02
Jika ditanya bagaimana aku dan Daiki bisa bertemu, jawabannya mungkin akan terdengar sangat membosankan.
"Dulu awal kita bertemu itu bagaimana?"
Aku melupakannya.
Seolah tersinggung dengan pertanyaanku, alis Aomine bertaut.
Pletak!
"ADUH." Sepertinya tulang kepalaku retak, "kalau nyentil tenaganya ditahan dong!"
"Kau yang aneh-aneh! Kau ini benar-benar pikun atau bagaimana!?" Gerutunya. Memang salahku sih, melupakan hari berati untuk kami berdua.
"Mau bagaimana lagi."
Aomine menghela nafas, lelah dengan memori otakku yang tidak lebih besar dari seekor kera.
"Tanabata," gumamnya.
"Apa?"
"Tanabata tahun keduaku di Teiko. Kita bertemu di kuil."
Aku duduk mendengarkan, tidak mengalihkan perhatianku dari pemuda yang berbaring di atap sekolah bersamaku.
"Tanzaku-ku hilang dan kau tiba-tiba datang menawari milikmu."
"Begitu?" Aku menunggu Daiki meneruskan ceritanya.
"Hm, begitu. Kita bicara dan berteman. Siapa tahu teranyata di Touou kita akan bertemu lagi."
"Tidak terdengar terlalu romantis ya." Tuturku.
"Lalu kau mau bagaimana? Kita bukan Hikoboshi dan Orihime."
Aku tertawa,
"Kau tau kisah mereka?" Tanyaku menggodanya.
"Semua orang jepang tahu cerita mereka. Kau kira aku sebodoh apa?"
"Entahlah."
Daiki tidak membalas, terdiam sebentar dengan raut wajah yang sulit diartikan. Dia kembali bicara.
"Saat kita pertama kali bertemu, kau terlihat sedih."
Aku menatapnya bingung. Aku sama sekali tidak ingat itu.
"Sungguh?"
Daiki mengangguk, tidak ingin menatapku.
"Dan sekarang kau terlihat sama sedihnya seperti dulu."
".... apa itu hal yang buruk?"
".... aku tidak menyukainya."
"Hmm." Gumamku, "begitu."
Daiki kembali mepertemukan kedua manik kami.
"Kau tau kau bisa mengandalkanku kan? Kalau ada masalah bilang saja."
Hening sejenak.
"Tentu." Jawabku melempar perhatianku pada langit biru yang terbentang, mengulum senyum kecil.
Tbc
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro