11. Pangeran Ar-Rahman
Allahumma shalli 'ala sayyidinaa Muhammad wa 'ala alii sayyidinaa Muhammad.
Hati itu ibarat besi. Bila dirawat ia bersinar. Bila dibiarkan, karat pun menjalar. Hiasi hatimu dengan akhlak terpuji, maka cahaya kebaikan akan senantiasa meliputi.
***
Pukul 11.43, itu artinya sebentar lagi azan Zuhur akan segera berkumandang. Fadhil yang kebetulan masih berada di kafe tempatnya bertemu dengan Deri, memilih untuk melaksanakan salat Zuhur di masjid kampus. Kebetulan masjidnya dibuka untuk umum, jadi Fadhil tidak perlu repot-repot mencari masjid lagi.
Sesampainya di pelataran masjid, Fadhil langsung menuju tempat wudu khusus pria. Di sana sudah banyak para mahasiswa yang hendak berwudu. Melihat itu, ingatan Fadhil langsung tertarik pada saat dirinya masih mengenyam pendidikan di bangku kuliah dulu. Ah, benar-benar menyenangkan.
Begitu berhasil menyelesaikan pendidikannya, Fadhil tak menyia-nyiakan waktu barang sedetik pun. Dengan bekal doa dari kedua orang tua, niat mulia Fadhil berhasil ia wujudkan tepat setelah dua bulan dirinya lulus. Menjadi guru biologi di SMA favorit daerah Bandung.
Sekarang, 2 tahun sudah Fadhil menggeluti profesi sebagai guru. Bukan keinginannya, memang. Tapi jika itu yang menjadi jatahnya, kenapa harus mengejar apa yang tidak bisa ia dapatkan? Mungkin awal mula ia mengajar, semuanya masih terasa membosankan. Namun, lama kelamaan rasa bosan itu hilang, terlebih saat kata-kata seseorang selalu terngiang dalam ingatan.
Dhil, sebelum lu bermimpi, ada baiknya lu juga mendukung mimpi itu dengan hidup lebih disiplin. Sekarang, sebelum semuanya terlambat, lu gunakan sisa waktu lu untuk berubah jadi orang yang lebih baik lagi, belajar yang benar. Jangan lupa, lu harus banyak doa juga. Karena usaha tanpa dibarengi dengan doa gak akan berarti apa-apa. Dan doa termakbul, ada pada ridho kedua orang tua.
Semangat terus, oke? Jangan menyerah. Kalau suatu saat mimpi lu untuk menjadi pengusaha gak terwujud, jangan kecewa, terima aja apa yang udah lu dapat dengan lapang dada. Mungkin itu yang terbaik untuk lu menurut Allah. Karena Allah selalu memberikan apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan.
"Mas, sudah selesai?" Seseorang menepuk pundak Fadhil yang tengah mematung di depan kran.
"Ah iya, maaf, saya belum wudu," ucap Fadhil menengok sekilas pada pria yang berdiri di belakangnya. Ingatan yang melancong ke masa lalu membuat Fadhil tidak menyadari sedang berada di mana dirinya sekarang.
💞💞💞
Hal yang paling tidak Shila sukai adalah saat dia harus berdiri di depan halte untuk menunggu kendaraan umum yang lewat. Akibat motornya yang mendadak mogok, Shila terpaksa tidak membawa motor ke kampus, dan dengan berat hati ia harus menggunakan angkot.
Bukan tidak suka dengan naik kendaraan umum, tapi cuaca terik siang ini membuat Shila malas jika harus berlama-lama diam di halte. Apalagi kalau harus berdesak-desakan di dalam angkot.
Napas Shila berembus tatkala sebuah angkot berhenti di depannya. Baru juga satu kakinya terangkat, gema suara azan telah berkumandang dari masjid kampus.
"Hayu Neng, naek (ayo Neng naik)," suruh sang sopir pada Shila yang masih mematung di tempat.
"Punten Mang, teu janten (Maaf Mang, tidak jadi)."
"Eh kumaha atuh ari si Eneng kalah teu jadi (Eh gimana sih si Eneng malah gak jadi)," gerutu sang sopir, kesal.
Shila merasa tak enak pada si sopir. Namun bagaimana lagi, panggilan agar dia secepatnya menunaikan kewajiban sebagai seorang muslim telah tiba.
Tak ada yang tahu nasib seseorang ke depannya akan seperti apa. Bersyukur jika Allah masih memberikan waktu pada Shila sampai dirinya bisa melaksanakan kewajiban setibanya di rumah. Jika tidak, mungkin hanya penyesalan yang akan ia dapatkan.
"Masya Allah, azan udah selesai, tapi aku belum wudu. Harus cepat-cepat ini, supaya gak ketinggalan berjamaah." Langkah Shila semakin lebar, berusaha mengejar waktu yang tak henti berputar.
"Ini lagi, gimana sih. Kok jam tangannya susah dibuka," gerutunya merasa kesal pada diri sendiri.
Terlalu asyik dengan dunianya, Shila sampai tak sempat melihat jalan yang ia pijak. "Astagfirullah." Memekik kala kakinya tidak sengaja tersandung batu.
Bukan hanya itu, Shila juga sudah membuat seseorang yang berjalan di depannya terkejut karena hampir jatuh akibat tidak sengaja ia dorong.
"Maaf," kata Shila sambil berjongkok hendak memunguti buku-bukunya yang jatuh berhamburan.
"Iya tidak apa-apa, saya juga minta maaf." Dia pun ikut berjongkok, berniat untuk membantu membereskan buku-buku Shila.
"Tidak usah, biar saya saja." Dengan gerakan cepat, Shila terus memunguti buku-buku tanpa berani memandang ke arah orang yang akan membantunya.
"Tapi...."
"Sudah selesai, sekali lagi saya minta maaf."
Shila segera berlari menuju tempat wudu khusus wanita. Sementara orang tadi masih berdiri di tempat, seraya memerhatikan punggung Shila yang perlahan menghilang. Saat ia hendak berjalan, ekor matanya malah melihat sebuah buku tergeletak di dekat pot bunga.
Buku siapa ini, batinnya setelah mengambil buku tersebut. Tepat ketika sampul terbuka, matanya langsung menangkap tiga huruf kapital yang tertulis di pojok kanan atas buku.
SWA...
Apa ini inisial dari si pemilik buku? Tapi siapa? Tidak ditulis lebih jelas siapa sebenarnya pemilik buku itu. Apa mungkin si pemilik buku adalah wanita yang tadi menabraknya, dan dia tidak menyadari kalau masih ada buku yang tertinggal?
Ah iya, mungkin saja.
Kaki pria itu sudah melangkah, berniat mengembalikan buku di tangan pada pemiliknya. Namun, saat suara iqomat berkumandang, ia mengurungkan niat. Memilih segera masuk ke dalam masjid, karena takut tertinggal salat berjamaah.
Sementara di tempat lain, Shila termangu, memikirkan seseorang yang baru saja ia tabrak. Suara itu ... seperti tidak asing di telinganya.
Ah sudahlah Shila, mungkin itu hanya perasaanmu saja. Selebihnya, Shila lekas bersuci. Melupakan sejenak pikiran tentang orang asing tadi.
###
Salat Zuhur telah usai beberapa menit yang lalu. Para jemaah yang tak memiliki urusan lagi, segera meninggalkan masjid. Sekarang, hanya ada segelintir orang saja yang masih betah berdiam diri. Sekadar berzikir, atau tadarus Al-Qur'an.
Shila yang kebetulan duduk di shaf paling belakang memilih berpindah tempat ke shaf terdepan. Tujuannya agar ia bisa lebih khusyuk dalam melaksanakan ritual ibadahnya yang belum selesai.
Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.
Penggalan dari Qur'an surah Ar Ra'du ayat 28 itu berhasil membuka mata hati Shila. Zikir, menjadi salah satu senjata ampuh yang dapat mengusir kegelisahan dan kepanikan. Sebanyak dan serumit apa pun masalah yang dihadapi, cukup Allah saja dzat yang harus selalu diingat.
Ayat itu telah menunjukkan kebenaran-Nya. Bahwa dengan mengingat Allah, segala kemelut dalam hidup akan menjadi lebih ringan. Bahkan hati pun turut merasakan ketenangan akibat dari selalu ingat kepada-Nya.
Tidak hanya selepas salat saja, tapi di mana pun dan kapan pun itu, seluruh hamba dituntut untuk tetap mengingat segala kebesaran-Nya.
Kedua tangan mengusap wajah perlahan. Menandakan bahwa Shila telah menuntaskan doanya kali ini. Beberapa saat, hening berasil menguncinya dalam sebuah ruang hampa nan sesak. Sampai terdengar suara dari balik tirai, dan berhasil menarik kesadarannya.
"Ar Rahmaan. 'allamal Qur'an. Khalaqal insaan. 'allamahul bayaan. Asysyamsu wal qamaru bihusbaan. Wannajmu wasysyajaru yasjudaan. Wassamaa-a rofa'ahaa wa wadho'al miizaan."
Shila bergeming. Mulai menikmati setiap ayat yang mengalun merdu dari bibir seseorang yang tak ia ketahui. Saking syahdunya, Shila sampai terbawa suasana. Hanyut dalam ayat-ayat cinta yang berhasil menggetarkan jiwa.
"Astagfirullahal 'adzim." Shila mendesah, mencoba mengendalikan perasaannya.
Tanpa bisa dicegah, tangannya malah terulur. Hendak menyibak tirai yang menjadi pembatas antara laki-laki dan perempuan. Rasa penasaran yang teramat, rupanya telah mengendalikan seluruh syaraf dalam tubuh Shila. Meski ia tahu apa yang dilakukannya salah, semua kalah oleh nafsu yang membuatnya kehilangan arah.
Tirai pembatas telah tersibak. Shila termangu saat mendapati seorang pria tengah duduk bersimpuh menghadap kiblat. Hatinya semakin berdesir, setelah meyakini bahwa pria di depan sana adalah orang yang sedang melantunkan surah Ar Rahman.
Cukup lama Shila memerhatikan punggung besar pria itu. Sampai tak sengaja bibirnya berucap, "Pangeran Ar Rahman."
Si pria menghentikan bacaan, dan langsung menoleh ke belakang.
"Astaghfirullahal'adzim," pekik Shila seraya menutup kembali tirai pembatas.
Dalam keadaan gemetar, Shila duduk di tempat semula. Memutuskan untuk menghayati setiap bacaan yang dilantunkan si pria dari balik tirai. Beruntung pria itu tak sempat melihatnya. Kalau hal itu sampai terjadi, sungguh, aku menyesal karena telah berbuat ceroboh.
"Pangeran Ar Rahman, siapa ya?" Dengan manis, bibirnya terulas. "Oke, hentikan pikiran absurdmu, Shila. Ini gak baik," katanya pada diri sendiri.
Masjid sudah terlihat sepi, tapi Shila memilih bertahan di sana sampai bacaan pria itu selesai. Dalam pikirnya, ia tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan langka ini. Meski bacaan yang sama pernah dilantunkan Deri, tetapi ada perbedaan dari keduanya, yang membuat Shila rela mendengarkan hingga usai, bahkan sampai ia tertidur di atas sajadah yang terbentang.
Ya, lantunan surah Ar Rahman itu telah berhasil membawa Shila masuk ke alam bawah sadar.
💞💞💞
"Shadaqallahul'adzim."
Embusan napas ketenangan keluar dari hidung Fadhil. Setelah mencium mushaf yang dipegangnya, Fadhil menyimpan kembali mushaf tersebut di tempat semula. Lantas, pandangannya beredar, menelisik setiap sudut masjid yang sudah tak menampakkan satu orang pun. Merasa sudah tak ada kepentingan, Fadhil bergegas pulang.
Ketika hendak bangun, Fadhil kembali mendesah tatkala melihat buku temuannya satu jam yang lalu. "Bagaimana bisa aku mengembalikan buku ini, jika pemiliknya saja aku tidak tahu."
Cukup lama Fadhil termangu, sampai sebuah ide melintas dalam benak.
"Aku coba cari di sekitar sini, siapa tahu perempuan tadi belum pulang."
Secepatnya Fadhil keluar dari masjid, berharap wanita yang menabraknya tadi masih berada di sekitaran kampus. Meski tidak yakin apakah ia bisa mengenalnya atau tidak, Fadhil tetap harus mencoba. Wajahnya memang tidak terlihat, tapi ia masih ingat dengan pakaian yang dikenakan wanita itu.
Sesampainya di luar, Fadhil langsung mencari sosok wanita itu. Nihil, tak ada perempuan yang mengenakan pakaian syar'i saat ini. Semuanya berpenampilan modis dan trendy.
Apa perempuan itu sudah pulang? Atau mungkin dia sedang ada kelas?
Bingung, Fadhil sampai mengacak rambutnya asal. Merasa sudah tak memiliki harapan, Fadhil memutuskan pulang, membawa serta buku temuannya.
Begitu melewati pintu masuk wanita, Fadhil terdiam sesaat. Dengan saksama ia perhatikan seseorang yang tengah berbaring di dalam masjid.
Wanita itu....
Apakah dia yang mengintipku tadi?
Bibirnya tersungging manis. Setelah puas, secepatnya Fadhil menuju rak tempat menyimpan sepatu. Perihal buku itu, akan Fadhil simpan di perpustakaan rumahnya saja. Tidak peduli yang punya akan mencarinya. Salah siapa buku ditinggal-tinggal, pikir Fadhil terkesan tak acuh.
💞💞💞
Shila terbangun dari tidurnya. Ia terlonjak saat menyadari bahwa dirinya tertidur di masjid kampus.
Dilihatnya jam yang melingkar di pergelangan tangan. Belum terlalu lama dari waktu ia tertidur, tapi suara yang membuatnya sampai ketiduran sudah tak terdengar lagi. Masjid juga sudah semakin hening. Sepertinya hanya tinggal Shila seorang yang berada di sini.
Secepatnya Shila melepas mukenah yang masih melekat di tubuh, dan melipatnya asal. Saat sedang membenahkan tumpukan bukunya yang berantakan, ia baru menyadari kalau buku yang Najma kembalikan tidak ada dalam tumpukkan.
"Perasaan tadi ada, tapi kok sekarang jadi gak ada ya? Apa mungkin ketinggalan di kantin? Enggak ah, tadi aku bawa kok bukunya." Shila mencoba mengecek tas, siapa tahu buku yang ia cari terselip di antara buku-buku besar yang ia bawa. "Kok gak ada sih, atau jangan-jangan ... bukunya ketinggalan di ruangan Pak Deri? Ah, gak mungkin, tadi aku yakin bukunya gak dikemana-manakan."
Termenung cukup lama, hingga akhirnya Shila ingat pada kejadian sebelum ia pergi berwudu. Insiden tabrakan di pelataran masjid, pasti buku itu ikut terjatuh, dan Shila lupa tak memungutnya saking tergesa-gesanya tadi.
Secepatnya Shila keluar, berharap bukunya masih ada di sana. Saat sudah berada di tempat kejadian, sejauh mata memandang, Shila tak menemukan apa-apa. Jangankan buku, secuil kertas pun Shila tidak melihatnya.
"Ya Allah, bagaimana ini," keluhnya mulai gusar.
Jika seandainya buku Shila diambil oleh orang yang ia tabrak, apakah buku itu masih bisa kembali padanya?
"Ya Allah semoga buku itu gak diambil orang. Bencana besar kalau buku itu sampai jatuh ke tangan orang lain terus semua isi bukunya dibaca. Bisa-bisa rahasiaku selama ini terbongkar."
Mendengus kesal, lalu duduk di undakan masjid. Selalu saja seperti ini, ceroboh dan tidak berhati-hati. Merasa lelah, Shila membenamkan wajahnya di antara lutut yang ditekuk.
"Shila, kamu masih di sini?"
Mendengar suara itu Shila langsung mendongak. "Pak Deri," ucapnya sambil berdiri.
"Kenapa belum pulang?"
"Saya baru selesai salat, Pak."
"Cepat pulang, cuaca sudah mendung, sepertinya akan turun hujan."
"Iya, Pak, sebentar lagi saya pulang."
"Apa kamu tidak bisa pulang sekarang, cuaca semakin mendung, kamu bisa terjebak hujan kalau tidak pulang secepatnya."
Baru saja Deri berkata seperti itu, rintikan air hujan sudah mulai turun dan siap membasahi bumi.
"Ayo, biar saya antar kamu pulang."
Tanpa menunggu persetujuan Shila, Deri langsung berjalan terlebih dahulu menuju tempat parkir, dan mengurungkan niatnya untuk pergi ke masjid.
Saat ini Shila tak bisa menolak tawaran Deri, karena hujan semakin deras. Tentu saja hal itu akan menyulitkannya untuk mendapatkan angkot.
💞💞💞
26 Ramadhan 1441H
Pendek sekarang mah, kurang dari 2k kata.
Ditunggu komen, kritik dan sarannya ya..
See you next part...
Aku padamu😘
Jadikan Al-Quran bacaan yang utama
#AzZahra
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro