Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 9 ~ Semua Adalah Takdir Nya

Gema takbir berirama saling bersahutan mengabarkan pada dunia bahwa hari raya telah tiba.

Hati gadis yang tengah terduduk di balkon kamar itu bertalu-talu seirama dengan suara beduk dari masjid. Meski samar tapi bayangan pria itu terlihat jelas. Sosok pria yang telah bercokol lama dalam hatinya. Pria yang selama 6 tahun ini tak pernah ia temui meski sekilas.

Ayra tersenyum melihat tawa Liam. Hatinya tidak bisa memungkiri bahwa rasa itu masih ada meskipun tidak menggebu seperti dahulu. Di usianya kini ia mulai lebih memahami apa arti rasa ini. Terlebih lagi sudah cukup dua kali dirinya dipatahkan oleh orang yang sama. Ia tak mau mengulangi kisah masa lalu ini.

"Kak Ayra lagi apa?" Ayra melongok ke dalam kamar dan rupanya itu Putri sepupunya yang masuk ke dalam kamar.

Lebaran kali ini rumahnya cukup ramai karena nenek dari Papa nya memutuskan untuk berlebaran di rumah Ayra.

"Eh Put, ini lagi menikmati kembang api," kekeh Ayra.

"Tadi Putri panggil-panggil tapi gak nyahut, makannya Putri masuk aja. Gak papa kan, kak?" tanya Putri dengan sedikit nada bersalah.

"Gak apa-apa dong Put, santai aja," ucap Ayra sambil tersenyum lebar.

Tata krama di keluarganya memang patut diacungi jempol. Apalagi hampir semua keluarga dari Papa nya adalah kalangan akademis dan pengusaha.

Berbeda dengan keluarga Papa nya, kalau keluarga dari Mama nya hampir semuanya dari kalangan medis. Bahkan kakak dari Mama Ayra telah memiliki rumah sakit.

"Kamu sekarang kuliah semester berapa Put?" tanya Ayra.

"Baru semester empat kak, masih jauh ya," jawab Putri sambil terkekeh.

"Semangat dong, setengahnya lagi juga," ucap Ayra.

"Jadi dosen enak gak kak?" Putri balik bertanya.

"Emm ... Enak gak enak sih. Tapi lebih banyak enaknya pasti dong, soalnya kakak seneng ngajar," jawab Ayra dengan pandangan yang tak lepas dari Liam yang tengah memainkan kembang api bersama keluarganya.

"Aku mau dong belajar sama dosen cantik kaya kakak," ucap Putri sambil tertawa renyah.

"Mau aku bilangin om biar kamu pindah kampus?" gurau Ayra.

"Gak usah kak makasih," ucap Putri sambil bergidik ngeri membayangkan ayahnya yang seorang dekan.

Tok Tok Tok

"Kak kata nenek disuruh ke bawah," ketuk Rico sepupu Ayra yang lain dari balik pintu.

"Ayo Put," ajak Ayra sambil beranjak dari tempat duduk nya.

Mereka pun melangkah kan kakinya untuk menemui sang nenek.

***

"Minal Aidzin Wal Faidzin Ay,"

"Mohon maaf lahir dan batin juga Bang," ucap Ayra sambil tersenyum canggung pada Liam.

Setelah pulang melaksanakan shalat ied dari masjid ia dan keluarganya bertemu dengan Liam beserta keluarganya juga di jalan menuju ke rumah.

"Udah lama banget ya Ay kita gak ketemu," ucap Liam. Saat ini orang tua mereka masih saling mengobrol jadi mau tak mau Ayra harus tetap di sana.

"Iya bang. Ay baru tahun ini lebaran lagi di sini," jawab Ayra.

"Kata mama, kamu udah jadi dosen ya Ay," ucap Liam membuat Ayra hanya tersenyum dan mengangguk.

"Gimana, suka?" tanya Liam kembali.

"Suka, aku suka ngajar. Dan udah mau dua tahun juga aku ngajar," jawab Ayra.

"Abang sendiri gimana kerjaannya?" Ayra balik bertanya.

"Alhamdulillah baik-baik aja dan aku juga suka dengan kerjaan ku," jawab Liam.

"Oh ya Ay, boleh minta nomor kamu? Ponsel aku dulu ilang jadi semua kontaknya juga ikut hilang," ucap Liam sambil menyerahkan handphone nya.

"Boleh bang," jawab Ayra dan segera mengetikkan nomornya.

Setelah orang tuanya selesai berbincang Ayra pun berpamitan pada Liam dan juga keluarganya.

"Ayra!"

Ayra menoleh pada panggilan itu, panggilan yang kembali membuka kenangan masa lalu dan perasaan yang telah lama ia simpan bersama kenangannya.

"Iya bang, kenapa?" tanya Ayra dan membalikkan badan setelah baru melangkah 3 langkah.

"Nanti malam mau jalan keluar gak?" tanya Liam membuat Ayra mengerutkan sedikit kening.

"Boleh sih, jam berapa bang?" tanya Ayra

"Abis maghrib aku ke rumah kamu ya," dan Ayra pun menganggukkan kepala setuju. Setelah itu ia pun benar-benar melangkah kan kaki meninggalkan Liam menuju rumahnya.

"Tadi Liam bilang apa?" tanya Mama nya penasaran ketika Ayra sampai di rumah.

"Ngajakin keluar ntar malam," jawab Ayra.

"Kamu sama Liam yakin gak mau ada apa-apa?" tanya Mama nya membuat Ayra sedikit menghembuskan napasnya.

Bukan Ayra benci pertanyaan itu, hanya saja ia tak ingin berharap lagi yang akhirnya akan membuat dirinya kembali patah.

"Ayra enggak mikirin hal itu Ma, kita temenan aja," jawab Ayra dan duduk di samping neneknya.

Sang mama yang mengerti kegundahan putrinya pun akhirnya mengakhiri percakapan itu dan memulai topik yang baru.

***

"Kamu tahu gak Ay apa yang aku kangenin dari Bandung?" tanya Liam saat ini mereka tengah duduk di pinggir jalan sambil menikmati beberapa street food yang telah mereka beli.

"Kangen Ayra ya?" tanya Ayra sambil terkekeh geli.

"Bisa aja kamu," jawab Liam dan ikut tertawa.

"Aku kangen makanan nya. Bandung itu surga kuliner Ay," lanjut Liam.

"Aku setuju sih bang. Makannya Ay gak tahu kalau misalnya Ay keluar dari kota Bandung bakalan home sick banget," ucap Ayra.

"Oh ya selama ini kamu suka lebaran di rumah nenek kamu ya, Ay?" tanya Liam.

"Iya Bang, makannya kita gak pernah ketemu ya. Abang juga pulangnya Cuma lebaran doang ya?" Ayra balik bertanya.

"Enggak juga kok. aku kadang-kadang pulang tapi biasanya cuma sehari dua hari doang disini," jawab Liam.

"Kita gak pernah ketemu karena mungkin kamunya sibuk kencan Ay tiap weekend," lanjut Liam sambil terkekeh membuat Ayra memukulnya pelan.

"Kebiasaan kamu mukul masih sama ya Ay," ujar Liam.

"Kebiasaan abang nyebelinnya juga sama aja kok!" ucap Ayra tak mau kalah.

"Iya deh iya si paling kebiasaan," ucap Liam.

"Idih apaan abang ini, abang yang mulai loh bilang kebiasaan-kebiasaan," ujar Ayra sambil mendelik.

"Eh aku ketemu kak Airin loh kak beberapa waktu lalu," pancing Ayra sambil meneliti mimik wajah Liam.

Tapi, tidak ada ekspresi yang berarti. Wajah Liam tidak menunjukkan perubahan apapun.

"Dimana?" tanya Liam.

"Di ulang tahun anaknya Ardan," jawab Liam.

"Ardan mantan kamu?" tanya Liam membuat Ayra langsung mengubah pandangannya ke arah Liam.

"Kok abang tahu Ardan itu mantan aku?" tanya Ayra heran.

"Tahu lah dari sosmed kalian dulu," jawab Liam membuat Ayra ber Oh ria.

"Kak Airin udah tunangan loh bang, kapan abang nyusul?" pancing Ayra lagi.

"Ya alhamdulillah dong Ay kalau Airin udah tunangan. Kalau aku sih sedapet jodohnya aja. Pernikahan kan bukan perlombaan," jawab Ardan membuat Ayra mengangguk-anggukkan kepalanya setuju.

"Kamu sendiri kata mama aku udah sering didatengin pria yang pengen serius. Gimana tuh kabarnya?"

Pertanyaan Liam sungguh sangat mengusik Ayra. Lelaki ini kenapa begitu tahu tentang dirinya, dan kenapa seakan-akan dirinya penasaran dengan kehidupan Ayra.

"Ya begitulah bang, belum ada yang jodoh kali," jawab Ayra asal.

"Gak nyangka ya Ay kita udah di usia ngomongin jodoh aja," ujar Liam terkekeh.

"Eh abang tahun ini udah 30 tahun kan ya?" ujar Ayra dengan nada jail yang kentara.

"Ngeledek nih ceritanya?" tanya Liam sambil mengacak pelan rambut Ayra.

"Ih abang apa sih, nanya doang kok," jawab Ayra sambil mengelak dan membenarkan sedikit rambutnya.

"Udah tua ya Ay?" tanya Liam kemudian.

"Cukup tua sih Om," jawab Ayra sambil tertawa renyah.

"Eh kalau aku om kamu tante dong," kata Liam sambil menyunggingkan senyum miringnya membuat Ayra mendelik.

"Ayra baru mau 25 tahun loh, itu juga masih beberapa bulan lagi," delik Ayra merasa tak terima disebut tante.

"Kita cuma beda 5 tahun Ay jadi gak pantes kalau kamu manggil aku Om, kaya beda belasan tahun aja," ucap Liam dan dihadiahi tawa oleh Ayra.

"Gak papa kali ah, seru tahu kalau aku manggil om," elak Ayra masih keras kepala.

Menjaili Liam cukup menyenangkan rupanya. Ayra bersyukur 5 tahun mereka tidak bertemu tapi hubungan keduanya justru cukup membaik.

Udara Bandung di malam hari sehabis hujan tadi sore membuat Ayra sedikit kedinginan.

"Nih pake," tawar Liam sambil menyerahkan jaketnya menyadari Ayra yang kedinginan.

"Gak papa nih Om?" tanya Ayra sambil terkikik mendengar panggilannya.

"Daripada ateu kedinginan, kan? Salah siapa gak pake jaket," jawab Liam dengan nada jahil yang sama.

"Lupa sih Om soalnya kan tadi buru-buru. Gak nyangka bakalan dingin kek gini," ujar Ayra dan memakai jaket Liam.

"Ay udah ah jangan panggil aku Om, nanti di sangka nya aku lagi nyulik anak dibawah umur," ucap Liam membuat Ayra tertawa puas.

"Aku baby face banget kan Bang?" tanya Ayra sambil tersenyum inoncent membuat Liam malah tertawa.

"Kalau mahasiswa kamu tahu kelakuan dosen nya kaya gini gimana ya Ay?" tanya Liam dengan tawa yang belum reda.

"Ih Abang! Emang ada yang salah dengan kelakuan Ay?" tanya Ayra sambil mengerucutkan bibirnya kesal.

"Enggak sih, cuma gimana ya kaya gak ada wibawa-wibawa nya kalau jadi dosen," kekeh Liam.

"Nih ya Bang, cita-cita Ay itu bukan jadi dosen yang gila hormat. Tapi jadi dosen yang bisa bersahabat dengan mahasiswa nya. Kalau mahasiswa nya udah seneng sama kita, pelajaran pun pasti akan lebih mudah mereka terima," ujar Ayra panjang lebar.

"Wow! Sungguh mulia sekali ibu dosen ini,"

Ayra memukul Liam cukup keras karena nada bicara Liam yang sangat kentara sekali terlalu menyanjung tapi lebih ke arah menggoda.

***

Ayra merebahkan dirinya di kasur. Kejadian hari ini cukup berkesan untuknya. Berjalan-jalan dan mengobrol dengan Liam membuat perasaan yang telah lama terkubur itu sedikit demi sedikit kembali.

Atau mungkin perasaan itu memang tidak pernah terkubur? Hanya tersisih untuk sementara?

Tapi ini tidak boleh berkelanjutan. Tidak! Ayra jangan terbuai dengan harapan-harapan itu kembali. Kali ini ia harus mengamankan perasaannya. Tidak untuk patah ketiga kalinya.

Ia mengambil ponsel memposting sebuah foto di instagram yang diambil tadi pagi oleh sepupunya sehabis shalat Ied.

@ayrasherly_muktahar

Untuk apapun yang telah dan akan terjadi, aku percaya semua adalah takdir-Nya.

Happy Ied Mubarak^^









Malam mingguannya ditemani bang Liam sama Ayra yaa😍
Sampai jumpa di hari rabu.

With love,

Tari

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro