Chapter 19
Selamat datang di chapter 19
Tinggalkan jejak dengan vote, komen atau benerin typo-typo yang bertebaran
Thanks
Happy reading everybody
Hopefully you will love this story like me
❤️❤️❤️
____________________________________________________
I want to be with you. It’s simple and as complicated as that
—Charles Bukowski
____________________________________________________
“Ya ampun so sweet banget nggak, sih, mereka?” celetuk Carissa sambil bertopang dagu sewaktu melihat ke lobi. Tepat ke arah Kevino membukakan pintu Pagani hitamnya untuk Jameka. Pria itu bahkan menuntun Jameka meluncur dari mobil dan menutupi rok bosnya dari orang-orang sekitar tersebut agar tidak dilihat. Sungguh sikap pria yang disenangi semua orang. Tampaknya semua wanita yang menatap dua sejoli itu menjadi iri dengan Jameka, termasuk Carissa.
“Mana rambutnya Bu Jameka dirapiin gitu. Nggak bisa, nggak bisa! Ini terlalu so sweet ...,” timpal Fifian yang juga ikut memperhatikan Jameka dan Kevino.
Carissa kembali merengek, “Pengin di-treat kayak gitu juga sama Tito.”
“Ya elah. Tito mulu pikiran lo. Btw, gue ke toilet dulu, ya.”
Tanpa menggubris Fifian, Carissa lanjut memperhatikan dua orang yang dikaguminya itu. Kevino dengan kemeja cokelat susu berdasi hitam, senada dengan celana kerja dan sepatu mengilatnya, kini tengah tertawa kecil sambil menunduk, memajukan tubuh untuk menatap leher Jameka. Pria itu lalu mengusap-usapnya lembut. Carissa tahu di sana ada tanda merah keunguan yang kemarin ia lihat. Dan wajah pria itu bersemu merah seperti Jameka. Keduanya tampak saling kasmaran.
Pasca Carissa melihat Jameka gantian merapikan rambut Kevino yang agak acak-acakan, Jameka menunjuk-nunjuk sudut bibir Kevino. Mereka mengobrol sambil saling tertawa kecil. Carissa tidak bisa mendengarnya lantaran posisinya yang agak jauh. Yang jelas sepertinya Jameka sedang membersihkan bekas lipstik merah di sudut bibir pria itu menggunakan tisu. Ya, Carissa tahu apa yang telah mereka perbuat. Jelas sekali mereka telah berciuman dan sangat wajar lipstik Jameka menempel di sudut bibir Kevino.
Yang tidak wajar, Carissa sempat berpikir kenapa Jameka tidak menggunakan lipstik kiss proof? Apakah berciuman sampai level paling panas tetap bisa mentransfer warna lipstik?
Akhirnya sebelum Jameka masuk, Kevino mencium kening wanita itu. Dan Carissa pun bersiap menyambut kedatangan bosnya di meja resepsionis dengan senyum cemerlang ala pegawai teladan.
“Selamat pagi, Bu Jameka.”
Jarang-jarang Carissa melihat Jameka tersenyum rikuh seperti ini. Dan wangi parfum bosnya itu sangat memikat serta cocok bagi Jameka. Pantas Kevino klepek-klepek. Jameka memang cantik bukan main. Ia justru heran Tito yang setiap hari bersama Jameka tidak jatuh cinta pada bos mereka itu. Namun, Carissa menyadari dengan kepercayaan dirinya bahwa ia bersyukur disukai pria pujaan hatinya tersebut.
Carissa pun cukup terharu sewaktu Jameka berhenti di depan resepsionis untuk menyapa balik. “Selamat pagi, Bu Carissa. Nanti makan siang sama saya, ya. Kita lanjut ngobrol yang kemarin.”
•••
Sudah hampir jam makan siang. Melalui cermin bedak, Jameka mamatut dirinya. Lipstik merah yang baru dibelinya di minimarket tadi pagi ia pulas ke bibirnya lagi. Ini gara-gara ia bangun kesiangan, tidak sempat berdandan. Sedangkan ia berpikir pasti ada beberapa mekapnya di rumah Papanya atau di tasnya. Seperti ia selalu membawa cadangan baju bila tiba-tiba harus menginap di sana. Namun, nyatanya persedian mekapnya habis. Tidak ada cadangan di tasnya. Persedian baju pun hanya berupa kemeja oranye pucat dan rok pensil hitam serta stiletto hitam di lemari kamar. Namun, Jameka bersyukur tidak lupa selalu membawa parfum yang dibelikan Kevino.
Tadi pagi sewaktu dijemput Kevino, pria itu agak terkejut melihat muka Jameka tanpa riasan. Pria itu berkata, “Wow, you look stunning without make up.”
“Tapi kayak pucet gitu nggak?”
“Agak. Mungkin efek kamu kurang tidur juga. Semalem habis lembur, kan?” Kevino menyentuh pipi Jemeka secara lembut.
“Kalau gitu bisa berhenti di minimarket yang sejalan? Aku mau beli lipstik bentar, biar nggak pucet. Jujur aku kurang percaya diri kalau nggak pakai mekap terus dilihat karyawan lain.”
Jadi, begitulah. Memoles lipstik sambil diperhatikan Kevino memang sesuatu yang amat mendebarkan. Lalu Kevino usil, tiba-tiba mencium Jameka. Lipstik merahnya sampai menempel ke sudut pria itu. Jameka merespons sampai tak sadar mengacak-acak rambut pria itu.
Jameka memasukkan lipstik ke tas setelah memastikan tampilannya tanpa cela. Ia lalu turun dan menemui Carissa yang rupanya juga sudah siap makan siang dengannya. Kevino sebenarnya ingin makan siang dengan Jameka. Namun, ia sudah membuat rencana dan pria itu mengerti.
“Ayo, Bu Carissa,” ajak Jameka.
Carissa pun berpamitan dengan Fifian. Kemudian bersama Jameka, ia naik taksi daring. Di tengah perjalanan, Jameka basa-basi dulu dengan Carissa. “Makan ke langgan saya nggak apa-apa, kan, Bu Carissa? Soalnya saya vegetarian, ya hampir vegan, sih. Jadi, nggak bisa makan di sembarang tempat.”
“Iya, nggak apa-apa, Bu Jameka.” Orang kaya mah sukanya emang aneh-aneh, batin Carissa. Yang nggak bisa makan di sinilah, nggak bisa makan di situlah. Dan lain-lain.
“Pak Tito pernah ngajak saya makan ke warteg langganananya. Saya nggak masalah selama ada menu vegetarian. Pak Tito mesenin saya nasi pecel lauk tempe, tahu, sayurnya tauge sama kangkung. Terus ada peyek kacangnya. Enak banget, saya suka. Tapi waktu ibu wartegnya goreng ikan, saya nggak bisa lihat. Jadi, kayaknya emang saya yang harus pilih tempat makan. Agak rewel memang.”
Tito gimana, sih? Masa ngajak bos makan di warteg? Lagi-lagi Carissa membantin. Kemudian ia pun tak mau kalah dan menceritakan pengalamannya bersama Tito. “Iya, Bu Jameka. Nggak apa-apa, Bu. Saya juga nggak masalah diajak makan di mana aja. Pak Tito pernah ngajak makan saya di warung sate kambing, padahal nggak suka sate kambing. Tapi ya namanya juga orang lagi pendekatan, Bu. Jadi, saya tahan-tahanin.”
Melihat senyum kikuk Carissa, Jameka makin iba kepada wanita itu. “Eh, tapi kali ini saya mau makan di resto khusus veterinarian. Bu Carissa nggak masalah?”
“Nggak masalah, Bu. Malah saya pengin belajar jadi vegan kayak Bu Jameka. Keren gitu.”
“Saya juga sebenernya kalau bisa milih malah pengin jadi omnivora. Tapi mau gimana lagi, saya nggak tegaan sama hewan. Jangankan lihat disembelih. Lihat orang goreng ikan aja saya rasanya udah sedih banget, kayak yang udah saya ceritain tadi. Waktu saya diajak Pak Tito ke warteg.”
Carissa mengangguk-angguk. Rupanya ia salah menilai Jameka. Mulanya ia berpikir Jameka pasti tipe feminis fomo yang suka ikut-ikutan jadi vegan sesuai zaman. Seperti mengganti produk susu hewani menjadi susu almon, atau yang sejenis itu. Rupanya di balik sikap tegas wanita itu, tersimpan kelembutan yang tidak semua orang tahu. Carissa merasa terhormat bisa tahu dari Jameka sendiri.
Dulu sebelum mengenal Jameka, Carissa mengira bosnya itu luar biasa judes. Tampangnya lempeng mirip papan setrika. Kalau disapa selalu melambaikan tangan secara formalitas. Kadang-kadang tidak memandang balik Carissa ataupun Fifian. Sekarang, pandangan Carissa berubah terhadap Jameka. Terutama setelah Kevino hadir di kehidupan Jameka. Bosnya jadi lebih ceria, auranya lebih positif, tidak lagi menakutkan, dan menebarkan kekuasaan yang bisa melakukan apa pun dengan sekali menjentikkan jari.
Duh, makin nggak sabar jadi se-circle sama Bu Jameka, batin Carissa lagi. Lalu ketika kendaraan yang mereka tumpangi berbelok ke gang di mana restoran Dharma Kitchen terletak, Carissa pun berkata, “Oh saya pernah diajak makan sate kambing di situ sama Pak Tito, Bu.”
Jameka melihat telunjuk Carissa mengarah. “Oh, ya?” Warung tersebut memang langganan Tito. Kadang-kadang Tito pergi ke sana untuk makan sate kambing di saat bosan menemani Jameka makan sayur mayur. Ketika Jameka keluar untuk memanggil Tito, pria itu terkadang terlihat sedang mengobrol dengan tukang parkir Dharma Kitchen.
Jameka makin bingung. Biasanya seorang pria tak akan mengajak seorang wanita ke tempat favoritnya jikalau tidak menjadikan wanita itu spesial. Kali ini, Tito mengajak Carissa ke sate kambing langganan pria itu. Di waktu yang sama Tito mengatakan merindukannya semalam.
Dasar kadal sawah berengsek!
Setelah kendaraan mereka berhenti di lobi, Jameka dan Carissa turun. Dan tukang parkir langsung menyapa Jameka. “Bu .... Kirain sama mertua dan calonnya lagi kayak semalem,” celetuk pria itu sambil menggigit peluit. Matanya jelalatan ke Carissa karena merasa tak asing.
“Iya, sekarang saya sama pacarnya Pak Tito.”
Pria berompi khusus tukang parkir itu langsung memelotot. Ia melepas peluit dari bibirnya yang hitam dan menunjuk-nunjuk. “Oh, yang kapan hari makan di sate kambing depan situ, ya? Pantas nggak asing? Waktu itu Pak Tito minta saya buat ngempesin ban mobil Pagani item—”
“Apa? Ngempesin ban Pagani item?” sela Jameka yang ingat betul kejadian tersebut. Jadi, itu ulah Tito? Gggrrr! Tito Alvarez! Bener-bener lo yeee!
Ketika sadar telah keceplosan, tukang parkir itu buru-buru meralat. “Eh, enggak, Bu. Anu ..., waktu itu saya diminta Pak Tito bantu abang yang punya Pagani item buat nyariin tukang tambal ban deket sini. Biar bisa dipanggil.” Ia lantas buru-buru meniup peluit dan berpindah tempat ke depan lantaran ada mobil yang masuk.
Sementara Jameka nyaris meledak, Carissa malah gagal fokus ke Jameka yang memberi pernyataan bawha ia pacarnya Tito. Dan Carissa hanya mendengar kalimat terakhir tukang parkir tersebut. Ia makin kagum dengan Tito yang mau membantu pacar bosnya yang sedang dalam kesusahan. Waktu itu ia juga diminta naik taksi daring agar dirinya tidak kepanasan, benar-benar sebuah anugrah bisa disukai Tito.
Jameka menahan diri untuk tidak langsung menelpon Tito dan memuntahkan segala kesalahannya. Pantas ia merasa amat ganjil dengan insiden tersebut. Ban mobil Kevino benar-benar tidak bercela, tetapi tiba-tiba ada paku besar menancap di sana.
Jameka duduk bersama Carissa di kursi yang sudah dipesan Jameka. Ia mengatakan, “Kayak biasanya ya,” kepada pramusaji.
Carissa pun memilih untuk menyamakan menu dengan Jameka sesuai adab yang dipelajarinya dari orang tuanya. Kata ibunya tidak baik memesan sesuatu melebihi apa yang dipesan orang yang mentraktirnya. Lebih baik pesan menu yang sama atau di bawah harga yang dipesan pentraktir.
“Gimana menurut Bu Carissa makanannya?” tanya Jameka setelah mereka menghabiskan makanan, tetapi Jameka enggan. Nafsu makannya agak hilang lantaran berganti dengan nafsu mengobrak-abrik hubungan Tito dengan Carissa. Bila Tito ingin mengobrak-abrik hubungannya dengan Kevino, maka Jameka pun akan melakukan hal serupa.
“Enak, Bu. Saya baru pertama kali nyoba, sih. Tapi nggak nyangka rasanya bisa sama kayak masakan hewani. Tapi kenapa Bu Jameka nggak habis?”
“Iya, saya emang agak nggak nafsu makan. Entar mau minta beliin es krim buah sama pacar saya. Mau quality time gitu.”
“Ya ampun, Bu Jameka so sweet banget sama inisial K.E.”
Jameka cukup senang dengan pujian itu, tetapi sekarang jelas bukan waktunya tersipu-sipu. “Gini Bu Carissa. Sebenernya saya mau ngomong kalau sebaiknya Bu Carissa hati-hati sama Pak Tito.”
Bagai disambar petir di siang bolong, Carissa spontan kaget. Raut wajah cerianya agak murung. Ia pikir Jameka akan mengajaknya masuk lingkar pertemanan. Kenapa jadi begini?
“Tapi kenapa, Bu?” tanya Carissa tak paham.
“To be honest, saya ngomong kayak gini karena women support women. Tito itu womenizer.”
“Iya, saya tahu, kok. Tapi saya juga udah cari tahu kalau Pak Tito lagi nggak deket sama siapa pun kecuali saya. Jadi, saya rasa Pak Tito udah tobat setelah sama saya.”
Ya ampun, anjing kecil yang malang. Jameka benar-benar merasa kasihan. Namun, ia harus melakukannya. “Bu Carissa belum tahu kalau baru-baru ini ada cewek yang dateng ke saya dan ngaku-ngaku kalau dihamilin Pak Tito?”
Carissa makin membelalak dan hatinya kian nyeri. “Nggak mungkin, Bu Jameka,” rengeknya dengan hati bergejolak.
“Saya bisa menjamin itu. Emang bener dia belum terbukti hamil, tapi mereka sempet one night stand. Efeknya cewek itu bisa aja hamil, kan? Mereka nggak pakai pengaman. Terus gimana kalau misalnya cewek itu beneran hamil anaknya Pak Tito?”
Carissa diam dengan mata berkaca-kaca. Benarkah yang diucapkan Jameka? Hatinya sakit sekali. Namun, ia masih berusaha berpikir positif. “Bu Jameka bercanda, kan? Lagi ngetes seberapa cintanya saya ke Pak Tito, kan?”
Dengan menyesal, Jameka berkata, “Maaf Bu Carissa. Saya lagi nggak bercanda. Seperti yang udah saya bilang. Walaupun Pak Tito itu sahabat saya dari lama, tapi kalau dia salah, saya pasti akan negur dia. Saya pun nggak mau ada yang jadi korbannya lagi. Saya lagi berusaha menyelamatkan Bu Carissa dari Pak Tito.”
Wanita itu menunduk dan meraih tisu untuk mengelap air mata yang sudah mengalir di pipinya. Sakit sekali mendengar pertanyaan bosnya barusan.
“Sebelum Bu Carissa jadi korban kekadalan Pak Tito,” tambah Jameka lagi yang kemudian mengambilkan tisu untuk diberikan kepada Carissa. “Mumpung rasa cinta Bu Carissa belum terlalu dalam, lebih baik Bu Carissa mundur aja. Lebih baik menghindari Pak Tito.”
“Tapi saya udah terlanjur cinta, Bu.” Carissa menangis tersedu-sedu dan semua orang melihat ke meja mereka. Jameka lantas gelagapan sendiri. Ia pun buru-buru pindah di kursi dekat Carissa dan menepuk-nepuk punggung wanita itu. “Gimana, nih, Bu .... Saya cinta banget sama Pak Tito ....”
Carissa sesenggukan dan Jameka merasa tambah bersalah. Ia memaki-maki Tito dalam hati atas keberengsekan pria itu.
“Tenangkan diri, Bu Carissa.”
Setelah sekitar beberapa saat, akhirnya Carissa tenang. Dengan mata bengkak dan merah, ia berkata kepada Jameka. “Saya berdoa semoga cewek itu nggak hamil! Dasar cewek murahan! Maunya diajak one night stand doang! Tapi nggak mau dinikahi!”
Jameka jelas merasa syok lantaran tertohok. Ia pun harus membela diri. “T-tapi cewek itu katanya nggak sengaja one night stand sama Pak Tito. Ya biasalah mabuk.”
“Justru itu! Dia cewek murahan! Cewek nggak bener! Ngapain mabuk segala! Dia perusak hubungan orang lain! Dasar cewek gatel! Nggak tahu diri! Murahan! Semoga nggak jadi hamil anak Tito!”
____________________________________________________
Thanks for reading this chapter
Thanks juga yang udah vote, komen atau benerin typo-typo
Kelen luar biasa
And it’s a lot to me
Bonus foto Jameka Michelle
Kevino Eclipster
Tito Alvarez
Well, see you next chapter teman-temin
With Love
©®Chacha Prima
👻👻👻
Senin, 27 November 2023
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro