Bab 20 Fakta yang menyakitkan
"Jika memang keputusan terbaik adalah meninggalkanmu dengan tanpa sepatah kata apa pun, maka akan aku lakukan. Sakit memang saat mengambil keputusan itu, tapi lebih sakit adalah menerima fakta yang sesungguhnya. Terimakasih karena sudah memberikan cinta dan luka di waktu yang sama!"
~Adzkiya Naila Taleetha ❤️
Selepasnya buka bersama Adzkiya pulang diantar oleh Wildan, jika kalian tanya motornya kemana maka jawabannya akan dibawa oleh salah satu staff kepercayaan Wildan. Bukan bermaksud apapun, ia hanya berniat menolong Adzkiya yang wajahnya pucat pasi. Sepanjang perjalanan Adzkiya hanya memegang selembar kertas dari Rumah Sakit Umum Daerah, tertulis jelas jika Adnan memiliki penyakit menular.
Wildan yang sedang mengemudikan mobil dengan cekatan memberikan satu box tissue yang tersedia di dashboard mobil, "menangislah jika memang bisa membuat hatimu tenang, tapi jangan kamu terus menyesali suratan takdir yang telah Allah gariskan untukmu. Mungkin dengan cara inilah Allah menegur karena cemburu kamu lebih mencintai ciptaan-Nya, saya tau tidak mudah untuk menerima semuanya. Karena saya pernah merasakan lebih sakit dari yang kamu alami."
"Ma-maksud Pak Wildan?" Ucapnya dengan Isak tangis.
"Eh maaf saya jadi malah curhat sama kamu, oh iya di bagasi mobil sudah saya siapkan makanan untuk Om dan Tante dirumah. Mungkin saya tidak akan mampir masuk ke dalam, kamu tidak keberatan, kan ?" Tanya Wildan yang masih setia menatap lalu lalang jalan.
"Apa ada yang salah dengan sikap ataupun perkataan Adzkiya, maaf kalau terkesan ikut campur dengan masalah Pak Wildan. Jika Bapak ingin mampir juga tidak masalah, tidak baik kalau mengantarkan kerumah tapi tidak mampir. Abi pasti sangat senang anak dari sahabatnya mau mampir lagi kerumah," tuturnya dengan senyuman tipis.
"Lalu bagaimana dengan tawaran Abimu dan Papah saya? Maaf jika perkataan Saya sangat lancang, oh iya lima menit lagi kita akan sampai," ucapnya.
"Mohon maaf, untuk saat ini jangan membahas tawaran Abi terlebih dahulu. Kiya hanya ingin memikirkan permasalahan saat ini, masih ada rasa kekecewaan dan sakit hati yang harus disembuhkan lebih dulu."
"Baiklah saya akan menunggu jawaban dari kamu, akhirnya sampai juga." Wildan memarkirkan mobilnya di teras rumah milik kediaman keluarga Adzkiya, ia langsung keluar mobil untuk membantu membawakan barang-barang milik Adzkiya.
Sementara Adzkiya masih diam di dalam mobil sambil melihat kaca spion mobil, ada sedikit rasa tidak enak pada Wildan. Jika dibilang bahwa dirinya merasa nyaman karena perlakuan khusus dari lelaki tersebut ya tentu saja, bahkan dari sorot matanya menyiratkan rasa sayang terhadap dirinya. Namun hingga saat ini, Adzkiya masih belum bisa untuk menerima pinangan dari Wildan.
Wildan yang baru saja selesai mengangkat barang-barang Adzkiya ke teras rumah langsung memencet bel yang terdapat disebelah pintu utama kediaman Abi Harrist, setelah menunggu kurang lebih lima menit seorang remaja keluar yang masih mengenakan eragam sekolahnya.
"Assalammualaikum, maaf ini saya membawakan barang-barang milik Adzkiya," ucapnya menunjukkan kearah meja diteras.
"Oh iya Kak, terimakasih. Lah dimana Kak Adzkiya, kenapa engga terlihat ?" Tanyanya dengan memandang mobil Wildan.
"Dia masih di dalam mobil, mungkin sebentar lagi akan turun. Om Harrist apakah sudah pulang?"
"Abi sudah pulang dan lagi mengobrol dengan Ummi, ayo mampir kedalam Kak," ajak Alya.
"Baik, mungkin saya akan mampir sebentar. Ada sedikit rencana yang mau saya bahas dengan kedua orang tua kalian," ucapnya dengan senyuman.
"Wah, MasyaAllah pasti mau bahas tentang perjodohan dengan Kak Kiya kan? Alhamdulillah akhirnya akan dapat Kakak ipar yang blasteran seperti kak Wildan ini, huh sebenarnya Alya engga setuju jika Kak Kiya menikah dengan calon pilihannya itu," tuturnya yang terlewat jujur.
Suara ketipak langkah diiringi deheman, "udah ngobrolnya, sekalian bawain barang-barang Kakak ke kamar sana!" perintahnya lalu melenggang masuk terlebih dahulu.
Alya menghentak-hentakkan kakinya lalu berjalan menuju meja teras sesuai perintah kakaknya, "emang kebiasaan Kak Kiya nyusahin mulu, engga asik ah lagi enak-enak ngobrol malah ganggu suasana."
"Maaf, biar saya saja yang membawanya ke dalam. sebaiknya adik tunjukkan jalan dimana akan saya taruh barang-barang ini," tuturnya.
"Nah ide yang bagus, ayo masuk Kak," ajaknya lalu berjalan duluan.
***
sementara ditempat lain, Adnan yang baru saja merapihkan bartender dan akan bersiap-siap untuk pulang. tiba-tiba seseorang menepuk-nepuk tangannya hingga terdengar suara langkah kaki menuju dirinya, tatapan keduanya beradu. senyuman sinis hingga aura dingin terlihat jelas dari wajahnya.
"Bapak Adnan yang terhormat, selamat karena sudah membuat luka untuk sahabat saya. Bagus sekali ya drama anda, sudah membohongi kami semua dengan topeng busuk anda!" Pekiknya.
"Alma, apa maksud yang kamu katakan. Jujur saya tidak paham," ujarnya dengan mengerutkan keningnya.
Plak..
Satu tamparan keras mendarat dipipi tirus Adnan, "Kamu masih saja berkata apa maksud ucapan saya, dasar pria bajingan. Selama ini udah membohongi semua fakta dari Adzkiya, salah apa selama ini sahabat saya terhadap anda!!" Teriaknya.
Semua pekerja yang tersisa hanya menonton perdebatan keduanya, sementara Azzura hanya memutar bola matanya jengah. Sebenarnya ia sangat muak ketika melihat wajah pria bajingan seperti Adnan, namun ketika mereka berdua akan pulang. Alma yang sudah tidak bisa membendung amarahnya, keduanya memutuskan untuk meminjam caffe hingga tutup.
Ingin rasanya Azzura membakar Adnan hidup-hidup saat ini, ide gila muncul dalam benaknya. Ia berjalan menuju tempat sampah, lalu mengambilnya tanpa rasa jijik. Alma melihat pergerakan Azzura lalu menganggukkan kepalanya,
Azzura menuangkan sampah tepat dibelakang tubuh Adnan, semua karyawan hanya diam bungkam melihat tingkah laku sepupu dari bosnya itu.
"Ups, maaf, pasti engga enak rasanya dituangkan sampah seperti ini. Apalagi dengan sahabat kami yang kamu bohongin, dasar pria bajingan!" Pekiknya.
"Waw Zura, hebat kamu mempermudah tugas saya. Ups, pantas sekali ya penampilan anda saat ini layaknya sampah!"
"Stop Alma, begitukah caramu memperlakukan seorang laki-laki apalagi saya adalah calon tunangan dari sahabatmu. Tidak pantas seorang perempuan sepertimu memperlakukan laki-laki yang dicintai oleh sahabatnya seperti sini, saya masih bisa menahan emosi untuk tidak menampar kalian berdua!" Tegasnya.
"Hahaha, apa tadi kamu bilang barusan. Engga salah dengar saya, coba ulangi!" Perintahnya dengan mendekatkan telinganya.
"Uluh, tapi sayangnya kalau om Harrist dan Tante Daliya tau masalah yang dihadapi oleh Kak Adzkiya sepertinya ucapan anda barusan tidak akan lagi menjadi calon suami darinya. Melainkan om Harrist akan tetap melangsungkan pernikahan Kak Kiya dengan lelaki yang lebih pantas dari pada anda," ucap Azzura dengan wajah juteknya.
"Tidak, saya tidak akan membiarkan itu terjadi. Dan maksud kalian berdua tentang kebohongan yang saya lakukan itu apa ya? Karena sama sekali saya tidak melakukan apapun yang membohongi sahabat kalian," elaknya.
"Azzura, kita bawa keruang private room. Tidak pantas ngomong hal penting seperti ini di depan karyawan yang lain, kamu sudah ijin pada kakak sepupumu kan?" Tanyanya.
"Kakak tenang saja, Azzura sudah minta ijin Oma dan Kak Wildan untuk memakai ruang pribadinya. Ayo kita ke lantai atas," ajaknya.
Keduanya berjalan lebih dulu meninggalkan bartender, sementara Adnan merasakan dipermalukan orang dua orang gadis tersebut. Ingin bertindak kasar, namun citranya di depan karyawan lain dan juga Adzkiya akan semakin buruk. Ia lebih baik untuk menahan emosinya saat ini, mengikuti kemana langkah kaki kedua gadis tersebut.
Semua karyawan membicarakan Adnan saat ini, entah dengan sindiran atau bahkan mereka terang-terangan membicarakan depan dirinya. Jika karena memikirkan tentang kebutuhan biaya perawatannya saat ini, mungkin saja ia akan membuat surat pengunduran diri secepatnya.
🌸🌸🌸
Ditempat lain Abi harrist yang kedatangan tamu istimewa membuat raut bahagia diwajahnya saat ini, bagaimana tidak hampir dua Minggu sejak pertemuan tanpa disengaja. Ummi Daliya membawa nampan berisikan dua cangkir kopi panas dan cemilan yang sudah dibuat sebelumnya, Alya yang baru saja kembali dari kamar adzkiya langsung mengambil posisi duduk tepat di sebelah Ummi dan Abi.
"Om sangat bangga kamu mau mampir kembali Wildan, bagaimana kabar Papahmu. Om dengar dia lagi di kunjungan ke beberapa daerah yah?" Tanya Abi.
"Papah sudah dua Minggu ini sibuk dengan dinas luar, mungkin mulai cuti bersama hari raya idul Fitri besok sudah kembali ke rumah. Maaf karena saya juga jarang berkunjung ke sini, di coffe sedang banyak konsumen dan beberapa waktu kedepan akan ada cabang baru lagi di kota ini."
"MasyaAllah, Abi lihatlah prestasi yang di dapat oleh calon kakak ipar Alya ini. Uuhh andai saja putri bungsu kalian ini sudah dewasa, mungkin lebih baik Alya saja yang menerima pinangan darinya," ucapnya dengan raut bahagia.
"Sut, Alya jaga ucapanmu sayang!" Perintah Ummi Daliya.
"Saya hanya mengikuti amanah terakhir mendiang bunda saja, ia ingin melihat putranya sukses seperti saat ini. Namun masih belum bisa dikatakan sukses kalau pendamping hidup saja masih belum punya hehehe," kekehnya.
Suara ketipak langkah membuat ketiganya menghentikan perbincangan, Wildan langsung menatap kearah tangga lalu tersenyum melihat wajah ayu dari Adzkiya. Walaupun raut diwajahnya masih sendu, Wildan sangatlah yakin pasti semuanya akan baik-baik saja setelah ini.
"Abi, Ummi, bolehkah Kiya ikut bergabung," pintanya.
"Tentu saja sayang, sini duduk disamping Ummi," ucapnya dengan menepuk sofa disebelahnya.
Adzkiya duduk disebelah Ummi Daliya lalu menundukkan pandangannya, "maafkan Kiya karena belum bisa menjadi putri yang terbaik untuk kalian semua," lirihnya.
"Tidak sayang, kamu adalah putri terbaik kami. Sepertinya kamu ada masalah, boleh ceritakan pada kami semuanya," pinta Ummi dengan senyuman.
"Abi,,, bismillahirrahmanirrahim, jika niat baik Om dan Abi masih berlaku untuk menjodohkan kami berdua. Insyaallah, Adzkiya akan menerimanya dengan ikhlas. Semuanya Kiya serahkan kepada Abi dan Ummi," ucapnya lalu menutup wajah dengan kedua tangannya.
"Alhamdulillah..."
"Mohon maaf sebelumnya Tante dan Om, ada yang ingin saya tanyakan terlebih dahulu pada Adzkiya. Apakah kamu menerima saya karena keterpaksaan atau tidak?" Tanya Wildan dengan raut yang sulit diartikan.
"Insyaallah, jika pilihan Abi dan Ummi adalah yang terbaik. Kiya minta maaf karena sebelumnya sudah mengabaikan perjodohan ini, hingga memaksakan apa yang diinginkan oleh hati. Maaf karena terlambat menyadari semuanya, takdir memang unik. Saat kita sudah mencintai orang lain, namun qadratullah semuanya tidak sesuai dengan harapan kita. Maka jalan satu-satunya hanya mengikhlaskan walaupun sulit, mohon bantu Kiya untuk menerima semuanya dan bimbing kejalan yang Allah ridhoi," lirihnya.
"Insyaallah, saya akan membimbing kamu Kiya. Kita sama-sama buka lembaran baru dan memulai segalanya, besok malam saya akan membawa keluarga besar datang kesini untuk menentukan hari baik kita berdua."
"Abi setuju itu, niat baik harus disegerakan. Bismillahirrahmanirrahim, Ummi akhirnya putri kita mau menerimanya," ucap Abi dengan bahagia.
Seisi ruang tamu terpancar raut bahagia, sedangkan dalam hati kecil Adzkiya. Ia merasakan kesakitan yang mendalam, mungkin hanya dengan cara ini. Ia akan mendapatkan kebahagiaannya kembali, setelah perasaannya dipermainkan Allah memberikan jalan keluar tanpa di duga-duga.
🌸🌸🌸 Tamat 🌸🌸🌸
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro