013. Red String
"Kenapa tiba-tiba bertanya?" Hyunjin tidak mengalihkan pandangannya dariku, hingga hal itu membuatku merasa tidak nyaman. "Dia sedang tour keliling Eropa. Apa sesuatu sedang mengganggumu?"
Aku menggigit bibir. Kali ini berada pada kebimbangan, karena menciumnya di saat kami akan membicarakan sesuatu yang serius yaitu tentang pria penyusup itu.
"Sebenarnya, aku ... ingin mengenalmu lebih jauh lagi," kataku kemudian meletakkan kedua tanganku di punggung tangannya, serta berakhir dengan menggenggamnya. "Aku ingin mempelajari siapa kau sebenarnya karena tidak ada lagi jalan pulang. Kau menanamkan kristalmu di tubuhku dan membuatku terikat padamu. Aku telah memikirkannya yang mana seiring berjalannya waktu akan membuatku jatuh cinta padamu.
"Seperti ucapanmu, kau memiliki takdir dengan siklus berulang. Jadi setiap kali aku bertemu denganmu di kehidupan selanjutnya, maka aku--"
Goddamned!
Hyunjin menarik tangannya kemudian mengalihkan pandangan ke arah depan. Memperlihatkan kenyataan bahwa ia baru saja menolakku. "Hentikan, Crystal," katanya sembari menyalakan mesin dan perlahan menginjak gas. "Jangan terlalu terburu-buru. Kau baru saja menanyakan keberadaan Glenn, jadi daripada mengalihkan pembicaraan dengan menyatakan perasaan ... apa kau mengetahui atau melihat sesuatu yang tidak kuketahui?"
Tidak. Tidak sama sekali. Aku tidak ingin membahasnya, setelah kau menolakku seperti ini. Batinku menjerit dan aku menggeleng kuat, meski hanya dalam imajinasi. "Lupakan saja, aku sedang meracau."
"Kau serius?" Kedua alis Hyunjin terangkat dan aku hanya menjawabnya dengan mengendikkan bahu. "Baiklah, akan kucari sendiri."
Lalu ia menginjak pedal gas yang kupikir terlalu dalam, hingga membuatku tersentak, terkejut, dan ....
... tentu saja berteriak seakan telah gila karena pria dirty blonde itu, tiba-tiba saja berkendara seakan berada di arena balapan mobil.
Oh, God!
Aku mencengkram erat sabuk pengaman, berusaha memejamkan kedua mata demi meredakan rasa takut. Namun, setiap belokan yang kami lewati, Hyunjin selalu membuatnya terlalu miring sehingga aku tidak bisa untuk tidak melihat. Aku bersumpah, jika memang akan mati setidaknya harus melihat bagaimana kematian itu datang.
Terutama ketika pick up yang kami kendarai nyaris menabrak sekumpulan domba beserta dengan pengembalanya. Aku tidak bisa untuk meloloskan Hyunjin begitu saja sehingga setelah kami selesai meminta maaf, aku pun menghujaninya dengan tinjuan.
Sial, sial, sial!
Aku mengumpatnya, sambil memukul dan mengatakan betapa dia beruntung karena memiliki siklus kematian dan kehidupan yang berulang.
Hyunjin mencengkram pergelangan tanganku, memaksa agar aku berhenti meninjunya, dan menatapku dengan tatapan serius. "Crystal, I have to focus."
"Yeah, focus on making me die."
Kedua alis Hyunjin mengerut, sambil menatapku dengan tatapan jenaka. "What are you talking about, Princess?"
Ewh, aku memutar kedua mataku kemudian memalingkan pandangan ke arah jendela, merasa muak atas sikap Hyunjin hari ini. Dia mengejekku. Sungguh.
... atau mungkin tidak. Aku memalingkan wajah karena tidak ingin Hyunjin mengetahui bahasa tubuhku. Memiliki siklus kehidupan berulang, tentu membuat pria itu memiliki lebih banyak pengalaman melebihi mendiang kakek dan nenekku.
Entah itu keberuntungan atau malapetaka, tetapi aku yakin Hyunjin memiliki keuntungan untuk mempelajari manusia. Mempelajari bahasa tubuh, bahasa isyarat, atau bahkan telepati.
Well, sebaiknya dia berprofesi sebagai psikiater atau detektif saja, daripada menjadi pengurus--
"Aarrghh, apa yang kau lakukan, Dude?!" Aku berteriak sambil menggenggam erat sabuk pengaman, ketika Hyunjin tanpa mengatakan apapun justru menambahkan kecepatan--bahkan jauh lebih cepat dari sebelumnya--hingga terasa seakan malaikat maut, tengah menunggu kami beberapa detik lagi. "Hentikan, Hyunjin! Aku tidak ingin celaka karena hal konyol. Oh, damned kau benar-benar ...."
Oh, burger! Whats wrong with him? Tubuhku tersentak akibat mendengar suara bantingan dari pintu besi ketika Hyunjin keluar dari mobil, bahkan masih tanpa mengatakan apapun.
Aku menengadah, mengekorinya hanya dengan tatapan sambil memijat kening selepas terbentur jendela. Mencari tahu ke mana ia membawaku, setelah berkendara begitu cepat.
"Dan ... yeah, ini pasar. Kenapa harus terburu-buru?" Aku membuka pintu mobil, berlari kecil menyusul Hyunjin yang tengah melangkah menuju deretan pedagang daging.
Dua orang kuli panggul menghampiri kami, mengikuti perintah salah seorang pedagang kemudian Hyunjin memberitahu di mana letak mobilnya. Ia melakukan hal tersebut dengan sangat cepat, seperti ini bukan pengalaman pertamanya. Padahal pria berambut dirty blonde itu baru pindah, serta bekerja dengan Mr. Smith seminggu lebih dulu daripada aku.
Aku menghela napas panjang kemudian mengedarkan pandangan ke arah deretan pedagang lauk mentah, sekedar mencari-cari jika saja ingin membeli sesuatu untuk dibawa pulang. Terus terang saja, sendirian di rumah adalah momen yang paling kutunggu karena bisa belajar memasak, tanpa adanya intervensi dari para profesional di mana sekarang adalah Aiden, Mac, serta Bibi Jasmine.
"Apa kau ingin membeli sesuatu?" Hyunjin bertanya dengan nada berbisik, hingga embusan napasnya terasa menggelitik telingaku.
Aku menggeleng. Tidak membenarkan pertanyaan Hyunjin, tetapi sorot mataku masih berselancar ke arah para pelapak. "Aku tidak tahu. Maksudku, aku tidak punya ponsel untuk mencari bahan makanan yang tepat," jawabku sambil menoleh ke arah pria berambut dirty blonde itu.
Sebelah alis Hyunjin terangkat. "Kau memerlukan bantuan?"
"Sebenarnya, aku masih tahap belajar," ujarku lalu menunduk dan mengintip Hyunjin melalui sela-sela bulu mata.
Hyunjin tersenyum kemudian sambil memiringkan lehernya, ia menepuk-nepuk pelan pucuk kepalaku. Aku tahu ini hanyalah salah satu bentuk perhatiannya, tetapi mengapa Mrs. Travis berdeham dengan nada mengejek? Lalu mengapa jantungku berdetak begitu cepat? Hingga darah pun terasa mengalir lebih deras dari atas kepala ke ujung kaki. Seperti bumi memiliki pusat magnet, kedua kakiku bahkan tak sanggup melangkah.
"Kemarilah, aku akan memilihkan bahan makanan yang sederhana untuk menu yang mudah," ujar Hyunjin kemudian melangkah terlebih dahulu, membiarkanku menatap punggung lebar itu dalam keadaan jantung berdebar dengan ritme yang berbeda.
Berbeda dalam artian aku bisa merasakan kupu-kupu berterbangan di perutku, letusan kembang api menjadi musik latar belakang, dan bagaimana bisa orang-orang di pasar tradisional ini menari bersama, sambil menyanyikan lagu musim semi padahal sekarang adalah musim panas.
Aku memegang kedua pipiku, menepuknya beberapa kali agar aku kembali sadar. Namun, sorot mataku benar-benar tidak teralihkan. Bahkan ketika tangan itu meraih udang sungai dan ia memperlihatkannya kepadaku, sambil tersenyum aku ....
... aku hanya bisa mengangguk.
"Oh, kenapa baru terasa sekarang?" lirihku, "bahkan setelah kami berciuman sebanyak tiga kali, meski situasinya--"
"Kau terlalu menatapnya, Sayang."
Apa?!
Aku menoleh ke asal suara tersebut dan detik itu juga kedua mataku terbuka lebar, dengan rahang yang terjun bebas. Oh, akhir-akhir ini terkejut terkesan telah menjadi hobiku.
Jackson tersenyum, sambil melambaikan tangannya di depan wajahku. "Apa kau tidak mempertimbangkan peringatanku?" tanyanya lalu menjentikkan jarinya, hingga kejadian yang sama persis di Santa Cruz kembali terjadi.
Waktu seakan berhenti, setiap aktivitas seketika terhenti bagaimana pun posisinya, dan kini hanya tersisa aku serta Jackson yang tidak terpengaruh.
"Kau tampak jatuh cinta padanya." Jackson menoleh ke arah Hyunjin yang tampaknya tampaknya ingin berlari menghampiriku, tetapi tidak bisa ia lakukan akibat kekuatan Jackson. "Aku sudah memberitahumu, bahwa berdekatan dengannya akan membahayakan nyawamu.
"Apa kau selalu bersikap keras kepala? Sudah berapa kali kematian tragis menghampirmu hanya karena menjalin hubungan dengannya? Aku yakin tidak tahu, tapi dia selalu mengingatnya."
"Apa yang kau inginkan, Jackson?" Aku melangkah mundur, khawatir jika ucapannya itu merupakan kebenaran yang disembunyikan atau belum disampaikan Hyunjin. "Kenapa kau terus mengganggu Hyunjin?!"
Jackson tersenyum kemudian tertawa kecil, serta menoleh ke arahku. "Kau ingin tahu alasannya?" tanyanya bernada sarkas. "Karena hubungan manusia dan campuran adalah pelanggaran. Semesta tidak akan membiarkan kesalahan itu terulang kembali."
"I don't understand." Aku menggeleng, tidak setuju dengan perkataan Jackson. "Semua makhluk adalah sama, kenapa selalu ada larangan?"
"Karena kita berada di dunia yang berbeda. Kau manusia bumi, kami adalah alam, dan si Campuran itu tidak memiliki tempat." Jackson menjentikkan kembali jari kemudian sebelum dirinya benar-benar menghilang, ia kembali berkata, "Aku telah melindungimu dan itu tugasku sebagai penyeimbang semesta, jadi turuti saja ucapanku. Lagipula aku telah memutuskan untuk memasang benang merah di jari manismu. Cepat atau lambat, kau akan bertemu dengan pasangan hidupmu."
Dan seiring menghilangnya Jackson, keadaan pun kembali normal. Waktu berjalan seperti semula dan Hyunjin ....
... ia berlari menghampiriku.
Memelukku.
Hingga aku kesulitan bernapas karena dekapannya.
"Jangan pergi, Crystal," bisiknya, "aku telah melihatnya, tetapi tidak bisa menghalanginya."
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro