Back to Me #2 - Sunshin (Haechan - Ryujin)
With me ... it'll always be uneasy.
***
CAST; NCT Haechan, ITZY Ryujin
Ps. Tolong bangett sambil didengerin yaa lagu di mulmed hehehe
***
Nggak usah diraguin lagi popularitas Cangcuters cabang SMANSA ini. Udah pasti digilai sana-sini. Buktinya, walaupun membernya udah kelas dua belas—kecuali Jisung, mereka masih tetap nampil. Bahkan dua kali, di pertengahan tadi dan di penutup hari.
Kayak sekarang, antusiasme sulit banget diredam. Apalagi waktu Jeno ngegebug drum buat ngambil perhatian, yang nyatanya udah dari tadi ada di pihak mereka. Senua grasa-grusu langsung terbungkam.
"Naha euy, pada diem? Ujianna geus selesai bukannya?" Nah, kalau itu suara Haechan. Tengilnya nggak ketulungan, walaupun lagi di panggung pertunjukan.
Tapi jangan salah. Kalau kata Haechan, itu justru daya tariknya. Sebenarnya banyak orang yang mau menyangkal, tapi percuma karena memang udah banjir fakta. Sekarang pun fokus mata berhasil dia sita, meski disoraki ramai-ramai sebelumnya.
Hanya saja, Haechan tidak terlalu peduli pada atensi yang kebanyakan datang dari para siswi. Sebab, yang dia butuhkan hanya perhatian Ryujin dengan rambut cepol asalnya. Mata itu mencari-cari, sampai berhenti jauh di belakang kerumunan. Ada Ryujin di sana, dengan walkie talkie yang tengah didekatkan ke lisannya. Attractive, seperti biasa.
Senyum penuh makna pun ditarik selebar yang dia bisa, sebelum mendekatkan mulut ke microphone dan berkata, "Si aku mohon perhatiannya bisa teu ini?" Seruan mengabulkan terdengar.
"Yeu. Lain ti maneh semua." (Bukan dari lu semua.)
Serentak, seruan "hu" panjang mengudara.
"Itu teteh yang mondar-mandir pegang HT di belakang maksud aing." Bagus, sekarang Ryujin menoleh. Karena, siapa lagi yang masih sibuk ngatur ini itu di saat yang lain bersiap menikmati hiburan penutup kalau bukan si ketua acara paling dedikatif sepanjang masa?
Ucapan itu juga mengundang puluhan pasang mata membalikkan punggung, untuk bertemu pada sosok Ryujin dengan tubuh membekunya.
Maka, ketika pandangan mereka bertemu dengan Ryujin yang menatap kesal, Haechan buru-buru melanjutkan, "Boleh minta waktunya seumur hidup?"
Riuh redam sorakan terdengar, siulan berdatangan, dan tentu saja Haechan sadar dengan Ryujin yang sudah sangat ingin menghilang. Kalau boleh jujur, ia pun ingin menyerahkan diri ditelan perut bumi. Pasalnya, jantung seperti ingin keluar dari rongganya. Namun, tak mungkin Haechan mundur begitu saja. Keinginan untuk bersama Ryujin lebih besar dari dunia dan seisinya.
Nggak sih, itu Haechan lebay aja. Ya tapi ... pokoknya dia pengin banget bisa balikan sama Ryujin dan hari ini rencananya akan dia jadikan puncak dari ratusan hari berusaha.
Makanya Haechan cukup panik waktu lihat Ryujin bersiap pergi dari lapangan.
"Eh eh, Ryu mau ke mana? Sini aja, Neng. Kalau nggak, si aku nggak mau ah nampil-nampil."
Haechan tuh tahu banget cara biar Ryujin nurut. Kayak sekarang nih, dia bikin semua perhatian jatuh ke Ryujin. Orang-orang di sana protes kencang buat nahan si gadis biar nggak pergi.
Tentu, Ryujin yang anti banget jadi pusat perhatian itu milih nurut dan tetap berada di tempat.
Haechan berhasil. Ya ... walaupun habis itu jari tengah mengacung jelas ke arahnya. Sadar diri, Haechan jauhin mulut dari mic biar tawa terbahaknya nggak merusak telinga.
Ryujin tuh gitu ... lucu. Ah, Haechan beneran pengin balikan sekarang juga.
"Oke, karena penonton utamanya udah fokus, we present to you ... Back to Me - The Rose!"
Tepuk tangan bercampur seruan menyambut intro dari lantunan kibor Jaemin dan genjrengan gitar Mark, sebelum sampai pada verse yang dilantunkan Haechan dengan sopan.
I could make you mad, I could make you scream.
Sejak bait pertama pun, Haechan berusaha untuk menautkan mata pada sepasang netra almond gadis pujaan. Meski terpaut jarak yang tak bisa dibilang dekat, Haechan ingin Ryujin tangkap ekspresinya dengan tepat.
Sebab sejatinya, lagu ini sengaja ia pilih untuk sampaikan apa yang di benak kepada gadis di belakang sana.
I could make you cry, I could make you leave.
Semula, Ryujin menolak mentah-mentah untuk jatuhkan mata pada mantan kekasihnya. Haechan tahu itu. Namun, mungkin ... mata yang tidak ia alihkan membuat si gadis berambut sebahu mengalah juga.
Kini, benang tak kasatmata menghubungkan keduanya. Haechan dengan senyum tipis tapi sendunya, dan Ryujin dengan raut malas yang jelas kentara.
I could make you hate me for everything.
Haechan sungguh-sungguh, ia bisa buat Ryujin rasakan bergam emosi itu. Hanya saja ....
Haechan tersenyum tipis sebelum mencabut mic dari penopang dan meneriakkan lirik selanjutnya dengan sekeras suara yang bisa ia cipta.
But I can't make you come back to me.
Haechan kesulitan membuat Ryujin mau kembali padanya.
Sekali waktu, ia pernah mencoba ungkapkan kembali rasa yang di luar sadarnya masih sama seperti kali pertama diungkap lewat suara. Tiada sedikit pun berubah, hanya tertutup lelah yang seharusnya tak menjadi celah.
Detik ia menyadari rentetan salah yang dibuat sendiri, Haechan datang pada Ryujin untuk mohonkan maaf. Serta mintakan belas kasih agar sang gadis mau raih kembali tangannya yang bergetar tersapu angin malam.
Meski pada akhirnya, hal terbanyak yang bisa Ryujin beri hanyalah kebesaran hati untuk memaafkan. Agar hubungan mereka berakhir tanpa sisa perseteruan.
I remember thinking I don't need you.
Bait kembali mengalun, membuat Haechan tersenyum getir memandangi Ryujin dengan ekspresi yang berangsur lain. Benar, Ryujin selalu mudah dibaca. Akan tetapi, kali ini tak bisa menebak rasa yang disampaikan lewat ekspresinya.
Marah? Haechan tak yakin. Kesal? Sepertinya tidak. Mungkinkah ... luka? Jujur, Haechan tak mau mengakuinya.
Ia tak suka lihat Ryujin bersanding dengan gores menyakitkannya.
But then time passed by and it's so untrue.
Ah, Haechan ini bodoh sekali. Bisa-bisanya hal itu terlintas di benaknya? Padahal, di antara siapa pun ... Ryujin-lah satu-satunya orang yang bisa membuat rapornya tak banyak terwarnai merah, dasi dan topi tak tertinggal tiap upacara Senin pagi, dan tidurnya selalu lelap meski keributan di rumah tak mau berhenti.
Now I'm the rain over your parade. Reason you're over me.
Pantas saja kala itu Ryujin tolak tanpa pikir panjang. Haechan memang layaknya hujan yang tutupi paradenya, tangan tak tahu malu yang hendak hentikan Ryujin merayakan diri sebagaimana mestinya.
Yeah, I always keep making the same mistakes. Maybe I never deserved you anyways.
Jauh di dalam sana, ia simpan setumpuk malu untuk tampakkan diri di hadapan Ryujin. Ia seperti tak punya muka, sudah pandang Ryujin sebagai masalah padahal sebenarnya dia yang jadi problema.
Namun seyogyanya, sekali lagi ... Haechan ingin menjadi pantas untuk ia yang dipuja. He really wants to pay the past wrongdoings with bunch of kindness. He's willing to try even his past self is a lost ... egoistic man.
Hatinya penuh harap agar bisa kembali bersama, yet so hopeless Ryujin will accept his existence over again.
Pada sisa nyanyian yang dipunya, Haechan terus sampaikan sesal dengan hati yang semogakan bahwa Ryujin memaafkan. Bahkan berharap bahwa Ryujin akan sangkal pernyataan di lirik terakhir yang Haechan bawakan.
But I can't make you come back to me.
***
D
ua insan yang pernah berbagi kisah harian, kini tak lagi terpisah jarak panggung ke deretan penonton belakang. Keduanya justru duduk bersisian, di antara dedaunan yang gugur pertanda kemarau hendak usai.
Setelah bulan demi bulan berganti, tahun tutup hari, mereka kembali mendiami bangku panjang tak utuh yang terbuat dari potongan kayu seadanya. Dulu, mereka sering duduk bersama untuk menghabiskan sekotak bekal yang sengaja Haechan masak sendiri. Tentu dengan celotehan yang tiada habis, dengan protesan yang selalu punya alasan untuk dihadirkan.
"Mungkin nggak ya, aku punya kesempatan buat suka sama si kamu dengan jauh lebih benar?" Seperti sedang berandai, ucapan Haechan terlontar bersamaan dengan pandangan yang menerawang jauh ke depan.
"Buat apa kalau kamu justru jadi maksain dan buat diri sendiri nggak dicintai dengan sama benarnya?"
Apakah penolakan lagi yang akan ia dapat? Nyali Haechan mendadak ciut. Geloranya di panggung tadi menguap dibawa kabut yang perlahan menyelinap di antara hangat sinar senja.
"Ryu tahu kan, arah Echan ke mana?" Kali ini, Haechan bertanya sembari menggerakkan leher untuk sedikit mengintip reaksi Ryujin. Lalu, anggukan yang dia terima.
Fun fact, mereka sering panggil diri dengan nama saat topik serius sedang jadi topik bicara. Atau saat mereka sedang sayang-sayangan layaknya remaja.
"Ryu gimana? Mau teu ...."
"Echan nggak harus sama Ryu kalau mau belajar sayangi orang dengan benar."
Ah, iya. Haechan sudah mendapat jawaban dari kalimat yang memotong ajakannya itu. Bahkan setelah setahun lebih, ia tak cukup usaha untuk bawa Kembali Ryujin-nya. Atau mungkin, sekarang dia harus belajar untuk hilangkan kata milik di belakang nama sang gadis?
Pada bayangan mentari jingga jauh di ufuk barat sana, Haechan sunggingkan senyum penuh lara. "Is the song true?" Sekali lagi ia tanya.
"Apa?"
"I can't make you come back to me?"
Ryujin menggeleng, sangkal tanya yang Haechan lontarkan. Membuat si lelaki kebingungan, sebab sebelumnya sudah Ryujin tolak ajakannya untuk kembali jalin kasih sebagai sepasang. Lantas, apa yang membuat lagu itu salah?
"Yang bener, I can't make myself come back to you, Echan. Even if I want to."
Haechan tak mengerti, tetapi tenaga untuk menyela sudah habis tiada sisa. Jadi, ia biarkan Ryujin untuk kembali bersuara karena ia tahu bahwa belum selesai kalimatnya.
"With me, it will always be uneasy."
Namun, kali ini Haechan tak mau bungkam. Tubuhnya menghadap sempurna ke arah Ryujin. "No? Kita udah setuju kalau ini bukan salah Ryu. Ryu is so much fine with things in yours. Echan yang dulu nggak jernih aja pikirannya. It's all on me."
Sedang gadis yang biasanya menggebu saat menghadapi cowok sebaya di hadapannya, kini justru tersenyum tenang. Ia tak menoleh, hanya menjatuhkan tangan di atas punggung tangan Haechan, menepuknya beberapa kali.
"Iya, ini bukan salah siapa pun. It's all clear. Perasaan capek Echan juga valid. Tapi kita nggak bisa nyangkal, kalau apa yang udah kejadian adalah buah dari kita yang belum sampai pada fase dewasa. Kita belum mampu buat compromise banyak hal biar sama-sama nyaman. Kalau balik bareng lagi, nggak ada yang bisa jamin kalau akhirnya nggak akan sama."
"Tapi kita bisa belajar bareng? Buat jadi dewasa?"
Gelengan kembali tertangkap mata. Dari Ryujin, lagi. "Kita bisa gagal di prosesnya, dan Ryu nggak yakin bisa keep up kalau beneran kejadian. Ryu nggak mau punya perasaan negatif buat Echan. Ryu nggak mau di antara kita ada kata benci, karena ... ah, Echan tuh nggak bakal percaya kalau Ryu simpan rasa sebesar dunia."
Yang satu ini, Haechan tidak pernah memprediksi. Ryujin bahkan tampak frustrasi dalam setiap kalimatnya. Tawa tak sampai mata di akhir ... buat Haechan makin tercabik hatinya.
Nyatanya, bukan hanya ia yang simpan Ryujin sebagai sosok berharga, tetapi juga sebaliknya. Tak terbayang betapa perih goresan luka yang dulu Haechan cipta.
Pun kini, Ryujin menunduk. Sebelum wajah ayunya ia angkat, kemudian ia arahkan ke Haechan lengkap dengan seberkas senyuman.
Tuhan, tampaknya kesalahan Haechan kala itu memang sangatlah besar. Ia sungguh menyesal.
"Echan, kita belajarnya masing-masing aja, ya? Biar nggak perlu sakiti satu sama lain dengan nggak sengaja, karena proses itu pasti bakal cipta banyak salah di sana sini. Nanti, kalau kita sudah lebih pandai kelola diri dan emosi, dan kalau ... kalau rasanya masih sama, mungkin ... kita bisa ulangi lagi kisahnya?"
Bukan ini rencana Haechan, tetapi tampaknya memang begitulah yang paling benar. Maka, tak ia bantah sedikit pun kalimat Ryujin. Alih-alih, tekadnya amat kuat untuk kabulkan.
Ia berjanji untuk jadi sebaik-baiknya diri, hingga pantas untuk Ryujin temui di masa yang menanti. Semoga saja, rasa di dada keduanya benar-benar tetap sama meski di tahun yang terus berganti.
"Oh, ya." Ryujin sudah berdiri dan hendak beranjak pergi ketika suaranya terdengar kembali. Mata Haechan langsung bertemu dengan raut gadis itu ketika ia berbalik. "And the song isn't true at all. Even you couldn't make me hate you."
Sudah. Itu percakapan terakhir mereka sore ini. Dengan penutup yang membuat Haechan tak sedikit pun merasa lebih baik. Sebab kenyataan bahwa Ryujin justru terluka karena perpisahan mereka jauh lebih menyakitkan dibanding melihat gadis itu menyimpan ribuan dendam.
Raganya termenung. Namun, tidak lama. Sebab tak sampai sepuluh menit kemudian, empat member Cangcuters KW kesekian sudah mengerubunginya dengan keributan.
"TEU NANAON, MANG. IEU MAH TIDAK SEBERAPA DENGAN COBAAN HIDUP DI DUNIA." (Nggak apa-apa, Bro.)
"HE EH MANEH PASTI DAPET NENG GEULIS LAGI. KEREUT CEULI UCING MUN AING SALAH." (Iya, lu pasti dapet cewek cantik lagi. Potong telinga kucing kalo gue salah.)
Ah, sudahlah. Haechan memang tidak diberi ruang untuk menikmati perayaan sakit hatinya.
OKKK KKEUUTTT!!! Hehehehe siapa yang tebakannya bener?? 🤟🤟
Di work ini aku dah macam orang kurang akal ya, ngomong sendiri gini 😭 tapi gapapa asli ini tuh, writing for fun gada yg baca juga gas wehhh. Pasti dilanjut sampai beribu-ribu part heheheheh
SUDAH YAAA!! Papaaayyy 🤗
February 7, 2025.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro