Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

🍂 5 🍂

Mas Abhi lagi liburan, nih. Selamat membaca....

Cek typo ya, teman-teman.

🍂

"Halo, cantik," sapa Abhi ketika beberapa gadis lewat di depannya.

"Halo juga, Om." Gadis-gadis itu menjawab serempak sambil tertawa cekikikan.

Mendengar jawaban tersebut, membuat empat orang pria yang duduk satu meja dengan Abhi seketika tertawa terpingkal-pingkal. "Om," ejek salah satu teman Abhi.

"Sialan," Abhi melempari teman yang mengejeknya tadi dengan tisu yang ada di depannya. "Biar gue 'Om Om' yang penting ganteng."

"Percuma ganteng tapi jomblo abadi," ejek teman yang lain.

"Emang ada yang salah dengan jomblo?"

"Salah, kalau ngejomblo tapi tiap hari gonta ganti pasangan kencan." Bukan salah satu teman pria Abhi yang menjawab, tapi seorang wanita dengan perut yang terlihat agak buncit yang berdiri tak jauh dari tempat ia duduk, sambil berkacak pinggang dan memandang Abhi sinis.

"Mana ada gitu," kilah Abhi.

"Semua juga tahu kali, kalau loe tu playboy, suka mainin cewek."

"Enak aja, gue enggak mainin cewek ya," tukas Abhi cuek.

"Buktinya, temen gue patah hati gara-gara loe putusin."

"Putus dari mana, Bu? Orang nyambung aja kagak."

"Loe ngeselin," dengus wanita tadi.

"Nggak usah ngegas, nanti anak loe keluar," ucap Abhi yang mendapat geplakan cukup keras di bahunya.

"Kalau ngomong suka sembarangan, deh. Yang loe katain itu anak gue."

Sedangkan Abhi hanya nyengir tanpa dosa, sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Yang, Abhi jahat." Sinta mengadu pada suaminya---Rian.

"Iya, udah aku kasih pelajaran dia kok, Yang. Biar nanti aku cabein dia kalau masih rese. Udah dong, jangan cemberut gitu, nanti cantiknya ilang," ucap Rian sambil mengelus pipi gembil Sinta.

"Huekkk." Abhi memasang ekspresi seakan mual melihat temannya yang sok mesra. "Bucin," cibir Abhi.

"Loe belum tau aja gimana rasanya nikah. Seneng, Bhi. Ada yang disayang. Dan yang jelas ha-lal. Ya nggak, Bro," ucap Rian pada dua orang teman lainnya yang juga sudah menikah, yang dijawab anggukan oleh mereka.

"Nikah lah, Bhi."

"Males," jawab Abhi cuek.

"Elehhh. Belum nemu pawangnya aja dia. Coba nanti udah nemu yang pas, terus dia bumal. Bisa nemplok terus dia," cibir Bagus, salah satu teman Abhi yang juga sudah menikah dan memiliki seorang anak.

"Bumal?" tanya yang lain bingung.

"Bucin maksimal."

Sontak jawaban Rian menuai tawa dari mereka semua.

"Kayak loe, ditinggal Sinta nyalon aja kelabakan, dikira hilang," cibir Ardi yang kini tengah melambaikan tangan pada---Widi---putra balitanya yang sedang asik bermain pasir di pantai dengan teman-temannya ditemani Wina---istrinya.

"Biarin," jawab Rian, "kayak loe nggak aja."

Perdebatan mereka masih berlanjut. Senyum tersungging di bibir Abhi. Beginilah mereka jika sedang berkumpul bersama, berdebat dan saling ejek. Tapi, semua itu hanya candaan belaka. Karena sebenarnya mereka saling sayang. Dalam hati Abhi bersyukur dan ikut bahagia untuk ketiga temannya---Rian, Ardi dan Bagus---yang sudah bahagia dengan pernikahan mereka.

"Loe nggak pengen kayak mereka?" tanya Abhi pada Andi yang duduk di sampingnya.

"Pengen lah. Cuma belum nemu yang cocok aja. Lagipula, kalau gue nikah sekarang, loe jomblo sendiri jadinya," balas Andi.

"Ceritanya loe setia sama gue, nih?" tanya Abhi sambil manaik turunkan alisnya.

"Apaan, sih." Andi bergidik melihat tingkah konyol Abhi yang dibalas kekehan oleh teman sekaligus bosnya itu.

Abhi dan Andi memang menggunakan bahasa formal ketika di kantor, berbeda jika mereka sedang diluar seperti saat ini.

🍂

Dina melihat kembali secarik kertas yang ia pegang. Memastikan kalau ia tidak salah alamat. "Hotel Wijaya." Lirih Sekar. Sebuah hotel bintang lima yang baru dibuka beberapa bulan yang lalu.

Setelah yakin kalau tempat yang ia tuju benar, Dina turun dari mobilnya dan segera menghubungi orang yang memesan kue ulang tahun di toko miliknya. Ia terpaksa harus mengantar sendiri karena karyawan yang biasa mengantar pesanan sedang libur. Lagi pula, ia mau mengunjungi rumah baru sahabatnya yang letaknya tak jauh dari tempat ini.

Dina melihat jam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya yang menunjukkan angka sembilan lebih dua puluh menit.

"Sudah terlalu malam jika aku bertamu jam segini," gumamnya.

Tadi, Dina terjebak macet hampir dua jam. Ia jadi kemalaman sampai di sini. Mungkin ia akan menginap di hotel saja malam ini dan mengunjungi sahabatnya besok. Rasanya kurang sopan jika bertamu selarut ini. Apalagi di luar hujan turun dengan derasnya.

Dina masuk ke dalam hotel lalu menghubungi nomor orang yang memesan kuenya, memberitahukan kalau ia sudah sampai dan menunggu di lobi hotel saat ini. Tak lama kemudian, datang lah seorang wanita cantik dan seorang pria tampan menghampirinya.

"Bu Dina?" tanya wanita tersebut.

"Iya, saya. Ini Ibu Wina?" tanya Dina sambil berdiri.

"Iya. Dan ini suami saya---Ardi."

Dina mengangguk lalu memberikan kardus berisi kue ulang tahun yang dibawanya tadi pada Wina.

"Terimakasih karena sudah memesan kue di tempat saya."

"Terimakasih juga pesanan saya diantar sampai sini. Ya sudah, saya pamit dulu."

Setelah urusannya dengan Wina selesai, Dina berjalan ke arah resepsionis.

"Selamat malam," sapa Dina sambil tersenyum.

"Iya, selamat malam. Ada yang bisa saya bantu?" jawab resepsionis bernama Sasa itu tak kalah ramah.

"Saya mau pesan kamar buat satu orang."

"Iya, sebentar saya cek dulu kamar yang masih kosong."

"Iya."

Setelah memilih kamar yang sesuai, Dina segera beranjak menuju lift, lalu masuk bersama beberapa orang yang juga ingin naik ke lantai atas. Setelah sampai di lantai tiga, Dina keluar dari kotak besi tersebut dan mencari letak kamarnya.

"Nomor 140, akhirnya ketemu juga," ucap Dina senang. Ia mengambil Room Keys untuk membuka pintu kamar tersebut. Terbayang kasur empuk membuat ia tak sabar ingin segera merebahkan tubuh lelahnya.

"Bagus." Dina mengedarkan pandangan ke setiap sudut kamar tersebut. Cukup luas, dengan ranjang single yang kelihatan nyaman. Ia meletakkan tas selempangnya, lalu masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

"Untung aku bawa baju ganti," ucap Dina yang kini telah mengganti bajunya dengan kaos bergambar bunga mawar berwarna soft pink dan celana kulot berwarna hitam.

Tiba-tiba terdengar suara bergemuruh dari dalam perut Dina. Ia belum sempat makan malam dan sekarang kelaparan, padahal jarum jam sudah menunjukkan angka sepuluh. Terlalu larut untuk makan sebenarnya, tapi tidurnya tak akan nyenyak jika perutnya tidak diisi. Akhirnya, ia memutuskan untuk makan di bawah.

🍂

"Udah, Bhi. Loe udah terlalu banyak minum gitu." Bagus merebut gelas berisi cairan berwarna emas dari tangan Abhi lalu meminumnya.

Abhi hanya mengedikkan bahu cuek menanggapi perlakuan Bagus. Ia bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah kamar mandi. Ia ingin membasuh muka sebelum kembali ke kamarnya.

"Gue balik ke kamar. Ndi, loe masih mau di sini?" tanya Abhi pada Andi yang kini tengak asik bermain game.

"Iya, soalnya lagi nanggung, nih," jawab Andi tanpa mengalihkan pandangannya dari layar di depannya.

Setelah mendengar jawaban Andi, Abhi keluar dari kamar Bagus yang berada di lantai empat dan menuju kamarnya yang ada di lantai tiga, bersebelahan dengan kamar Andi. Dua temannya yang lain sudah masuk ke kamar sejak pukul sembilan tadi untuk istirahat bersama keluarga kecil masing-masing. Sedangkan istri Bagus tidak ikut berlibur karena sedang menginap di rumah orangtuanya.

"Kok gue agak pusing, sih. Padahal cuma minum sedikit." Abhi memijit keningnya sesaat setelah ia keluar dari lift. Sebenarnya ia jarang minum, tapi karena pikirannya sedang tidak karuan, ia nekat minum beberapa gelas tadi.

Bruk...

"Maaf," ucap Abhi ketika bertabrakan dengan seorang wanita.

"Enggak pa-pa."

Setelah selesai membantu memunguti belanjaan wanita tadi yang berserakan di lantai, Abhi melanjutkan langkahnya. Segera ia mengambil Room Keys di dalam saku kemejanya untuk membuka pintu kamar.

Baru akan mandi, terdengar pintu kamarnya diketok.

"Ada apa?" tanya Abhi setelah membuka pintu.

"Maaf, ini dompet Bapak terjatuh tadi," ucap wanita itu tidak enak karena sudah mengganggu waktu istirahat pria tampan yang berdiri di depannya. Apalagi ketika pria itu hanya diam dan memandangnya penuh arti.

"Ini." Wanita itu meletakkan dompet di atas kursi yang berada di samping pintu karena sang pemilik tidak mau menerimanya. "Permisi."

Baru akan melangkah, tangannya dicekal dan diseret masuk ke dalam kamar. Ia meronta dan berusaha melepaskan diri. Namun, sekuat apa pun tenaga yang ia kerahkan tentu lebih kuat pria yang kini tengah menjamah tubuhnya.

🍂

Salam sayang dariku 💖

1 November 2020


















Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro