Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Finding Peaceness

Dulu, aku pernah merasa bahagia
Aku pernah memiliki banyak teman
Pelangi pun sempat menghiasi hariku
Tetapi, di sebagian besar hidupku
Telah kuhabiskan bersama sang hitam
Air mata, luka, sunyi serta duka
Adalah kawan terbaikku
Namun kini kau hadir
Menawarkan sejuta warna
Yang siap menghiasi hitamku
Bolehkah aku menyambutnya?
Tetapi aku takut
Takut jika suatu hari nanti
Kau pun akan berakhir sama seperti yang lainnya.

- Orchidia Valerie -

🍭🍭🍭


Orchidia bersama Lyan baru saja tiba di sebuah rumah besar yang tampak klasik dan mewah di kawasan Kemang. Di halaman depan yang cukup luas ditanami berbagai macam tanaman anggrek. Bangunan itu adalah kediaman Lyan. Jangan tanya bagaimana Orchid bisa sampai di sana. Sebab terjadi perdebatan sengit antara dirinya dan Lyan di markas rahasia mereka dua puluh menit yang lalu.

Di menit-menit terakhir, Lyan mengatakan suatu hal yang awalnya tidak disadari maknanya oleh Orchid. Cowok itu bilang, "Gue tahu sebuah rahasia yang bisa aja gue announce detik ini juga." Orchidia mendengus sebal. Ternyata bule sinting di sebelahnya ini sedang mengancam dirinya. Tapi, rahasia apa?

"Gue rasa nggak ada salahnya kalau seluruh penghuni MHS tahu bahwa lo sama Peachia tuh bersahabat baik. Dengan begitu, kayaknya nggak bakal ada lagi yang ngeremehin lo."

Gadis yang awalnya hanya berfokus pada gitar di tangannya tersebut sontak memusatkan atensi pada si pembicara. "... lo tahu dari mana kalau gue sama Cia sahabatan?" Pemuda di sampingnya tersebut tersenyum penuh kemenangan. Entah kekuatan dari mana, tiba-tiba Orchidia sudah meletakkan gitarnya dan menggenggam kedua tangan Lyan.

"Please, don't tell everyone about it. I'll do anything you want. A-ny-thing. Please?"

Dan begitulah. Dengan amat terpaksa Orchidia menerima tawaran Lyan untuk memasak di rumah cowok tersebut. Sebab pantry di gedung tata boga ditutup. Orchid juga tidak seberani itu untuk menumpang masak di toko kue milik Genta. Bisa-bisa dia malah diintrogasi habis-habisan oleh paman rasa oppa-nya tersebut.

BobaMoza? Oh, ayolah. Meski pemilik kedai tersebut merupakan sahabat baik Orchid, bukan berarti dia bisa semena-mena meminjam dapur BobaMoza bukan? Sementara rumahnya sendiri bukanlah pilihan yang tepat. Hari ini mama dan papinya ada di rumah.

Orchid duduk di satu sisi sofa minimalis yang ada di ruang tamu sambil memijit kepalanya yang terasa pusing. Ia seperti mengalami jet lag setelah dibonceng Lyan menggunakan motor sport dengan kecepatan di atas rata-rata. Maklum, ini kali pertama Orchidia merasakan sensasi menaiki kendaraan roda dua.

Tidak lama kemudian, seorang wanita yang terlihat seumuran dengan mamanya datang menghampiri. Wajah rupawan yang didukung dengan pakaian simple but pricy membuat wanita tersebut terlihat anggun. Orchid menelan ludahnya. Jantungnya kini sibuk berorasi karena detik ini adalah kali pertama baginya untuk mengunjungi rumah teman selain Angels.

Tunggu. Apakah Orchidia baru saja mengakui bahwa Lyan adalah temannya? Hmm.

"Iki sopo, Yan? Pacarmu, ta¹?" tanya wanita tersebut diiringi sebuah senyuman hangat. Cantik dan ramah. Itulah yang Orchidia tangkap dari sosok tersebut.

"Guduk, Ma. Tapi dongakno ae iso dadi ambek de'e, yo². Hehe," jawab Lyan dengan cengiran khasnya. Orchidia yang tidak paham bahasa Jawa pun hanya tersenyum canggung. Dengan kikuk ia menyalimi tangan wanita yang tak lain adalah mama Lyan.

Duh, waktu bisa di-skip aja nggak, sih? Deg-degan banget gue, njir.

"Nggak perlu canggung gitu, Nduk. Santai aja, Tante nggak gigit kok," ucap mama Lyan tersebut dengan ramah. "Nama kamu siapa, Cah ayu?"

"S-saya Orchidia, Tante. S-salam kenal," jawab Orchid kaku. Dia mendadak diserang gugup. Seolah-olah hari ini ia sedang disidang oleh ibu mertua.

"Wah, namanya cantik. Sama kayak orangnya," puji mama Lyan tulus. "Tapi, Nduk. Nama kita hampir sama, lho. Bedanya, kalau kamu tuh lebih kebarat-baratan, sedangkan Tante, Indonesia banget tapi dipelesetin dikit. Hahaha."

"Maksudnya, Tan?"

"Iya. Kamu kan Orchidia, kalau nama Tante tuh, Anggreana. Filosofinya sama-sama dari bunga anggrek kan? Atau jangan-jangan kamu juga suka anggrek?" Wanita yang bernama Anggreana tersebut tampak antusias. Orchid pun menjawab dengan sopan bahwa ia tidak begitu menyukai aksi cocok tanam. Dia trauma dengan tanah. Sebab tanah selalu mengandung banyak cacing. Dan Orchid pernah dibuat pingsan karena seekor cacing yang menggeliat di tangannya sewaktu pelajaran biologi di SMP.


Perkenalan dan aksi ramah tamah itu pun berlangsung singkat. Dalam sesi itu, tidak lupa pula Anggreana memperkenalkan sesosok wanita paruh baya di sampingnya—yang tak lain adalah asisten rumah tangga—kepada Orchid.


"Ma, boleh pinjam dapurnya bentar, nggak? Soalnya Cicit ... eh, Orchid janji mau bikinin Lyan kue. Tapi karena pantry di sekolah tutup, jadi ya Lyan bawa aja ke rumah."

"Wah, Orchidia bisa masak, ya? Aduh, mantu idaman banget, sih, kamu! Mau Tante bantuin nggak?" Anggreana memeluk Orchid dengan gemas. Sementara Orchid yang terkejut dengan perlakuan tersebut hanya tersenyum kaku.

"Ng-nggak usah, Tante. Nanti saya ngerepotin," jawab Orchid canggung. Seolah mengerti, Lyan pun turut menambahkan, "Nggak usah, Ma. Orchid nih, pinter banget masak, kok. Masakan dia tuh, juaraaaa. Dia juga sering dipuji lho, sama chef di kelas boga. Jadi, ojo kuwatir, Ma. Pawon e aman³."

Seseorang tolong ingatkan Orchidia untuk bertanya kepada Lyan, dari mana cowok tahu soal nama panggilan 'Cicit' serta pujian yang sering ia terima dari Chef Dior. Nanti.


🍭🍭🍭

Hampir tiga jam lamanya Orchidia berjibaku dengan bahan-bahan kue serta peralatan dapur—yang ternyata sangat lengkap—untuk membuat ulang cheesey garlic bread. Sedangkan teman tapi rese-nya tersebut malah tidak membantu sama sekali. Sejauh ini yang bisa cowok itu lakukan hanyalah mengganggu kegiatan memasaknya saja.

Setelah dessert viral itu matang, Orchid menyajikannya di atas piring dan menyodorkannya kepada Lyan. "Nih, pesenan lo! Udah puas?"

Ya. Kudapan dengan isian keju tersebut merupakan permintaan Lyan. Sebab ia merajuk karena menjadi satu-satunya orang yang tidak Orchid cicipi masakan di kelas boga beberapa waktu lalu. Padahal, dia saja belum resmi diterima menjadi teman oleh Orchid.

Sekarang Lyan dapat tersenyum lebar. Ia mengangguk antusias seperti puas terhadap hasil masakan Orchid. Lelaki beralis tebal tersebut kemudian mengambil nampan lalu meletakkan tiga piring berisi roti bawang isian keju di atasnya. Ia meminta Orchid untuk mengikuti dirinya ke halaman belakang.

Betapa terkejutnya Orchid saat mendapati pemandangan luar biasa di depannya. Di sana ada sebuah kolam berbentuk lingkaran dan berukuruan besar yang dikelilingi pot-pot kecil berisikan bunga-bunga anggrek. Ada pula gazebo di sebelah utara kolam. Menariknya, bukan kursi atau ayunan kayu yang bernaung di dalam gazebo tersebut, melainkan sofa bed berukuran cukup besar.

"Ma, break sek, yuk. Iki lho, rotine wes mateng⁴," panggil Lyan dengan teriakan yang tidak terlalu kencang. Anggreana yang kebetulan baru selesai menata bunga-bunganya di pot pun mencuci tangan kemudian bergabung bersama dua muda-mudi yang telah menunggu di gazebo.

Wanita berusia tiga puluh sembilan tahun tersebut tak henti-hentinya memuji kudapan yang Orchid buat. Ia rajin mengumbar senyum dan mencubit pipi Orchid dengan gemas. "Dari dulu tuh, Tante pengin banget punya anak perempuan tahu, Chid. Tapi nggak kesampaian, malah dapetnya anak ganang. Untung ganteng," ujar Mama Lyan disela kegiatannya menggigit garlic bread.

"Begitu kenal kamu, rasanya nih, Tante pengin cepet-cepet download kamu jadi mantu, deh. Beneran!" imbuhnya.

Orchidia tersedak makanannya sendiri. Gadis itu tidak menyangka bahwa Tante Anggreana akan berujar seperti itu di saat statusnya dengan Lyan sendiri tidak bisa dikatakan sebagai teman dekat. Bahkan ia ada di rumah mewah itu pun karena terpaksa. Malah kalau tidak ada ancaman dari Lyan, Orchid jelas akan memilih untuk mojok di BobaMoza sambil nonton drama Korea favoritnya atau streaming video musik terbaru Chanyeol saja.

Lyan buru-buru menyodorkan minumannya kepada Orchid saat gadis itu terbatuk-batuk. Sementara Anggreana menepuk pelan punggung calon mantunya tersebut. "Kamu nggak apa-apa, Nduk?"

"Makanya, Chid, pelan-pelan aja makannya. Jangan buru-buru kayak gitu. Kan kita nggak lagi lomba makan roti." Lyan kembali menyodorkan tisu setelah Orchid selesai menandaskan segelas jus jeruk pemberiannya. Gadis yang telah mengikat rambutnya membentuk cepolan tersebut mendelik. Ia hendak memprotes namun Anggreana menyela, "Kamu tuh, Le. Calon mantu Mama lagi keselek, bukannya dibantuin malah diledekin. Ora ilok ngunu iku5!"

Orchid menghela napas lelah. Rasanya aneh sekali mendengar Tante Rea—panggilan dari Orchid untuk Anggreana—menyebutnya dengan kata 'calon mantu'.

"Kamu beneran nggak apa-apa kan, Nduk?" tanya Tante Rea sekali lagi. Orchidia menggeleng. Memberi isyarat bahwa dia baik-baik saja.

"Bohong tuh, Ma! Tadi aja pas baru sampai dia ngeluh pusing, loh." Orchid spontan meremas keras tangan Lyan untuk menghentikan tingkah jailnya. Berbeda dengan Lyan dan Rea yang malah sibuk dengan pemikiran masing-masing. Rea mengkhawatirkan kondisi Orchid. Sementara Lyan ...

Kalau dengan ngejailin lo gini bisa bikin kita skinship dan makin deket sih, gue rela pakai cara ini supaya kita bisa officially temenan, Chid.

Untung dia berkata dalam hati. Jika tidak, entah apa yang akan Orchid lakukan untuk membungkam mulut serampangan milik cowok berdarah campuran tersebut.

Di sisi lain, Tante Rea tiba-tiba melesat ke dalam rumah. Orchid tak tahu mengapa, tapi satu hal yang pasti sekarang ia harus menghajar bule sinting di sampingnya itu tanpa ampun.

"Lyaaannnn!! Lo tuh, ya! Nyebelin banget tahu nggak!" Orchid memukul lengan Lyan dengan segenap jiwa dan raganya. Ia malu sekali diledek habis-habisan oleh Lyan di depan Tante Rea tadi. Bukannya Orchid bersikap sok jaga image di hadapan wanita yang mengaku sebagai calon mertuanya tersebut, hanya saja situasi seperti ini terasa sangat asing baginya.

Di rumah, Orchid tidak pernah duduk bersama kedua orang tua serta adik laki-lakinya, apalagi saling melempar aksi candaan satu sama lain. Mereka bahkan berkumpul hanya saat sarapan dan makan malam. Pun demikian dengan papa kandung yang tinggal jauh darinya. Jadi, delapan tahun belakangan sering Orchid habiskan untuk menyendiri dan menangis di kamar tanpa setitik cahaya di tiap malam.

Tak lama berselang Tante Rea pun kembali dengan secangkir teh hangat di tangan kanan dan minyak aromaterapi di sebelah kiri. Wanita itu lantas meminta Orchid untuk segera meminum tehnya selagi masih hangat. Dan Orchid pun mematuhinya. Gadis itu menyudahi aksinya setelah cairan pekat tersebut tersisa setengah.

"Orchid kalau sakit biasa kerokan nggak?" tanya Tante Rea pelan. Terlihat jelas bahwa wanita yang telah melahirkan Avlyan tersebut kini tengah mencemaskan dirinya. Orchidia tersenyum. "Enggak, Tan. Lagi pula saya nggak sakit, kok. Cuma pusing dikit aja tadi. Sekarang sih, udah enakan." Tante Rea menghela napas lega.

Namun Orchidia kembali dibuat tercengang ketika tangan lembut milik Tante Rea mengarahkan dirinya untuk berlabuh di pangkuan wanita tersebut, yang entah sejak kapan telah menyangga sebuah bantal. Kemudian hidungnya mencium aroma khas—yang biasa dia pakai saat sedang sakit—menguar dari kedua sisi pelipisnya. Dengan telaten Tante Rea memijat kepala Orchid, yang sialnya hal itu membuat candu.

Orchidia terharu. Seumur hidup, ia belum pernah merasakan kasih sayang dari mamanya, apalagi dipijat seperti sekarang. Jangankan cinta, perhatian sederhana saja tak pernah ia dapat sejak kecil. Berbanding terbalik dengan Rion yang mendapat perhatian penuh dari Lucyka.

Jadi, gini ya, rasanya diperhatiin sama seorang ibu?

Dada Orchidia bergemuruh. Berbagai perasaan kini menghinggapi hatinya. Di satu sisi ia senang bisa merasakan sebuah perhatian kecil dari sosok seorang ibu. Tetapi di saat yang sama ia harus menelan pil pahit karena sosok tersebut bukanlah ibu kandungnya. Melainkan ibu dari seseorang yang selama ini ia coba abaikan eksistensinya.

"Tante, Cichy boleh nggak, kalau tidurnya miring? Soalnya Cichy suka pusing kalau posisi tidurnya terlentang kayak gini." Seolah terbawa suasana, tiba-tiba saja Orchidia mengubah gaya bahasanya dari formal menjadi santai. Bahkan ia mengganti kata 'saya' dengan sebuah nama yang baru Lyan dengar.

"Cichy?" tanya Lyan dan Tante Rea di waktu yang bersamaan.

Orchid mengangguk mantap. "Iya. Cichy tuh panggilan dari papa sama omku, Tan, Yan." Tidak ada keraguan yang tercetak dalam katanya. Semua mengalir begitu saja seolah Orchid telah mengenal mereka sejak lama.

"Jadi, kalau di rumah lo biasa dipanggil 'Cichy'?" tanya Lyan memastikan. Orchidia menggeleng pelan. "Enggak. Cuma papa sama om kandung gue aja yang manggil gitu."

Tante Rea menatap Lyan penuh tanya. Tetapi Orchid buru-buru menjelaskan. "Mama sama Papanya Cichy udah lama cerai, Tante. Sekarang Mama udah nikah lagi dan punya satu anak. Cichy tinggal sama mereka dan jadi jauh dari Papa."

Informasi tersebut bukanlah hal baru bagi Lyan. Mengingat ia telah dua tahun lamanya mendengar curahan hati Orchidia secara diam-diam—lebih tepatnya secara tidak sengaja—di markas rahasia milik mereka. Namun ini adalah hal yang mengejutkan bagi Anggreana. Maka yang bisa wanita itu lakukan adalah terus mengelus puncak kepala Orchid penuh kasih.

Lyan mengambil selimut yang ada di sebelah lalu merapatkannya ke tubuh Orchid. Gadis itu memejamkan matanya, bermaksud untuk meredam tangis yang siap meluncur. Akan tetapi semilir angin yang berhembus mesra menghendaki dirinya untuk terlelap. Rasa damai pun kini membalut hatinya walau untuk sesaat. Sekarang Orchid tahu, di mana ia bisa mendapat secuil kasih sayang seorang ibu meski bukan dari mama kandungnya sendiri. Yaitu Tante Rea.

🍭🍭🍭

Waktu menunjukkan pukul tujuh malam ketika Orchidia terbangun dari tidurnya. Itu artinya tiga jam sudah ia terlelap. Kemudian Orchid mendudukkan diri dan menyadari bahwa tempat yang ia singgahi kini bukanlah kamarnya. Ah, iya. Gue kan masih di rumahnya Lyan.

Pintu terbuka lebar ketika Orchidia tengah asyik menguap sambil menggaruk kepalanya yang kebetulan gatal. Nampak sosok Lyan yang sudah mengganti seragamnya dengan pakaian yang lebih santai.

"Lo udah bangun?" tanyanya basa-basi.

"Lo pikir gue masih ngebo? Udah melek dan bales pertanyaan lo juga!" timpal Orchid kesal. Bisa-bisanya Lyan memberikan pertanyaan yang jawabannya sudah cowok itu ketahui. Tapi bodohnya Orchid justru menanggapi dan memberi jawaban secara cuma-cuma.

"Oh, nyadar juga kalau lo tidurnya kayak kebo."

Lyan mengaduh saat sebuah bantal melayang menghantam tubuhnya. Siapa lagi pelakunya jika bukan Orchid? Cowok itu ingin sekali membalas perbuatan Orchid yang menyebalkan, tetapi dia ingat bahwa tujuannya kemari adalah untuk membangunkan gadis itu dan mengajaknya makan malam bersama.

"Udah ah. Nggak usah sok-sok galak gitu. Gue juga nggak minat berantem sama lo. Intinya, kita turun sekarang yuk, Chid. Mama ngajak lo dinner bareng tuh."

"Maojabet, lo!"

"Apaan tuh?"

"Mau ngomong aja ribet!" Lalu Orchidia mendahului Lyan menuju ruang makan. Di sana sudah ada Tante Rea dan beberapa hidangan yang menggugah selera di atas meja.

Ketiganya pun makan malam dengan khidmat. Sesekali candaan juga terlempar baik dari Lyan maupun Tante Rea. Tak jarang pula Orchid tersedak makanan karena menertawai tingkah konyol ibu dan anak tersebut saat sedang mengunyah. Tetapi hatinya senang.

Ini pertama kalinya Orchid merasa benar-benar hidup dan menikmati santapannya di meja makan. Biasanya ia hanya fokus pada makanan tanpa minat dan sering abai dengan obrolan yang terjadi antara mama, papi, dan juga Rion. Sama halnya ketika orang tua kandungnya masih bersama dulu. Meja makan tidak pernah terasa seseru ini. Sebab kala itu hanya Papa seorang yang menemani Orchidia di meja makan, baik itu pagi, siang atau malam. Mamanya selalu absen. Entah ke mana.

Setelah jamuan makan malam berakhir, Orchidia berpamitan kepada Tante Rea sebelum pulang. Tidak lupa ia juga berterima kasih atas makanan lezat yang telah wanita itu sajikan.

"Nanti main ke sini lagi ya, Chy. Tante bakal masakin Cichy yang enak-enak lagi, oke?" seru Tante Rea penuh semangat. Orchid tertawa sejenak kemudian berkata, "Pasti, Tan." Orchidia memeluk wanita ramah itu singkat sebelum akhirnya BMW X6 mengantarnya pulang.

"Stop. Rumah yang pagar hitam itu rumah gue," ucap Orchid saat Lyan berhasil mengantarnya sampai depan rumah. Pemuda tersebut lantas menginjak rem setelah mendengar instruksi dari calon kekasih, eh calon temannya.

"Thanks ya," ujar Orchid tulus. Lyan mengangguk sebagai balasan. Dalam hati, cowok tersebut merasa lega melihat Orchidia bisa tertawa lepas dan akrab dengan mamanya. "Anytime, Chy."

Orchid ingin memprotes saat Lyan masih memanggilnya dengan panggilan khusus dari papa serta pamannya. Tetapi ya sudahlah. Biarkan Lyan memanggilnya seperti itu untuk sekarang. Besok-besok tidak akan lagi. Toh Orchid juga bukan tipikal orang yang tak tahu terima kasih atas apa yang ia terima dari cowok tersebut hari ini.

Orchid hendak membuka pintu pagar rumahnya, tetapi mendadak ia berbalik. Menghadap Lyan yang masih setia berdiri di belakangnya.

"Lyan, kapan-kapan gue boleh ketemu Tante Rea lagi nggak?" tanyanya ragu.

Lyan terkejut untuk sesaat. Tetapi kemudian ia tersenyum. Tangan kanannya juga mengusap pelan puncak kepala Orchidia. Manis sekali. "Kenapa enggak? Toh nyokap gue juga pengin ketemu lo sering-sering, tuh."

Orchidia tertawa kecil. Sekali lagi ia berterima kasih kemudian segera masuk. Meninggalkan Lyan dan senyuman mautnya. Beberapa menit kemudian terdengar suara mobil berlalu, tanda bahwa wakil ketua tim basket tersebut telah melesat menjauhi rumahnya.

Sesampainya Orchid di kamar, gadis itu meletakkan tas serta goodie bag yang berisi seragamnya. Lalu ia membuka roomchat antara dia dan Lyan.

To: Avlyan Es Gazala
Thank you for today, Lyan.
Lusa gue balikin bajunya Tante Rea. Bilangin makasih juga ke tante, ya.
Safe drive.

Gadis itu menyimpan ponselnya di nakas. Lalu beranjak menuju jendela dan membukanya sedikit. Netra tajamnya memandang gelapnya langit di atas sana. Tidak, ada beberapa bintang yang berkilauan menghiasi sang malam. Kedua tangan Orchid menyentuh dada. Rasa bahagia dan damai itu muncul lagi.

"Allah, terima kasih udah mempertemukan aku sama Tante Rea. Terima kasih udah buat aku bahagia hari ini. Terima kasih juga karena udah ngasih aku kesempatan buat merasakan indahnya kasih sayang seorang ibu, walau itu melalui Tante Rea. Terima kasih, alhamdulillah."

Setetes cairan bening menetes. Lega sekali rasanya Orchid bisa menyapa Tuhan-nya dengan perasaan yang berbeda. Dia tahu bahwa kebahagiaan bisa datang dan pergi kapan saja. Tetapi satu pengharapannya kini, semoga tidak ada badai menyapa setelah ini. Semoga.

- To be Continued -

🍭🍭🍭

Yehooooyyyyyy.
Ini adalah bab terpanjaaaaang yang aku tulissssss, hahahaha.
Semoga enggak pusing dan mual baca bab ini, ya wkwk

Jadi, gimana?
Udah puas ketemu si Pangeran Medok?

Kalau belum, kita ketemu lagi minggu depan. Bbubhaaayy!♡

Ps. Main yuk, ke IG-ku.
@pialoey

Footnote.

1) Ini siapa, Yan? Pacarmu kah?
2) Bukan, Ma. Tapi doain aja bisa jadi sama dia ya, hehe
3) Jadi, jangan khawatir, Ma. Dapurnya aman.
4) Ma, istirahat dulu, yuk. Ini loh, rotinya udah matang.
5) Pamali gitu tuh.

Bonus.

Lyan and Tante Rea 😍😍

Copyright @2020, TANGHULU by Pialoey || All Rights Reserved

Malang, 23 Juli 2020
19.46 WIB
Pialoey 💜

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro