Heart to Heart
Harta bukanlah segalanya. Popularitas juga tak menjamin kebahagiaan. Namun saat aku berhasil menemukan senyum di wajah sahabatku, itulah hal terindah yang akan terus tertulis dalam memoriku.
- Orchidia Valerie -
🍭🍭🍭
Hari ini merupakan Sabtu ke dua yang Orchidia jalani tanpa melakukan sesuatu yang berarti. Cedera yang tengah dialami memaksanya untuk berdiam diri di kelas boga sambil memperhatikan teman-temannya beradu dengan peralatan masak di pantry.
"Duduk dan amati saja, Orchidia. Sebab kamu dibebaskan dari segala kegiatan cooking sampai cederamu sembuh. Anggap saja ini privilage karena kamu sering mendapat skor tertinggi selama mengikuti ekstrakurikuler tata boga."
Adalah jawaban yang diberikan oleh beberapa chef pembina minggu lalu ketika Orchid bertanya apa yang harus dia lakukan selama dirinya masih belum bisa bergerak dengan bebas.
Terus terang saja, tangan Orchid kini terasa gatal. Dia ingin sekali bermain-main dengan bahan serta peralatan yang melambai-lambai di depan sana. Namun sekeras apa pun dia memohon, para pembimbingnya itu tidak berminat untuk menurunkan izin.
Di samping itu, Orchid yang tidak nyaman untuk berdiam diri saja sepanjang jam ekskul pun berinisiatif untuk berkeliling pantry dan menawarkan bantuan kecil kepada beberapa temannya, yang sayangnya tak jua membuahkan hasil. Bahkan Gading juga menolak tawarannya. Dia bilang, "Mending dengerin aja nasihat dari para chef, Orchidia. Bahu kamu perlu istirahat total buat sementara. Aku juga nggak mau suatu saat nanti kena amukan dari Om Genta kalau terjadi apa-apa sama kamu."
Well, kekhawatiran Gading tersebut Orchid anggap berlebihan. Pasalnya yang gadis itu ketahui adalah ahjussi rasa oppa-nya tersebut tidak tahu-menahu perihal luka yang ia derita hampir dua minggu belakangan.
Maka, untuk mengusir jenuh serta membunuh waktu, Orchidia hanya bermain ringan dengan selembar roti tawar, mentega, dan juga meses. Ia merangkai butiran-butiran meses tersebut membentuk pola logo EXO era Overdose, serta memakan waktu kurang lebih dua jam.
Selepas kegiatan ekstrakurikuler berakhir, Orchidia berniat untuk pulang ke rumah sebentar, berganti pakaian kemudian melabuhkan diri di BobaMoza seharian penuh. Hari Sabtu merupakan jadwal wajib baginya untuk berdiam diri di sana sampai kafe tutup dan berakhir diceramahi panjang lebar oleh Anindya.
Sayangnya, sebelum rencana tersebut terlaksana, sebuah suara sukses membuat langkahnya terhenti.
"Orchidia!" panggil seseorang dengan suara lantang.
Orchid yang kebetulan sedang mendengarkan musik menggunakan earphone bervolume sedang pun segera melepas dua benda kecil tersebut yang disematkan di lubang telinga. "Lho, Kak Ervin? Ngapain di sini?"
Sosok yang dipanggil dengan nama Ervin tersebut tersenyum seraya melambaikan satu tangan. "Jemput lo. Free, kan?" jawabnya.
"Hah? Nggak salah?"
Cowok yang lebih tua dari Orchid itu mengangguk yakin. Sementara Orchid sendiri menggaruk kepalanya yang tidak gatal lantaran bingung dengan sikap mantan kakak kelasnya tersebut.
"Kenapa jemput?" Matanya memicing tajam sebelum melanjutkan kata-katanya, "jangan bilang kalau lo tuh ... driver taksi online yang barusan gue pesen, Kak?!"
Ervin tergelak. Bisa-bisanya Orchidia sepolos itu dan mengira dirinya sebagai seorang sopir taksi yang hendak menjemput pelanggannya.
"Sembarangan. Muka gue nggak ada potongan jadi supir takjol!" sergahnya cepat. Tetapi cengiran khas milik Ervin turut terkembang. Sehingga membuat Orchid tidak merasa bersalah telah menuduh cowok berwajah tirus tersebut yang bukan-bukan. Ia justru mengejek seniornya tersebut dengan berkata, "Dih! Pede amat?!"
Sekali lagi Ervin tersenyum. Senyum yang Orchid yakini mampu melemahkan iman sebagian besar siswi se-Megantara High School, kecuali dirinya.
"Iya, dong. Lo nggak ada janji kan, abis ini? Gue minta waktu bentaran bisa?" tanya Ervin sopan.
"Nothing. Emang Kak Ervin mau ngapain nanya gitu?"
"Ada yang perlu gue bahas sama lo. Soal KaCan."
Orchid menautkan alis. Merasa aneh mendengar kata kacang yang kehilangan satu huruf terakhirnya. "Kacan? Siapanya macan, tuh?" selidiknya penuh minat.
"Masih calon MaCan. KaCan gue ya, siapa lagi kalo bukan kasir cantik di BobaMoza? Kan, lo bilang enggak boleh panggil Kak Piyur. Nah, jadi gue nih, punya panggilan sayang sendiri. Kreatif, kan?" Ervin tertawa setelah berhasil menyelesaikan kalimatnya sendiri. Sedangkan Orchid menilai bahwa pemuda di hadpanya itu sudah tidak waras karena menyebut Anindya dengan kosakata aneh seperti KaCan dan MaCan.
Ah, kalau macan sih, emang bener. KaPiyur tuh, galaknya setara kayak ratu macan garong!
"What?"
Ervin mengabaikan keterkejutan sekaligus kebingungan mantan adik kelas yang masih berhubungan baik dengannya itu. Dia kini bergegas meraih ransel yang tersampir di bahu sebelah kanan Orchid, kemudian menyeret gadis itu untuk memasuki mobil miliknya.
"Udah siap? Yuk."
Kendaraan roda empat yang ditumpangi dua remaja tersebut pun melesat meninggalkan area sekolah. Di sisi lain, tanpa pernah mereka sadari, ada beberapa pasang mata yang telah mengamati gerak-gerik keduanya yang terlihat cukup dekat sedari awal.
🍭🍭🍭
Usai aksi penculikan tak berbahaya yang dilakukan oleh Adhiangga Ervin Pratama—sebab cowok tersebut hanya mengajak ke salah satu pusat perbelanjaan dan membicarakan misi rahasia sambil makan siang—Orchid pun akhirnya mendarat dengan selamat di BobaMoza. Ia mendatangi meja kasir kemudian memesan beberapa menu favoritnya. "Choco crepes-nya satu, peanut muffin dua, sama ... rainbow roll cake utuh satu, tapi nggak usah dipotong ya, Kak."
Anindya dengan cekatan menekan layar tablet sesuai menu yang dipesan oleh sahabatnya itu sebelum berakhir menjadi struk berisikan rincian harga yang harus dibayar. Namun pergerakannya terhenti saat Orchid menambahkan pesanannya. "Oh! Minumnya lemonade dua ya, KaPiyur."
Ditatapnya Orchidia dengan serius. Dengan sedikit memiringkan kepala, Anin bertanya, "Wait. Ini lo sendirian tapi pesennya segitu banyak? Laper apa doyan?
Orchid terkekeh. Gemas melihat tingkah dari kakak Angels-nya satu itu yang memang hobi memprotes.
"Ya, gimana dong? Perut gue udah demo dari tadi nih, Kak. Jadi, faster, ya. Adek udah nggak tahan soalnya, hehehe," jawab Orchid santai.
"Festar-faster. Bayar nggak, nih? Gue nggak mau layanin ya, kalau ujung-ujungnya ngutang lagi. Yang kemarin aja belum lo bayar!"
"Subhanallah, emang bener-bener macan sejati, deh, KaPiyurku ini. Nggak sabaran banget, plus galaknya tiada tandingan." Orchidia menggelengkan kepalanya miris.
Tangannya yang bebas dengan cekatan membuka ransel, mengambil dompet dari dalam sana lalu menarik sebuah kartu dari salah satu sekatnya. "Nih, Kak, gue bayar semua sekalian pesenan yang barusan. So, tagihan gue dimulai dari nol lagi, ya?"
Anindya berdecak kagum. Satu lagi member VIP khusus piutang di BobaMoza yang membayar tagihannya. Tentu saja dia senang. Setidaknya Anin tak perlu repot menambah daftar kasbon pada catatannya untuk Orchidia. Akan tetapi, netra Anin menangkap gambar dan nama bank yang berbeda dari kartu yang biasa Orchidia pakai.
"Kok beda? Punya siapa, nih?" selidiknya sambil menggesek kartu tersebut pada mesin kecil sebagai syarat transaksi.
"Oh! Itu punya Genta Oppa. Why?"
"Kok bisa ada sama lo?"
"Emang dipinjemin ke gue. Katanya, boleh pakai semaunya asal jangan sampai dihabisin. Ya, udah. Gue pakai aja buat bayar utang di sini. Pinter, kan, gue? Hehe."
Kasir multifungsi yang dimiliki BobaMoza tersebut menggeleng pelan. Kepalanya mendadak pusing melihat betapa anehnya cara orang-orang kaya menghamburkan uang.
Namun interaksi keduanya terputus lantaran bunyi bel yang berdenting, pertanda kehadiran pengunjung baru di kafe tersebut. Keduanya kompak menoleh, juga melebarkan mata saat mengetahui siapa sosok yang baru saja tiba.
"Omo! Yul, what happened? Kok lo jalannya pincangan gitu, sih?" seru Orchid histeris saat melihat salah satu sahabat terbaiknya tampak kesulitan berjalan. Bahkan ia lupa jika sebelumnya ia telah mengabaikan Cia berhari-hari lamanya. Untungnya ada Bethany yang memapah gadis mungil tersebut.
"Jidat lo juga ada warna ungunya," timpal Anin kemudian.
Any dengan sigap mewakili Peachia untuk menjawab pertanyaan dari Orchid dan Anin, "She had an accident." Singkat, padat, dan lugas. Khas Bethany Celesta.
"What?" Baik Orchid maupun Anin, keduanya sama-sama berteriak menanggapi pernyataan Si Bos BobaMoza. Benar-benar terkejut atas insiden tak terduga yang menimpa anggota termuda mereka.
"Peachy abis nabrak trotoar," imbuh Bethany. Sementara Anin dengan gesit menggaungkan pertanyaan yang terasa seperti sebuah sindiran untuk Cia. "Lah, lo mabok apa ngelindur? Trotoar diem pakai ditabrak segala."
Cia yang gerah dan lelah menahan nyeri di kening dan kakinya itu pun bersuara, "Bukan salah gue! Trotoarnya tuh, yang nggak mau minggir. Udah tau mobil gue lagi jalan!"
"Biasa aja kali ngomongnya. Nggak usah sewot."
Melihat peluang untuk berdamai antara Cia dan Anin sangatlah tipis, Orchid pun berinisiatif melerai. "Udah ih, kok malah debat, sih, kalian?" Atensinya dialihkan sepenuhnya menghadap Peachia. Air mukanya terlihat mencemaskan kondisi sahabat sekaligus adik kelasnya di MHS itu. "Yul, are you okay? Mana yang sakit?" tanyanya tulus.
"Look at her head," sahut Any. Satu tangannya menoyor kepala Cia dengan gemas. "Tuh, dahinya Peachy bengkak. Kaki juga terkilir. Emang memar segitu nggak kelihatan?"
"Kan cuma mau make sure aja, KaEn. Siapa tau ada bagian lain yang sakit."
"Monmaap, ini gue nggak disuruh duduk apa, ya? Nggak kasihan liat ciwi cantik kelamaan berdiri sambil nahan rasa sakit?" protes Cia setelahnya. Tubuhnya merangsek sebagai pertanda bahwa dirinya ingin mengistirahatkan diri di salah satu spot favorit para Angels.
Any, Orchid, serta Anin bersama-sama membimbing Cia menuju tempat yang dimaksud. Keempatnya duduk saling berdekatan di satu sofa yang muat menampung lima orang sekaligus.
"So, gimana ceritanya lo bisa nabrak trotoar, Yul?" Orchidia mengawali pembicaraan.
Sementara Cia yang masih merasa dongkol karena telah diabaikan berminggu-minggu oleh Orchid pun mencebik, "Udah dibilang trotoarnya yang nakal. Bukan gue."
"Cerita ya cerita. Pakai ngomong dulu segala," kata Anin jengah.
"Iya, ih. Biasanya juga tanpa diminta, lo bakal cerita dengan sendirinya, kan, Yul?"
Peachia masih setia dengan aksi bungkamnya. Sebenarnya, tujuan gadis itu hanya dua. Yaitu menjaili kakak-kakak Angels-nya, serta memberi pelajaran kepada Cicit bahwa diacuhkan dan dicueki itu sangatlah tidak menyenangkan.
Any yang mencium gelagat mencurigakan dari Peachia pun menegur. "Peachy, remember you've promised to tell us."
Peringatan dari Any setara dengan perintah jenderal yang wajib dilaksanakan detik itu juga. Maka begitulah. Cia menceritakan segalanya.
"Nggak salah lagi! Ini pasti ulahnya si Payung, Sien, dan para kancutnya!" Adalah Orchidia yang pertama kali bereaksi keras.
Any yang mendengar asumsi tanpa bukti kuat tersebut pun mengingatkan, "Jangan negative thinking dulu, Orchy. Siapa tau emang ada problem sama mesinnya, kan?"
"Nggak mungkin. Pasti ada yang anuin tuh mobil. Secara, sering diservis juga, kan?" timpal Anin kemudian.
"Betul tuh, betul! Gue yakin ini pasti ulah mereka, KaEn."
"Seberapa yakin?" tanya Any dengan tegas. Wajahnya tampak serius lengkap dengan kedua tangan saling bertaut. "Seratus persen pake banget!" jawab Orcihid tak kalah serius.
"Kenapa lo bisa seyakin itu, Cit?"
"Soalnya ..." Kalimat Orchidia menggantung lantaran ia ragu untuk menyampaikan sesuatu hal. Diliriknya sebentar Cia yang masih saja memasang wajah cuek nan sebal, lalu ia kembali berujar, "Tempo hari gue ngeliat Ciul ngerjain Ella pakai ancaman bahwa dia bakal ngebongkar rahasia Ella ke seluruh penjuru sekolah lewat siaran radio.
"Entah karena Ciul mau balas dendam atas perlakuan buruk Ella ke gue waktu itu atau bukan, yang jelas gue tau kalo Ella sama Sien nggak bakal tinggal diam setelah mereka dipermainin kayak gitu sama Ciul," ungkap Orchid pada akhirnya.
"That reminds me something," respon Any setelah mendengar penuturan Orchid. Ia mengubah posisi duduknya menjadi lebih santai kemudian menyangga kepala dengan satu tangan. "Jadi, itu alasan kenapa lo butuh waktu lama buat nyapa Peachy lagi, right?"
Orchidia mengangguk.
Any memang jenius. Semudah itu ia menebak situasi hanya dalam sekali pandang. Mungkin ini salah satu kelebihan yang dimiliki oleh para anggota keluarga Gagnon, sebab kakak laki-lakinya yang bernama Cedric Bethovino alias Kak Ino pun juga mempunyai kadar kepekaan yang cukup tinggi.
"Seriously. Lo masih—" Belum sempurna kalimat Any tersusun, Orchid buru-buru menyela, "NO! I'm fine now, KaEn. Gue udah nggak mikir yang macem-macem lagi, kok."
"Then?"
"I will—"
"Ini bisa nggak sih, kalau ngobrolnya nanti dulu? Si Cia nggak cerita-cerita kan, jadinya. Gue udah kepo," potong Anin gemas. Kedua tangannya bahkan telah mempraktikkan adegan meremas kertas sekuat tenaga.
"Cih, giliran kepo aja lo speak up, Kak!" tembak Cia tepat sasaran. Namun gadis itu dengan cepat mengalihkan pandangannya dari Anin
"Ih, kok lo jadi ketularan galaknya KaPiyur, sih, Yul?" protes Cicit sambil bergidik ngeri. Bahaya jika Secret Angels memiliki dua Anin dalam tubuh pertemanan mereka.
Cia mendengkus sebal. "Biarin!" Ekor matanya kemudian melirik Orchidia karena satu hal.
Ia penasaran dengan lanjutan kalimat yang akan kakak bucin per-Koreaannya itu lontarkan tadi. Dengan gaya sehalus mungkin, ia mengatur nada bicaranya agar tidak terlihat seperti orang yang sedang kepo alias ingin tahu. "Betewe, lo tadi will apa, ya? Kenapa nggak dilanjutin tuh, kalimatnya?"
"Salahin KaPiyur tuh, yang udah motong ucapan gue seenaknya."
"Peachy, stop. Orchy, you talk," lerai Any. Dia tahu persis, bahwa dalam situasi apa pun, duo bocil kesayangannya tersebut tidak akan pernah tidak untuk berdebat. Entah itu untuk suatu hal yang penting maupun yang tak berfaedah.
Orchid berdeham singkat. Membasahi bibir sebentar untuk mengusir ragu dan ego yang siap meracuni tujuannya.
"Well, gue mau minta maaf sama lo, Yul. Maaf karena udah ngediemin lo lama banget. Sebenernya lo nggak salah apa-apa. Guenya aja yang kemakan sama perasaan sendiri waktu itu.
"Gue tau, lo baik ke semua orang, khususnya ke kita-kita. Dan gue juga tau kalau hari itu lo emang tulus buat ngebelain gue. Maaf udah berprasangka buruk sama lo, Yul," tutur Orchidia jujur. Sekarang hatinya merasa lapang. Sebab satu permasalahan yang mengganjal batinnya selama seminggu lebih, akhirnya tersampaikan juga dari hati ke hati. Dan disaksikan oleh dua hati mulia lainnya.
"Jadi, gimana, Peachy? Maafin nggak?" tanya Any saat gadis berparas ayu khas orang barat tersebut melihat Peachia yang masih bertahan untuk menutup mulutnya rapat-rapat. Meski, raut wajahnya terlihat sedikit lebih lunak dari sebelumnya.
"Kumaha ini teh? Malah diem. Apa perlu gue ajarin buat bilang 'iya gue maafin'?" cerca Anindya tidak sabaran. Sungguh, bibirnya gemas ingin berkomentar lebih. Tetapi gadis penyuka air putih tersebut masih sanggup menahan diri.
Cia sendiri kemudian menyerah. Ia melepaskan karbon dioksida terlebih dahulu kemudian mereaksi, "Hadehhhh, ini sebenernya yang minta maaf tuh, siapa, yang disidang siapa, sih? Kok gue berasa kayak lagi dihakimi, ya?" tanyanya kesal.
"Huh? Gimana-gimana? Siapa yang ngehakimin?!" Anindya spontan memutar bola matanya. Malas sekali mendapat tuduhan tak berdasar dari Siswi Penegak Disiplin di MHS tersebut.
"We're just asking your answer, Peachy. Bukan ngehakimi."
"Udah sih, Kak, udahhh. Jangan dikomenin mulu si Ciulnya. Gue lagi nunggu jawaban dia, nih," ucap Orchid khas orang yang sedang gugup menunggu hasil ujian.
"Nunggu banget, ya? Biar apa?" tantang Cia sengit.
Orchidia tak mau ketinggalan. Tiba-tiba matanya menyipit, memandang ke satu arah yang menjadi incarannya sejak beberapa menit lalu.
"Biar bisa ... iniiii!!" telunjuknya dengan cepat menekan kening Cia yang memar. Meski tidak terlalu keras, gadis yang baru saja mengalami kejadian memalukan tersebut tetap saja mereaksi tindakan kurang ajar Orchidia.
"SAKIT, WOYY!!!" keluhnya dengan kekuatan ekstra. Tak ayal, sikapnya tersebut membuat beberapa pengunjung menoleh kaget ke arah di mana keempatnya berada.
Cicit tertawa puas. "Makanya, jawab. Maafin gue nggak?"
"Maaf, maaf. Emangnya kita lagi berantem?"
"Enggak."
"Terus?"
"Ya, gue cuma abis puasa bergaul sama lo for a while, sih," pungkas Orchidia gercep.
"Ya, udah. Jadi apanya yang perlu dimaafin?"
"Lo nggak marah sama gue?" tanya Orchid untuk meyakinkan pendengarannya barusan.
"Menurut el?"
"Hmm ... marah nggak, ya?" goda Cicit.
"Auk!"
Dengan semangat, Orchidia melebarkan kedua tangannya lalu menangkup Cia dalam dekapan. Tak lupa, gadis itu juga menciumi pipi dari partner in crime-nya tersebut dengan tiba-tiba. Meski terkejut, Peachia tidak marah. Justru ia mulai tertawa karena tidak mampu menahan aksi abainya lebih lama lagi.
"Mana pernah Ciul marah sama gue, yekan? Ututututuuu, sini sini. Kangen banget gue. Lama nggak nguyel-uyel lo tuh, rasanya kayak butter yang lupa dipanasin tau," kata Orchid dengan kedua tangan yang sudah mencubit pipi milik Cia.
Sementara gadis bernama lengkap Peachia Canna Indica tersebut memilih untuk menggerutu keras. Sebab Orchidia telah memperlakukan dirinya layaknya seorang bayi yang sedang tertarik mengajak bermain. Seolah Orchidia lupa bahwa dirinya baru saja mengalamai kecelakaan kecil. "Dih, paan! Nggak banget kiasannya!" serunya.
Orchid tidak sebal lebih-lebih marah mendengar ejekan tersebut. Dengan terang-terangan, ia justru berniat untuk mencolek lagi kening Cia yang sedang memar. Menyadari hal itu Cia lantas menghindar secepat mungkin—dan berakhir menyebabkan pipinya dicubit lagi oleh Orchid walau hanya sebelah.
"Daripada lo! Pantunnya buat Bian pake ikan bandeng mulu! Nggak kreatif, wleeeeek!" serang Orchidia balik.
Baik Anin, Any, Orchid, maupun Cia, keempatnya hanyut dalam tawa yang membuat candu. Bahkan Anin telah melupakan mesin kasirnya yang kini telah di-handle sepenuhnya oleh Ganggara—tanpa gadis itu ketahui bahwa barista yang super mandiri tersebut cukup kewalahan menghadapi pelanggan yang ramai berdatangan.
Salah satu hal yang diam-diam disyukuri oleh Orchid dibalik tawanya, melihat kafe milik sahabatnya tersebut masih mendapat kepercayaan penuh dari para pelanggan setianya. Mengingat, kasus kecoak tempo hari sempat menggegerkan publik yang jelas-jelas bukan kesalahan dari pihak BobMoz.
Namun Cia menjadi yang pertama dalam menghentikan gelak tawanya saat menyadari sesuatu yang salah. Sebelum ia sempat menyuarakan isi hatinya, perangkat komunikasi miliknya telah lebih dulu berbunyi. Mengisyaratkan sebuah pesan yang baru masuk. Untuk beberapa saat ia terfokus membalas chat dari seseorang. Tak lama setelah itu, barulah ia kembali membuka suara.
"Eh, wait! Tangan lo nggak sakit, Cit, gerak-gerak mulu? Kan, luka di bahu lo belom sembuh?"
Satu pertanyaan sederhana yang lolos dari bibir gadis pecinta buah persik tersebut mampu menghentikan tawa Anin dan Any, lalu menuntut penjelasan dari Orchidia.
Dasar Peachia. Baru saja akur dengan Orchid, malah kembali menyulut api. Semoga saja, setelah ini mereka berdua tidak kembali mengaktifkan mode saling diam seperti sebelumnya.
🍭🍭🍭
Yehaaaaaa~~!
Gud eveniiiingg, Everibadeee~
Maaf aku update super telat karena kesibukan beberapa hari ini yang emang cukup ... melelahkan ㅠㅠ
Gimana? Udah seneng belom liat duo bocil akur lagi?
Gemes nggak liat Cia yang dengan polosnya ngungkap rahasia kecil Cicit soal bahunya ke kakak-kakak Angels?
Berantem lagi nggak, ya mereka? Wkwk.
Well, kali ini udah nggak ketemu sama Papa Ganta lagi. Tapi jangan khawatir. Next time Papa bakal kambek, kok.
Juga, sabar yaaa. Lyan masih kusembunyiin dulu. Jumpa lagi sama dia minggu depan.
Sebelum pamit, tekan bintangnya dulu, Chinguuuuuu. Komen juga jangan lupa.
See youuu~ 💜
Fhallaw IG:
@pialoey
@orchyeolli
@lyan.shalu
Bonus.
When the bocils udah akur. Nempel mulu nggak mau pisah :)
Copyright ©2020, TANGHULU by Pialoey || All Rights Reserved
Malang, 4 September 2020
23.08 WIB
Pialoey 💜
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro