Back to Me #1 - Sunshin (Haechan - Ryujin)
Pada paras ayu gadisnya, ragam ekspresi bisa ia cipta. Kecuali binar untuk kembali bersama.
***
CAST; NCT Haechan, ITZY Ryujin
***
Paralel pertama, juara bermacam lomba, sampai pemustaka paling tertib sepanjang tahun selalu mendapat kehormatan di hari pengambilan rapor. Sudah banyak sih yang diapresiasi. Tapi kalau menurut Haechan, masih ada yang kurang. Harusnya ada "piala citra" juga buat si paling ekspresif abad ini. Biar Ryujin bisa memamerkan cepolan rambut dengan pensil penyangganya ke depan semua warga SMANSA.
Senyum kaku Ryujin kalau benar-benar dipanggil ke depan aula--yang menjadi TKP selebrasi berakhirnya semester--sudah terngiang di kepala Haechan. Apalagi jika mata mereka bertemu, pasti gadis itu tidak bisa menahan mata untuk memelotot. Ya ... Haechan selalu iseng ngeledekin soalnya. Pokoknya, Ryujin itu nggak bisa bohong entah kalo dia lagi senang, sedih, nyaman, canggung, kesal, kaget, dan lainnya. Her expressions shouts the emotions out loud.
Terus, Ryujin itu juga benci banget sama spotlight! Tapi ya gitu, tingkah impulsifnya selalu sukses ngundang atensi dari sana sini. Barbarisme kayaknya udah jadi ideologi yang dia anut. Lebih serem dari Neneningsme yang lagi rame diomongin ambu-nya Haechan pokoknya.
Lucu. Sampai nggak ada angin atau hujan, tiba-tiba Haechan ketawa singkat.
"Bhaks!" Udah, cuma gitu. Tapi sukses bikin Jaemin di sampingnya kaget bukan main sampai pengin geplak kepala kopong si bucin satu ini.
"Naon gelo? Barudak geur nungguan di waiting room, maneh niat manggung teu, sih?" (Apaan gila? Anak-anak udah pada nunggu di waiting room, lu niat manggung nggak, sih?)
Asli, tangan Jaemin nih udah gatel mau nyeret Haechan, tapi masih dia tahan. Soalnya bocah satu ini suka di luar nalar pembalasannya kalau diganggu duluan. Walaupun ujung-ujungnya tetep Jaemin yang menang, tapi dia nggak mau buang-buang tenaga.
Dia jadi nyesel ngeiyain Mark buat jemput Haechan karena band mereka sebentar lagi akan tampil di depan sana.
"Nya kela, Min. Aing OTW ka ditu." (Iya bentar, Min. Gue OTW ke sana.)
Ngomongnya sih gitu. Tapi setelah nepuk singkat pundak Jaemin, Haechan malah lari ke arah Ryujin yang lagi repot sambil bolak-balik nengok gulungan kertas di tangan.
"Lah, naha malah ka ditu belegug? OTW ka mana sih maneh ini?" (Lah, kenapa malah ke situ? OTW ke mana sih lu tuh?)
Jaemin nggak habis pikir sama manusia satu itu. Kalau saja vokalnya tidak sebagus itu, sudah pasti Jaemin akan membuat petisi menendang Haechan dari grup mereka. Dan apa tadi? Haechan memanggilnya dengan "Min"? Memang minta dihajar!
"HAECHAN!" Bahkan setelah Jaemin berteriak kencang--yang artinya bencana besar karena emosi cowok itu sudah sampai di batasnya, Haechan sama sekali tidak berbalik.
Haechan malah ngelambain tangan sambil lompat-lompat nggak jelas. Kayak Kim Soo-hyun pas jadi cameo agen rahasia Korea Utara, tahu nggak sih? Cuma Haechan versi gembelnya. Sampai akhirnya ....
"ADOOOH! Boga saha sih rumput ieu? Menghalangi jalan aing ke si Neng Ryu aja!" (Punya siapa sih ni rumput?)
Haechan jatuh, di tengah-tengah lapangan dan mendumal keras sampai orang-orang menoleh ke arahnya. Terutama Ryujin yang berdiri lima meter dari tempat Haechan berada, dengan tatapan laser yang siap mencabik-cabik tubuh cowok banyak ulah itu sampai tak utuh lagi.
Haechan lihat jelas tatapan Ryujin. Namun, seolah tak kenal takut, cowok itu justru nyengir lebar sambil mencoba bangkit. Kemudian dengan suara yang jauh lebih keras dari sebelumnya, cowok itu berteriak, "Neng Ryujiiin!"
Bahkan siswa yang sedang melakoni tarian tradisional di bagian depan aula sampai mengacaukan gerakan mereka. Perhatian dijatuhkan kepada Haechan dan Ryujin sepenuhnya.
Ingat bahwa Ryujin adalah gadis yang sangat ekspresif? Kini, siapa pun bisa melihat tanduk tak kasatmata di puncak kepala gadis itu. Napas menderunya bisa dirasa oleh siapa saja meski terpisah jarak bermeter-meter jauhnya. Ryujin bahkan meremas print out rundown acara di genggamannya, tak peduli lagi apakah time keeper untuk acara hari ini sudah bekerja sesuai dengan mandat yang ia beri.
Sementara di tempatnya semula berada, Jaemin yang sudah tidak habis pikir dengan tingkah Haechan kini dikejutkan oleh sebuah suara yang tiba-tiba hadir di sebelahnya.
"Karunya pisan si A Ujang. Gelo kitu teu bisa move on." (Kasian ya Bang Ujang. Jadi gila gitu nggak bisa move on.)
Itu Jisung, yang menggeleng-gelengkan kepala dengan raut kasihannya.
Jaemin mengimitasi, menatap prihatin pada Haechan yang tetap menghampiri Ryujin padahal sudah dapat diprediksi bahwa gulungan kertas di tangan si gadis akan segera melayang ke kepalanya.
Nah, benar kan? Jaemin belum selesai membatin ketika Ryujin sudah memukul Haechan bertubi-tubi sembari memberikan cubitan yang terlihat pedas.
Jisung dan Jaemin meringis ngeri.
"He eh kan, matakna aing bilang ka maneh nggak usah bobogohan, Ji. Repot euy." (Iya kan, makanya gue bilang ke lu nggak usah pacaran, Ji. Repot woe.)
Iya, Haechan tuh gagal move on. Padahal hubungannya sama Ryujin sudah kandas bahkan sebelum kelas sebelas. Dan sekarang mereka mau masuk semester genap di kelas dua belas. Nggak ketolong gamon-nya Haechan tuh.
***
Tahu hal pertama apa yang dilakukan Haechan setelah turun dari panggung? Wajarnya, hal-hal seperti menenggak sebotol air mineral, menyimpan alat musik agar tak rusak karena para siswa terus lalu lalang di ruangan, atau sekadar mendudukkan diri karena membawakan tiga lagu sekaligus pasti sangat melelahkan adalah apa yang bisa menjadi jawaban.
Akan tetapi, ini Haechan dengan tingkah absurdnya. Dia lagi-lagi cuma memberikan lambaian sebagai respons untuk teman-temannya, lalu keluar ruangan bahkan tanpa persetujuan Mark--si leader yang sangat pengin pensiun dini menghadapi membernya yang makin hari makin nggak masuk akal.
Mata cowok berkulit tan itu berkelana, sampai menemukan Ryujin yang sedang mengangkat kardus berisi gulungan karton. Tanpa babibu, ia berlari dengan senyum sumringah.
Sekejap mata, dari balik punggung si gadis, jemari nakalnya menarik bolpoin yang terselip di cepolan rambut Ryutin. Kontan, surai legam itu berjatuhan hingga ke punggung, membuat Ryujin secara spontan menjatuhkan kardus di tangan untuk menyelamatkan rambutnya.
Namun, sebelum jatuh ke tanah, Haechan dengan gerak cepatnya menangkap benda itu dan berdiri tanpa rasa bersalah di depan sang mantan kekasih. Sok keren lagi. Berasa Kapten Yoo Si-Jin kali ya dia?
"Maneh lagi?"
Walaupun tak sampai sedetik, Haechan sudah kembali ke setelan default; cengengesan. "Widih, sekarang pake bahasa Sunda kitu euy si Neng. Mau belajar jadi mantu si ambu, ya, kamu?"
"Apa sih? Sok asik lu," ujar Ryujin acuh sambil berusaha mengambil alih barang miliknya di pelukan Haechan.
Tentu saja, bocah itu menghindar."Ets. Kok balik lagi pake bahasa jekardah gitu? Kamu alergi sama per-sunda-an, ya? Meni rasis da si Mbak OSIS."
"Gue alerginya sama elu!" Ryujin berseru geram. "Siniin, nggak?" Kini, tenaganya semakin kuat untuk mengambil alih kardus. Namun, belum sempat tangan menjamah, Haechan sudah lebih dulu berkilah. Bikin usaha Ryujin gagal lagi.
"Aing bantu sini. Mau dibawa ka mana?"
Haechan tahu betul kalau Ryujin tuh sama keras kepalanya kayak dia. Jadi, dibanding usaha modusnya gagal, dia memilih berjalan mendahului sang gadis. Padahal dia tidak tahu Ryujin mau ke mana. Tapi sok tahu saja dulu. Kemungkinan besar, pusat pertunjukan hari ini adalah tujuannya. Haechan pun membawa langkah ke depan aula di mana terdapat banyak anak OSIS yang duduk di satu titik untuk memantau acara.
Ryujin itu mandiri sekali. Mungkin karena terbiasa ditinggal ayah ibu dari kecil, dia jadi pantang mengandalkan orang lain. Tapi seingat Haechan, waktu mereka masih pacaran, Ryujin nggak pernah nolak kalau Haechan bantuin dia ini itu. Walaupun mulutnya ngomel dulu, dia tetap biarin Haechan bertingkah semaunya.
Sisi itu yang selalu Haechan suka. Dia ngerasa kalau sama Ryujin tuh banyak banget dinamikanya. Ramai karena apa-apa diributin dulu, debat mulu.
Lucu sebenarnya kalau Haechan mikir gitu. Soalnya, dulu justru dia yang bilang kalau pacaran sama Ryujin tuh bikin capek. Apa-apa diribetin, dikit-dikit diberantemin. Berakhir dengan bodohnya dia minta putus dari Ryujin. Sekarang tahu batunya tuh anak. Nyesel bukan main, kan?
"Haechan lu tuh!" Ryujin yang susah payah mengejar langkah lebar Haechan, kembali bersungut-sungut saat lelaki itu meletakkan kardus di dekat beberapa barang lain yang Haechan tidak tahu apa. Keperluan anak OSIS, sudah pasti.
"Naon, sih, geulis?" (Apa, sih, cantik?)
Dia yang bertingkah seolah lelah, padahal dia yang terus berulah. Memang Haechan ini unik sekali.
"Nggak usah seenaknya bisa nggak, sih? Sotoy tau nggak?"
"Bantuin doang ini. Bener kan tadi mau ke sini? Kalau salah ya ... ayo puter balik ayo ka mana lagi kita? Muterin sekolahan juga hayuk aing sih."
"Halah, ntar lu capek."
Kali ini, Ryujin sukses membuat Haechan bungkam. Sekilas tidak ada yang salah, tetapi Haechan jelas menyadari bahwa diksi itu bisa bermakna lain jika tentang mereka. Tentang Haechan yang sempat mengaku lelah akan hubungan mereka, dan mendatangkan ribuan sesal di hari-hari kemudian.
"Sorry." Haechan mengucap dengan sepenuh hati. Kepalanya menunduk. Sungguh, dia frustrasi tak bisa putar waktu kembali.
"Elah, serius amat. Udah sana sama band lo yang OKE banget itu. Jangan numpang nama mulu jadi orang."
Ya, sepertinya Ryujin tidak mau membahas persoalan itu. Yang memang sudah mereka bereskan. Tingkah Haechan sudah Ryujin maafkan. Mereka selesai tanpa ada yang tersisa di belakang.
Oh, perasaan Haechan sih yang belum bisa dihapuskan.
"Enak aja. Aing nih penggendong grup. Lain terkenal kalo tanpa Haechan Lee!"
"Bacooot."
Begitulah Ryujin. Selalu bersikap apa adanya, tanpa filter pun jaga citra. Murni, tak pernah tutupi apa yang ada dalam diri.
Haechan hanya berdoa, semoga-jika memang masih ada-Ryujin juga tak tutupi perasaan untuknya.
Dengan tawa lebarnya, Haechan mencubit pipi sang gadis. Bukan cubit gemas. Haechan tuh beneran narik-narik pipi Ryujin sampai bisa melar. Nggak heran kalau kemudian Ryujin ikut nyubit punggung tangan Haechan sampai kemerahan.
"Aw adoooh!"
"Rasain!" Ryujin mengentak kesal sembari mengusap-usap pipinya.
Bagaimana dengan siswa OSIS lain di sana? Mereka masa bodoh saja. Soalnya pemandangan Haechan-Ryujin yang ribut sudah jadi hal biasa.
"Meni pedes pisan nyubitnya astaga. Habis ngulek sambel tangan maneh?"
"Elu yang gue ulek habis ini!"
Haechan ketawa aja. Sebenernya, sakit di tangan nggak seberapa, sih. Haechan mau-mau aja dicubit gitu tiap hari, asal Ryujin juga mau balikan biar mereka bisa jadi pasangan riweuh lagi.
"Ampuuun da, Neng. Iya ini aing balik ke band. Tapi nanti jangan pulang dulu. Nonton aing di penutupan, ya?" Iya, Haechan mau nampil sekali lagi.
"Gue tuh OSIS! Budak ni sekolahan. Mana mungkin bisa pulang kalau acara belum kelar? Emosi banget anjir ngomong sama elu!"
Kalau Haechan sih bahagia banget tiap ngomong sama Ryujin. Buktinya sekarang dia ketawa lagi.
"Iya iya. Maksudnya nonton yang beneran, Neng. Istirahat juga maneh, dari tadi mondar-mandir mulu nggak capek apa?"
"Lebih capek ngadepin elu dibilang juga."
Kayaknya Ryujin udah hampir lewatin limit, nih. Haechan kudu kooperatif, nggak mau cewek itu kekuras habis energinya.
"Iya da aing emang tempatnya salah dan dosa. Bukan nabi boiii."
"Gelo!"
Haduh. Lama-lama pipi Haechan sobek, ketawa terus gini.
"Ntar si aku mau ngomong bentar, Ryu. Boleh teu?"
"Nggak dibolehin juga nyerocos mulu. Segala izin lu, kayak yang punya sopan santun aja."
"Ngomong serius ini seriuuus. Mau nggak si kamu?"
"Iya ah, udah sana! Gue mau persiapan game, nih!"
"Hehe hanupis, Neng."
Terakhir, deh. Haechan masih pengin isengin Ryujin. Secepat kilat, dia deketin jari ke atas dan bawah kelopak mata Ryujin buat ngelebarin mata cewek itu. "Biar melek."
Cuma beberapa detik, belum sampe Ryujin sadar sama kelakuan Haechan, cowok itu udah lari menjauh. Jelas bikin Ryujin teriak kencang.
"NGOTAK AI MANEH JADI MANUSIA!"
Tahu apa yang dilakukan Haechan? Sekarang dia beneran pose membentuk kotak. Jongkok, nundukin punggung dan kepala, terus julurin tangan biar sejajar sama kaki. Walaupun bentuknya absurd, tapi ide spontan cowok gemini satu ini patut masuk nominasi Grammy.
Kali ini, orang-orang yang semula bodo amat dengan percek-cokan sepasang mantan, langsung menaruh atensi. Terbahak nggak bisa berhenti.
Bukan hal yang baru, sih, soalnya Haechan emang hobi bikin kotak ketawa bocor sana-sini.
Bedanya, sekarang Ryujin ikut ketawa karena tingkahnya. Walaupun ditahan sekuat tenaga, tapi Haechan masih bisa lihat waktu nggak sengaja noleh ke arahnya.
Aduh, manis banget! Itu isi hati Haechan.
Sambil lari, dia diem-diem berharap kalau kali ini, Ryujin mau nerima balik dia jadi pacarnya.
Iniii panjaaaang sekali aslii. Jadi aku bagi ke dua part yaa hehehehe
COBAAA tebak dulu bakal balikan apa enggaak? 😎🤟
February 7, 2025.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro