung. "Duh, Agassi nggak like, deh!" katanya.

Terdengar tawa renyah yang menggema di penjuru mobil. Bukan hanya Veganta yang tertawa, tetapi Genta pun juga. Orchid semakin gemas dibuatnya.

"Tapi, Pa. Kalau misal nanti Cichy nggak mau nerusin kursi kepemimpinan di SH Pulp and Paper, Papa marah nggak? Papa kecewa nggak, punya anak yang nggak becus ngurus begituan kayak Cichy?"

Sekali lagi Ganta tersenyum. Entah terbuat dari apa hati dan pikirannya sehingga ia tak mampu menunjukkan emosi lain selain netral dan hobi memaklumi.

"Papa nggak akan pernah maksa. Kalau Cichy nggak suka kerja di bidang yang udah Grandpa bangun, ya nggak apa-apa. Masih ada anak dari Oppa-mu nanti, kan? Jangan khawatir. Apa pun pilihan kamu, Papa pasti dukung 100 persen. Papa akan selalu bangga memiliki Orchidia Valerie dalam hidup Papa. Take it easy, Baby Girl."

Orchid membuang napas lega. Senang sekali mengetahui bahwa papanya tidak mempermasalahkan keputusannya soal kursi panas yang kelak akan diwariskan padanya.

"Terus, Papa nggak ada niatan buat nikah lagi gitu?" tanya gadis berhidung mancung itu tiba-tiba.

Kini giliran Ganta yang diam tak berkutik. Topik pernikahan merupakan sesuatu yang sensitif baginya. Apalagi dia pernah gagal dalam membina rumah tangga. Jangan lupa, ada pengkhianatan juga yang pernah dia terima di masa lalu.

"Emangnya kenapa kalau Papa nggak mau nikah lagi?" Ganta berusaha tenang di hadapan Orchid, meski sesungguhnya hati telah bergemuruh risau.

"Cichy kenal sama someone older, Pa. Beliau tuh, mamanya temen Cichy di sekolah. Namanya, Tante Rea. Orangnya cantik, masih muda, baik hati, terus penyayaaaaaaaangg banget! Beliau bilang sayang sama Cichy. Padahal kita tuh, baru sekali ketemu, lho! Dan Papa tahu nggak? Beliau juga manggil Cichy pakai sebutan calon mantu! Parah kan? Geli-geli serem akutu dengernya. Hahaha." tutur Orchid mengawali cerita.

"Wait. Temen kamu ini cowok?"

"Iya, Pa. Dia cowok. Wakil tim basket di sekolah pula."

"Dih, masih bau kencur aja sok-sokan pacaran. Mantu-mantuan pula. Masih jauh, Chy, hadeuh!" sahut Genta dengan nada mengejek yang sangat kentara.

"Please, Mister Jomlo dilarang nyela apalagi ngegas, ya," sergah Orchid dengan nada sinisnya. Tak lama berselang, ia pun kembali berkisah.

"Sebenernya ya, Pa, Cichy nggak gitu deket sama dia. Tapi karena suatu hal, Cichy pernah diajak main ke rumahnya. Naik motor. Terus dikenalin deh, ke Tante Rea. Mana pas itu kepala Cichy pusing kan, abis kena angin. Tahu lah, ya. Anak Papa ini nggak pernah naik motor selama 17 tahun hidupnya dulu.

"Dari situ, Tante Rea panik banget, Pa. Takut kalau Cichy kenapa-kenapa gitu. Beliau sampai rela bikinin teh anget terus mijitin kepala Cichy juga. Gara-gara sikap manis Tante Rea, Cichy jadi tahu gimana rasanya kasih sayang seorang ibu. Cichy ... jadi pengin punya mama baru. Papa bisa nggak kabulin itu? Ya seenggaknya, kalau Cichy nggak dicintai sama mama kandung, sama mama tiri kayaknya juga nggak buruk, kok. Apalagi kalau mama tirinya tuh, Tante Rea."

Ganta bergeming. Dia tahu dengan pasti betapa putrinya tersebut selalu mendamba cinta kasih dari seorang ibu. Namun tak ada yang bisa dia perbuat. Cinta dan lukanya dulu masih bersarang di kalbu hingga detik ini. Sulit baginya untuk kembali membuka hati.

"Kalau Tante Rea itu pengin kamu jadi menantunya, ya berarti Papa nggak bisa nikah sama beliau, dong. Tunggu aja beberapa tahun lagi. Beliau pasti jadi mama kamu, kok. Cuman labelnya bukan mama tiri, tapi mama mertua. Hehe," candanya.

"Papa, ih! Dibilang aku nggak deket sama anaknya!" Orchidia memukul pelan dada bidang ayahnya.

"Wohooow, gitu ngatain gue jomlo. Padahal sendirinya juga jombs. Beuh!"

Gadis yang biasa dipanggil Cicit itu mengabaikan kicauan pamannya. Saat ini dia sedang tidak ingin berdebat. Dia ingin mama baru.

Kepala Orchid terangkat mengikuti pergerakan dada papanya yang menghela napas besar. Sejujurnya matanya kini sudah berkaca-kaca, mengingat betapa keruh perlakuan Lucyka terhadapnya selama ini. Tapi dia berusaha sekuat mungkin agar tangisan itu tidak pecah.

"Chy, you should have to know that love is the most unpredictable thing. Kita nggak pernah tahu kapan dia akan datang atau sebaliknya. Apakah dia bakal memberikan akhir yang indah atau enggak. Cuma waktu yang bisa menjawab semua teka-tekinya.

"Gitu juga kamu sama cowok itu. Kita nggak tahu apakah pertemanan kalian itu suci. Bisa jadi malah salah satu di antara kalian ada yang lagi mendem rasa suka, kan? Sama. Papa juga gitu. Papa nggak bisa menjanjikan sebuah keluarga yang baru di saat Papa sendiri nggak punya seseorang yang lebih spesial dari kamu. Dan, fokus Papa saat ini cuma buat kamu sama perusahaan aja," tutur Ganta panjang lebar. Dia berharap putri kecilnya yang mulai beranjak dewasa tersebut mau mengerti.

🍭🍭🍭

Orchidia tidak lamgsung kembali ke rumah yang dia tinggali bersama mama dan papinya. Ia mengekor pada dua pahlwannya yang memilih untuk singgah di Bless Fall bakery. Setibanya di sana, seluruh staff mengucapkan selamat atas pertambahan usia Orchid dan berharap semua hal yang baik akan menimpa gadis itu.

Orchidia berterimakasih dengan sungguh-sungguh. Namun iris gelapnya menangkap eksistensi dua orang yang tidak terduga. Ialah uncle Orca—atau yang biasa dipanggil Chef Dior saat berada di sekolah. Dan satunya lagi ... Gading.

"Kok lo bisa ada di sini, Ding?" tanya Orchid pada teman sekelasnya itu. Cowok dengan tahi lalat di ujung hidung tersebut juga sama terkejutnya dengan Orchidia. Namun ia mampu mengubah ekspresinya dengan cepat dan tersenyum jenaka. Mengatakan bahwa ia sedang menunggu kakaknya yang bekerja di Bless Fall pulang.

"Eh? Emang kakak lo siapa? Kok gue baru tau ada kakak lo di sini?"

"Gue. Emang kenapa? Lo kenal sama Gading, ya?" Terdengar sebuah sahutan dari sisi kirinya yang tak lain dan tak bukan merupakan suara khas milik Raka.

"Hah? Beneran lo adiknya Bang Mahar, Ding? Sumpah? Demi apa?" Orchidia histeris. Bagaimana bisa dunia sesempit itu.

"Demi Raisa yang ngegugat cerai Hamish buat nikahin gue! Heran ya, kok lo kayak nggak suka gitu kalau gue ini abangnya Gading?"

Terjadilah perdebatan sengit antara Orchid dan Raka. Si remaja peremluan yang sibuk membela diri, sementara cowok yang lebih tua delapan tahun darinya beserta sang papa Ganta dan Gading sendiri hanya bisa tertawa melihat dua orang itu saling beradu argumen.

Sementara di sisi lain, Genta berada di ruang finishing untuk mengecek stok kue yang siap dipajang di etalase. Dia tidak sendiri. Ada temannya yang menemani, Orca.

"Gimana kondisi Orchidia, Gen? Udah baikan?" tanya Orca saat melihat muridnya di kelas boga pura-pura bersitegang dengan Raka.

"Hah? Kondisi apa maksudnya, nih, Ca?" Genta yang tidak mengerti muara pertanyaan Orca pun balik bertanya. Keningnya berkerut.

"Soal bahunya. Cederanya udah mendingan belum? Setahu gue, kalau cedera ligamen tuh, proses penyembuhannya nggak sebentar, sih. Minimal perlu waktu enam minggu perawatan intensif."

"Loh, tunggu, deh. Cedera apa sih, yang lo maksud? Cichy baik-baik aja, tuh."

Orca terkejut mendengar pernyataan tersebut dari mulut Genta. Bagaimana bisa kawan baiknya itu mengatakan demikian sementara Orchidia benar-benar dalam kondisi yang sebaliknya dan memerlukan perawatan maksimal.

"Kurang lebih seminggu lalu dia berantem sama salah satu temennya di sekolah. Lebih tepatnya, Orchidia yang diserang duluan. Sampai-sampai ligamen bahu kirinya sobek," jelas Orca dengan mudahnya.

Namun melihat respon yang diberikan oleh Genta, guru memasak tersebut pun mulai bersikap waspada. "... Gen, jangan bilang kalau lo nggak tahu bahwa selama ini Orchidia jadi korban bullying di sekolahnya?"

Bingo!

Terjawab sudah rasa penasaran Genta. Sejak tadi pagi memang ia merasa ada yang ganjil dari sikap keponakannya tersebut, tapi ia tak tahu apa.

Orca telah menjelaskan seluruhnya, setelah ini Genta akan menuntut penjelasan dari gadis itu. Cepat atau lambat. Pasti.

-To be continued-

🍭🍭🍭

Yeaaahh~
Kelar sudah party-party sederhana a la The Valerio. How?
Udah mulai kenal sama Papa Ganta?
How do you think about him?
Hehe. Jangan lupa penvet bintangnya, ya. Yang selalu komen, ailafyu! 😘
Yang belom pernah ninggalin komen, yuk, sini kenalan dulu.

Follow juga IG:
@pialoey
@orchyeolli
@lyan.shalu

See you next week!
I Purple You All 💜💜💜


Footnote.
- Agassi: Nona muda.

Bonus.

Cicit and her birthday cake!

Papa Ganta and 5 years old Cicit 😘

Duo Valerio pahlawan kesayangannya Cicit 💕



Copyright ©2020, TANGHULU by Pialoey || All Rights Reserved

Malang, 27 Agustus 2020
23.42 WIB
Pialoey 💜

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro