04
"....."
Aku merebahkan diri ke atas kasurku, memandangi kertas-kertas putih berisi hasil nilai ulanganku. Semua ditandai dengan warna merah. Sayup-sayup di ruang tamu aku bisa mendengar kedua orang tuaku memperdebatkan perkembangan belajarku yang semakin menurun.
"Ini semua salahmu karena tidak bisa mendidiknya dengan benar!"
"Apa!? Bagaimana kau bisa mengatakan hal seperti itu saat kau bahkan hampir tidak pernah ada di rumah!?"
Selalu begitu tapi kali ini rasanya lebih parah. Benar-benar berisik.
"Kenapa nilaiku jadi sejelek ini ya?" Pikirku sendiri heran.
"Mungkin memang aku yang bodoh."
Kuremas dan melempar kertas-kertas itu ke sembarang tempat. Melelahkan terus berusaha mengejar impian yang tidak ingin kucari.
"Aku mau berhenti."
Tuk.
Kerikil kecil memantul di jendela kamarku. Penasaran, aku mengintip keluar balkon. Melihat Daiki dengan jaket hitam tebal memberi senyum sumringah dengan banyak batu kerikil di tangannya.
Dia melambai dan berbisik dari bawah, "ayo jalan-jalan." Merentangkan tangannya.
".... kebiasaan." Gumamku, lalu tanpa ragu meloncat dari balkon, pergi ke dalam dekapannya.
"Dasar gila. Kau ini tidak punya rasa takut atau bagimana?" Sindir Daiki sambil memelukku erat.
"Untung apa aku takut jika kau ada di sini?"
Malam itu kami berjalan tidak tentu arah, pergi ke semua tempat yang bisa kami datangi.
"Daiki, kau itu walau bodoh masa depannya gemilang ya." Ujarku tiba-tiba.
Menyeruput mie cup yang baru dia beli dari supermarket, Daiki menatapku malas.
"Kau berniat menghina atau memujiku?"
Aku hanya membalasnya dengan tawa, memandangi pemuda bekulit eksotis di hadapanku. Aku selalu mengangguminya, aku tidak ingat bagaimana kami bisa saling jatuh cinta. Terlepas dari semua sifat menyebalkannya, dia adalah pria yang luar biasa.
"Lagipula bagaimana kau bisa yakin?"
Aku menyengir jahil, "Aku ini peramal."
Memandang ke langit malam yang bertabur bintang, aku tersenyum hangat.
"Besok Hikoboshi dan Orihime akan bertemu."
Aomine berhenti menyeruput mienya, kurasakan atensinya beralih padaku, menatapku dengan iris menawannya.
"Daiki dan [Name] juga akan bertemu."
"Tapi kan mereka sudah bertemu."
"Mereka akan bertemu lagi besok."
Tawa kecil keluar dari bibirku, membuat sebuah senyum terukir di wajah Daiki.
"Dan seterusnya akan terus begitu."
Tbc
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro