Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Friendship Cookie?

Orang-orang selalu berkata
Bahwa setiap ciptaan Sang Penguasa
Selalu hidup berdampingan
Adam dan Hawa
Hitam dengan putih
Benar dengan salah
Panas bersama dingin
Namun mereka lupa akan satu hal
Bahwasanya mentari tak pernah bersisian dengan sang rembulan
Kala ia harus berjuang mengusir kelam.

- Orchidia Valerie -

🍭🍭🍭

Empat hari berlalu pasca perayaan kenaikan jabatan Aerilyn Sasikirana—atau yang biasa dipanggil dengan sebutan Kak Aer—di kafe BobaMoza bersama para anggota Angels. Namun Orchidia merasa bahwa lemak-lemak di dalam tubuhnya semakin berkembang biak. Terlihat jelas dari seragam sekolahnya yang kini terasa sesak.

Gadis itu tak pernah makan dalam jumlah yang banyak. Tetapi dia bisa menjadi lupa diri jika dihadapkan pada sajian cake yang cantik serta segelas boba yang menyegarkan. Seperti pada malam perayaan itu, di mana dirinya dan Peachia saling kompak melahap hidangan terbaik milik BobaMoza berlabel traktiran.

"Well, gue nggak pernah nyesel sama yang namanya traktiran, sih," ucap Orchid pada bayangan dirinya sendiri di cermin.

Persiapannya telah usai, ia baru saja mendudukkan diri di meja makan ketika sebuah pesan mendarat di ponsel hitamnya.

From: My No.2 Hero ❤
15 menit lagi gue sampai.
Be ready, Chy!

Orchid tersenyum. Sebab pagi ini ia akan bertemu dengan paman mudanya yang beberapa minggu ini sudah tak saling jumpa.

"Nanti dulu handphone-nya, Kak. Sarapan dulu, yuk." Itu suara Vandhi, papi tiri Orchid. Gadis berwajah oriental tersebut tersenyum. Mengiyakan permintaan sang papi meski ada getar-getar tak nyaman dalam hatinya.

"Tumben jam segini udah rapi? Bukannya sekolah masih satu jam lagi?" Kali ini Lucyka yang angkat bicara. Wanita berusia akhir tiga puluhan tersebut merasa heran dengan putrinya yang sudah nampak siap. Padahal waktu masih menunjukkan pukul 6.37 pagi.

"Pagi ini Genta Oppa¹ bakal nganterin aku ke sekolah. Jadi, ya, kudu siap lebih awal, Ma. Tahu sendiri kan, jam setengah delapan dia udah harus ada di Bless Fall bakery?" jawab Orchid santai.

"Loh, ngapain si Genta jemput kamu? Kok dia nggak bilang-bilang?" tanya Lucyka dengan kadar keheranan yang berlipat. Pasalnya, mantan adik iparnya tersebut selalu memberikan kabar jika dia hendak bertemu dengan Orchidia. Tetapi tidak dengan hari ini. Ada apa?

"Kan aku udah bilang kalau dia bakal anterin aku ke sekolah? Lagian nggak perlu suuzon gitu, Ma. Dia cuma kangen sama ponakannya aja, kok."

Wanita yang berstatus sebagai ibu kandung Orchid itu masih merasa belum puas dengan jawaban yang diberikan. Dia merasa bahwa ada sesuatu yang tengah disembunyikan oleh Genta. Namun sebelum wanita itu berhasil mereaksi, putri cantiknya telah lebih dulu bersuara, "Mama terlalu sibuk berprasangka buruk sama Genta Oppa. Padahal aslinya Mama sendiri selalu kalah dari Imo²."

"Maksud kamu?"

Lucyka yang bingung malah semakin melipat keningnya hingga membentuk beberapa lapis ketika Orchid menghiraukan pertanyaannya, dan malah memanggil bibi pengasuh yang dipanggilnya dengan sebutan Imo.

Bi Marsih—alias Imo—tiba di meja makan sambil membawa satu gelas kosong. Katanya, "Kak Ochy nggak suka muesli-nya direndam susu terlalu banyak, Nyonya. Dia lebih suka kalau susunya sedikit, tapi muesli-nya banyak."

Lantas begitu saja Bi Marsih menuang sebagian larutan susu pada mangkuk sarapan Orchid ke dalam gelas yang dia bawa. Kemudian segera beranjak ke dapur untuk menambah pasokan muesli lalu menaruhnya kembali di hadapan Orchid. Lucyka yang menyadari arti dari perkataan putrinya tersebut masih bersikap anti menyerah dengan bertanya, "Katanya lagi diet? Kok makannya malah banyak?"

Orchid yang baru melahap sarapannya pun tersenyum kecut. "Muesli itu makanan sehat rendah kalori. Jadi, mau sebanyak apa pun aku makan, dia nggak bakal bikin gendut."

Bang!

Ada getaran emosi yang siap dimuntahkan oleh bibir tipis Lucyka jika saja suaminya tak kunjung melerai saat itu. Tentu saja aksi tersebut tegolong sebuah aksi penyelamatan. Sebab jika dibiarkan, perdebatan antara ibu dan anak tersebut akan berujung pada pertengkaran hebat. Hal seperti itu tidaklah baik. Terlebih lagi ada Rion, yang notabene masih kecil.

"Udah, udah. Kok jadi pada ribut, sih? Mama minum dulu deh, biar tenang. Kak Ochy juga. Habisin sarapannya dulu, yuk," ujar Vandhi kalem. Baik Orchid maupun Lucyka akhirnya memilih diam dan meneruskan aksi sarapan masing-masing.

Tak lama berselang, Bi Marsih kembali bersuara saat Genta telah tiba. Vandhi hendak menyambut kedatangannya, namun Orchid berhasil menahan. "Nggak usah, Pi. Genta Oppa nggak mampir, kok," ujarnya senetral mungkin.

Setelah menandaskan semangkuk muesli dan segelas air putih, gadis yang tak ingin disebut nama depannya itu bergegas meraih ranselnya. Kemudian menyalimi tangan kedua orang tua dan Imo, juga berpamitan kepada adik laki-lakinya, Rion. "Aku berangkat, Assalamualaikum."

Vandhi, Rion, dan Bi Marsih pun mengantar keberangkatan si Nona Muda dengan senyuman terbaik yang mereka miliki. Sedangkan Lucyka terlihat acuh saja.

Namun tak sampai lima menit, Orchid kembali masuk dengan membawa empat kotak kecil di tangannya.

"Ini oleh-oleh dari Genta Oppa. Katanya dia abis bikin varian cake terbaru dan kasih kita free sample buat nyicipin."

Dengan lincah Orchid membagikan satu per satu kotak tersebut kepada orang tuanya, Rion, dan juga Bi Marsih. Lalu gadis itu kembali keluar dan tak muncul lagi.

🍭🍭🍭

Suasana hening di kelas XII Bahasa 2 berubah menjadi riuh tatkala guru untuk mata pelajaran sejarah tak kunjung datang. Pengecualian untuk Orchidia yang lebih memilih duduk tenang di mejanya serta mencorat-coret buku sambil menunggu kehadiran sang guru. Dia tidak suka keramaian. Lebih tepatnya, ia menarik diri dari pergaulan.

Bukannya dia sombong. Hanya saja bagi Orchidia Valerie, memiliki sedikit teman tapi saling klik itu sudah sangat cukup. Tak perlu lagi menambah jumlahnya, jika pada akhirnya mereka hanya saling berpura-pura agar terlihat baik di hadapan satu sama lain. Itu bukan sebuah hubungan pertemanan yang sehat, melainkan sandiwara muslihat penuh kepalsuan belaka. Dan ia sangat membenci hal itu.

Kegaduhan yang berlangsung selama beberapa menit akhirnya terbungkam ketika sang pemimpin kelas memasuki ruangan. "Guys, please listen. I've got a good news for y'all!"

Seluruh siswa mengalihkan atensinya kepada Mark, termasuk Orchid. Pemuda itu pun melanjutkan perkataannya, "Mrs. Eva hari ini absen. Tapi jangan seneng dulu! Beliau ngasih kita tugas bikin esai tentang sejarah-sejarah di dunia yang pernah terjadi di masa lampau. Bebas mau sejarah apa aja. Format tulisan kayak biasanya. Terus ntar kalau udah, kirim soft file-nya ke e-mail gue, biar nanti gue yang kirim ke Mrs. Eva. Yap, demikianlah announcement penting dari cowok terganteng se-Bahasa. Hahaha."

Orchid tersenyum dalam hati. Sebab di momen seperti inilah aksi menyendirinya dapat terwujud dengan sempurna. Jauh dari sorak sorai teman-temannya yang mirip dengan kehebohan ibu-ibu arisan.

Gadis yang membiarkan rambutnya tergerai indah itu lantas merapikan mejanya kemudian bergegas menemui Mark untuk memohon izin mengerjakan tugas di perpustakaan. Mark yang memang semurah hati itu, mengizinkan Orchid dengan mudah karena tahu jika temannya itu sangat menyukai keheningan. Yang tentunya sulit didapat di jam kosong seperti saat ini.

Orchid mendekap iPath silver-nya—sebagai salah satu fasilitas pembelajaran yang diberikan oleh pihak sekolah—di tangan kiri dengan erat. Sedangkan tangan kanannya memegang kotak kue pemberian pamannya. Dirinya kini telah tiba di sebuah bangunan yang bukan merupakan perustakaan sekolah melainkan gedung musik lama.

Ditatapnya bangunan itu dengan gamang. Jujur saja, pasca insiden pertemuannya dengan makhluk astral di lantai empat gedung tersebut sebelas hari yang lalu, Orchid tak pernah lagi datang ke sana karena masih takut. Kalau-kalau makhluk tersebut marah dan berinisiatif membalaskan dendam padanya. Memang, Orchid pernah berpikir ingin mengakhiri hidup saat semua rasa sakitnya membuncah, tapi tidak dengan cara konyol seperti dibunuh setan di area sekolah atau semacamnya.

Ia menyandarkan diri pada satu pilar di sayap kanan bangunan. Dikeluarkannya smartphone canggih keluaran terbaru merk Samsum kemudian mencari sebuah nama dan mengetikkan beberapa pesan.

Orchid terkikik geli. Ia bisa membayangkan bagaimana gemasnya Peachia walau hanya melalui obrolan maya.

Setelah mendapat apa yang ia butuhkan melalui gadis periang tersebut, Orchid pun bergegas menyalakan pesan suara yang ada dalam ruang obrolan antara dirinya dengan si Cicak dengan volume yang dikencangkan. Lalu begitu saja tubuhnya melenggang masuk menuju lantai empat.

Sesampainya di sana, Orchid merosot di titik favoritnya. Memposisikan diri senyaman mungkin, lalu menyalakan tablet dan mulai berselancar di platform Goodle untuk mencari bahan-bahan esainya. Tidak lupa lantunan ayat kursi khas suara Cia tak henti-hentinya berkumandang melalui telepon pintar. Tujuannya untuk melindungi diri dari godaan setan. Siapa tahu makhluk astral tempo hari akan merasa panas mendengar kumandang ayat suci tersebut dan tak akan berani mengganggunya lagi.

"Lo kira dengan muter rekaman ayat kursi kayak gitu, barisan para setan bakal takut dan jauh-jauh dari lo, ya?" Sebuah suara sukses menghentikan pergerakan Orchid yang men-scroll layar iPath-nya. Itu suara yang sama dengan milik hantu waktu itu.

Oke. Degup jantung Orchid kini mulai tak beraturan. Tubuhnya mendadak panas dingin tak terkendali. Otaknya pun memberi sinyal untuk waspada.

"Sorry-sorry aja nih, ya. Tapi nggak semua setan bakal kepanasan denger manusia bacain ayat kursi. Apalagi kalau yang baca modelannya kayak si toa masjid gitu. Eh, kayak Peachia, maksud gue," imbuhnya.

What? That handsome ghost kenal sama Cia juga? Wah, nggak bener, nih.

Sebelum Orchid memejamkan mata, samar-samar ia bisa melihat bayangan tubuh sosok beda dunia tersebut berjalan mendekat ke arahnya. Tapi ada yang aneh. Sekilas makhluk itu tampak mengenakan seragam sekolah Megantara High School. Apakah dia siswa terdahulu yang mati bunuh diri di sini?

"Nggak usah tahan napas gitu kali, ah. Gue bukan vampir yang bakal gigit leher lo, kok." Seketika Orchid mengembuskan napasnya lega meski kedua netranya masih terpejam erat. Setidaknya kalau dia harus mati karena gangguan makhluk halus, tak akan ada dua lubang di lehernya nanti.

Tunggu. Sejak kapan hantu memiliki aroma tubuh yang wangi? Apakah di neraka atau di dunia perhantuan ada parfum mahal sekelas Joe Mallonee?

Oh, tidak. Orchidia ingin menangis saja rasanya.

"Ya Allah, Cicit takut. Setan jenis apa sih, dia? Aneh banget. Mana dia kenal sama si Cia pula."

Entah bagaimana rengekan itu bisa keluar dari bibir ranum Orchid. Berani taruhan, siapa pun yang mendengarnya pasti merasa geli. Mereka tidak akan menyangka bila gadis berwajah dingin dan pendiam seperti Orchidia akan mengeluarkan racauan sampah seperti itu.

"Wah, kayak gini aja lo baru nyebut nama Tuhan lo. Ke mana aja tuh, dua tahun belakangan yang tiap kali ngeluh pasti bilangnya, 'Ya Tuhan, mengapa blablabla', 'Ya Tuhan, lalalala'. Please, deh, Orchidia."

Well, Orchid akui baru kali ini ada makhluk halus yang melayangkan protes atas sikapnya. Walau ada benarnya juga. Orchid memang enggan menyebut nama Tuhan-nya sejak perpisahan kedua orang tuanya dulu. Ia merasa bahwa Tuhan tak pernah sayang, sebab Dia membuatnya menangis hampir di setiap malam.

"Lo kok tahu? Stalking gue, ya?" tanya Orchid sarkas. Meski kata-kata yang keluar terdengar cukup menohok, sejatinya Orchid masih setia memejamkan netranya. Payah sekali. Penakut tapi sok jadi pemberani.

Tanpa gadis itu ketahui pula, diam-diam ada sebuah senyuman jail yang terbit di sebelahnya. "Coba buka mata lo dan lihat gue," ujarnya tenang.

Antara takut, ragu, dan penasaran, akhirnya Orchid memberanikan diri untuk menatap lawan bicaranya dan ...

"Boo!"

"AAAAAAAAAA! SETAAANNNN!" Teriakan itu begitu saja menggema sesaat setelah Orchid berhasil melihat sosok hantu yang sejak tadi mengomentari dirinya. Wajahnya memang tampan. Akan tetapi kedua bola matanya mengarah ke tengah serta bibirnya yang terbuka cukup lebar. Untuk ukuran orang normal, pose tersebut harusnya terlihat lucu. Namun karena Orchid sedang dilanda rasa panik, jadilah ia tegang dan menjadi setakut itu.



"Payah! Masa gitu doang takut, sih?" Hantu siswa laki-laki tersebut tertawa. Merasa puas dengan aksi jailnya sendiri.

Emang ya, di mana-mana setan tuh nggak punya akhlak!

Setelah puas menertawai tingkah Orchidia yang ketakutan sambil meringkuk seperti bayi, akhirnya sosok tersebut mengulurkan tangan kirinya ke kepala sang gadis.

"Hey, Orchidia. Gue bukan setan, kok. Gue manusia. Siswa kelas XII MHS. Sama kayak lo," ucap laki-laki itu lembut. "Coba lihat gue. Masa lo nggak ngenalin wakil tim basket sekolah lo sendiri, sih?"

Mendengar rentetan kalimat tersebut membuat Orchid mengangkat wajahnya. Ia memastikan bahwa yang dilihatnya benarlah manusia, bukan hantu seperti yang ia pikir selama ini. "Lo ..."

"Lyan. Avlyan Shaluca Gazala. Senang bisa kenalan langsung sama lo, Orchidia." Siswa bernama Avlyan tersebut mengembangkan senyum menawannya hingga gadis itu terpesona untuk sesaat.

Tangan Lyan terulur untuk menjabat Orchidia. Gadis itu sendiri tidak membalas. Ia masih tidak habis pikir, bagaimana bisa murid populer seperti Lyan bisa berada di bangunan tua yang sama dengannya. Apa yang dilakukannya di sini?

Kening Orchid berkerut saat tangan kanan Lyan yang terulur berubah posisi jadi menengadah. Ia lantas melayangkan tatapan tanya.

"Dua tahun ini gue terbiasa konsumsi permen buah tusuk yang biasa lo taruh di jendela. Sekarang mana? Gue belum dapat jatah gue hari ini, loh."

Sungguh jawaban yang tidak terduga. Wajar jika gadis berpipi semi tembam tersebut mendengus kesal. "Jadi, selama ini yang ngambil tanghulu gue tuh, elo? Bukan malaikat baik hati penjaga gedung kayak malaikatnya Dulce María di Carita de Ángel?"

Lyan tertawa terbahak-bahak. Sebuah fakta baru yang ia dapat adalah bahwa Orchidia Valerie merupakan sosok yang bertolak belakang dengan image-nya yang selama ini terkenal anti sosial.

"Hahaha. Lo pikir yang kayak begituan beneran ada? Edan. Kakehan ndelok drama khayalan umak iki³!"

Untuk beberapa saat Lyan tertawa tanpa kendali. Sementara Orchid hanya menunduk menahan malu. Hancur sudah reputasinya.

"Ya udah. Mana?"

"Apa?"

"Jatah tanghulu gue hari ini, lah."

"Nggak ada. Gue nggak bawa!"

"Masa? Coba buka blazer lo."

Orchid menatap Lyan tidak percaya. Tangannya otomatis menyilang di dada, "Lo beneran stalking gue, ya?"

Lyan tersenyum. Mungkin ini saat yang tepat baginya untuk berkata jujur kepada gadis itu. "Gue nggak stalking-in lo, kok. As what I've been told you before, I've been here for two years, Orchidia. Gue selalu ada di dalam ruangan gelap itu buat tidur atau nenangin pikiran ketika di waktu yang sama lo juga ada di sini. And I know it all."

Orchidia terkejut. Ia sama sekali tidak mengira jika sudah dua tahun lamanya ada jiwa lain di gedung tua itu yang tanpa sengaja mengetahui semua rahasianya. Wait. Semuanya?

"Lo ..."

"Iya, gue tahu semuanya. Mulai dari lo yang sering nangis, ngeluhin sikap nyokap lo, kerinduan lo sama bokap, tentang bully-an yang lo terima, bahkan saat lo main piano tua itu juga. Semuanya." Lyan menjawab keterkejutan Orchid dengan lembut serta penuh keyakinan. "Oh, dan lo juga punya suara yang bagus, gue suka," pujinya tulus.

Orchid benar-benar ingin menangis. Tetapi harga dirinya melarang keras. Sudah cukup ia terlihat bodoh di depan siswa populer tersebut.

Seperti teringat sesuatu, akhirnya Orchid meraih kotak kecil pemberian Genta di dalam saku blazer. Ia menyodorkannya kepada Lyan. "Gue nggak bawa tanghulu hari ini. Sebagai gantinya, lo mau nerima ini, nggak? Tapi janji, jangan bilang siapa-siapa soal rahasia gue. Cukup lo aja yang tahu."

"Jadi, lo lagi berusaha buat nyogok gue? Hah, lucunya. Ketika pemerintah sibuk buat ngeberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme, eh, di sini malah ada yang lagi praktik suap."

Orchid terkesiap. Bukan begitu, dia hanya ...

"Lo nggak usah khawatir. Gue bukan tipe orang yang ember, kok. Rahasia lo aman sama gue. So, gue bakal terima friendship cookie ini. Tapi dengan satu syarat," tawar Lyan penuh penegasan.

"Friendship cookie? Syarat?" Orchidia merasa was-was. Ini terlihat seperti sebuah pertanda bahwa akan ada seseorang yang memasuki teritorial hidupnya. Jangan sampai. Sebab Orchid tidak bisa menjanjikan sebuah pertemanan untuk orang baru. Dirinya terlalu nyaman sendiri.

"Iya, satu syarat. You should have to be my friend, Orchidia Valerie. Let's be a good friend. Cause I'll never let you to be alone."

Dan Orchidia pun tak berkutik.


- To be Continued -

🍭🍭🍭

Footnote:

¹) Panggilan untuk laki-laki dari perempuan yang usianya lebih muda dalam bahasa Korea; Mas; Abang.
²) Sebutan untuk bibi dalam bahasa Korea, dengan catatan memilik hubungan yang cukup dekat.
³) "Gila. Lo tuh, kebanyakan nonton drama khayalan emang!" - Bahasa Jawa.


Jadi, gimana? Kepanjangan kah?
I'm sawry, i was so khilaf(ed) waktu nulis lmao.

Jangan lupa mampir di lapak Angels yang lainnya yaaaaaa! And don't forget to meet me on IG @pialoey.
See you, next week!♡

Bonus.

Copyright @2020, TANGHULU by Pialoey || All Rights Reserved

Malang, 9 Juli 2020
22.46 WIB
Pialoey 💙

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro