Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

°44°

      Arta yang baru beberapa saat yang lalu menapaki alam mimpi menggeliat, ketika mendengar seseorang yang tengah muntah di dalam kamar mandi.

Entah pukul berapa dia tadi baru masuk ke dalam kamar. Cukup lama setelah Aiza masuk lebih dulu. Wanita itu sudah lelap dalam tidurnya, ketika Arta masuk. Pelan-pelan naik ke atas ranjang. Berbaring di samping sang istri, tanpa berani memeluk Aiza, seperti biasanya.

Kepalanya langsung pening, akibat ketika mata terbuka langsung meloncat dari atas kasur. Menghampiri Aiza yang seolah sudah kehabisan tenaga. Tidak ada yang keluar selain cairan bening. Meski demikian, perutnya tetap saja bergejolak.

"Masih mual?" Ingin sekali Aiza tidak mengindahkan kehadiran Arta, dan menganggap pertanyaan itu sekadar angin lalu. Sayang  kenyataan jika dia memang membutuhkan Arta membuat kepalanya menggeleng.

Rasa mual itu memang sudah mulai mereda, tapi untuk kembali ke dalam kamar, rasanya Aiza sudah tidak sanggup lagi. Pada kehamilan pertamanya dulu, seingatnya tidak separah ini. Aiza sungguh tidak kuat.

Tanpa ba-bi-bu, Arta menggendong Aiza ala bridal style keluar dari dalam kamar mandi. Membaringkan tubuh sang istri secara perlahan ke atas ranjang. Tangannya kemudian meraih minyak kayu putih yang terdapat di atas nakas. Menyibak sedikit piyama Aiza, ia mengoleskan minyak tersebut ke perut sang istri. Membaui hidung Aiza, setelahnya.

"Matiin AC-nya, Bang," pinta Aiza lirih.

Setelah mematikan AC seperti permintaan sang istri, Arta menaikkan selimut sebatas dada Aiza. Berbaring muring, tangannya mengurut pelan kening Aiza yang sudah menutup kelopak matanya.

"Maaf ...." Aiza kembali membuka kelopak matanya. Dia memang tidak tidur, hanya ingin mengurangi rasa pusing yang menyebabkan mual.

"Peluk ...." Meski suaranya nyaris tidak terdengar, tapi Arta masih bisa menangkap apa yang keluar dari bibir sang istri.

Tangannya yang tadi sengaja menopang kepala diturunkan, beralih melingkari pinggang Aiza. Membawa kepala sang istri mendekat ke dadanya.

"Mama Ira selalu minta aku buat nemenin Ira, aku nggak enak buat nolaknya," kata Arta. "Maafin aku, ya." Dikecupnya lama ubun-ubun Aiza. "Maaf, karena udah nyuekin kamu belakangan ini," lanjutnya.

Aiza tidak menyahut. Tapi, cengkraman di kaus Arta menandakan kalau wanita itu tengah mengontrol emosinya. Arta mempererat pelukan, mengusap lembut kepala sang istri. "Tidurlah, aku nggak bakal ke mana-mana," bisik Arta.

"Nggak bisa tidur," adu Aiza. Sengaja menduselkan kepalanya ke dada Arta.

Nyatanya, hati dan tubuhnya tidak bisa bekerja sama. Seharusnya, saat ini dia masih dalam mode marah sama Arta. Tapi, lihatlah sekarang! Dia malah bermanja-manja pada pria yang sudah berkali-kali menyakiti hatinya dan malangnya, Aiza tetap mencintai pria itu.

"Terus … sekarang mau apa?" tanya Arta. Pria itu mulai bernapas lega. Berharap, pertengkaran mereka tadi tidak membuat hubungan keduanya berakhir. Sungguh, Arta sangat mencintai Aiza. Di samping apa yang dia rasakan dulu, ketika awal mereka bertemu.

"Bang ...."

"Hm?"

"Aiz pengen jalan-jalan ke Paris," ungkap Aiza ragu-ragu.

"Kapan?"

"Minggu depan, gimana?" usul Aiza.

"Aku usahain, ya?"

"Nggak mau tau, pokoknya minggu depan jalan-jalan ke Paris!" kekeuh Aiza dengan nada merajuk. Hormon kehamilan benar-benar membuatnya menjadi wanita bak gadis labil.

"Iya-iya, sayang," pasrah Arta. Daripada wanitanya marah lagi, kan?

"Yang mau juga bukan Aiz, kog!" tukas Aiza. Ia memejamkan mata, menghirup aroma tubuh Arta yang menguar, candu baginya.

"Iya-iya. Anak Ayah beneran cerdas milih tempat buat jalan-jalan, ya?" Tangan Arta menyusup ke dalam piyama Aiza, mengusap perut rata sang istri. Sentuhan tangan Arta hantarkan gelenyar aneh, membuat darah Aiza berdesir dengan jantung yang mulai menggila. "Miss you, honey. I need you," bisik Arta.

Keduanya saling bertatapan, dalam dan penuh cinta. Mata Aiza perlahan terpejam, saat Arta mulai menempelkan bibirnya di bibir Aiza.

Seberapa besar pun kemarahan Aiza, rasa cinta sanggup kalahkan itu semua. Dia memang sungguh bodoh, mungkin juga … gila? Tapi, apalah daya, kalau kenyataannya, Aiza telah jatuh begitu dalam pada pesona seorang Arta.

°

   "Masih mual atau pusing?" tanya Arta tepat di samping wajah Aiza. Napasnya yang memburu, menyapu hangat leher jenjang sang istri.

"Udah nggak," sahut Aiza yang setia memejamkan mata, lelah.

"Dia kangen sama Ayahnya itu," kata Arta, semakin merapatkan tubuhnya ke tubuh Aiza. Mengikis jarak yang tersisa.

Mendengarnya, bibir Aiza mencebik. "Dan Ayahnya lagi sibuk sama anak baru," sindirnya secara terang-terangan.

"Maaf," bisik Arta untuk yang ke sekian kalinya.

"Bang," panggil Aiza pelan.

"Hm?"

"Abang … pernah nyentuh Ira?" Ragu-ragu, Aiza bertanya. Hatinya ketar-ketir menunggu jawaban.

"Nyentuh ya udah pasti pernah, sering malah. Tapi, kalau yang kamu maksud nyentuh dia secara intim, aku berani sumpah, kalau aku nggak pernah nyentuh wanita lain selain kamu, nggak terkecuali Ira." Panjang lebar Arta menjelaskan.

Tak dapat ditampik, hati Aiza lega setelah mendengar jawaban Arta. "Oh ya!" Ia tiba-tiba teringat sesuatu. "Soal Nayla … kita jadi kan, ngadopsi dia?"

"Niat banget, ya?" Iseng, Arta menyerukkan kepalanya ke leher Aiza, meniup-niup pelan sampai membuat Aiza bergidik.

"Abang udah janji, lho!" Karena geli, Aiza mencoba menjauhkan diri dari Arta. Tapi sayang, suaminya itu malah semakin menarik tubuhnya merapat.

"Iya-iya. Jadi, kog. Aku udah mulai ngurus surat-suratnya," ujar Arta yang langsung membuat senyuman Aiza melebar. "Padahal kita bisa bikin sendiri," gumamnya kemudian.

Satu cubitan Aiza layangkan ke perut sixpack Arta. "Abang pikir bikin kue?!" sewotnya yang ditanggapi kekehan oleh Arta.

"Lusa aku free. Kita adain makan malam bersama di rumah Ayah, ajak Ummah sama Abah juga."

"Ngapain?" tanya Aiza polos.

"Nyunat kambing Pak Dadang!" Arta menjawab asal. "Yaa buat memberitahu mereka lah, soal kita yang mau adopsi Nayla, sekaligus ngumumin kehamilan kamu," jelas Arta. Tangan pria itu tidak pernah mau diam.

Ah iya, Aiza lupa. Baik kekuarga Arta maupun keluarganya memang belum ada yang tahu perihal dirinya yang hamil 'lagi'.

Nayla. Anak perempuan berusia empat tahun yang memikat hati Aiza pada pandangan pertama. Aiza mengenalnya di sebuah panti asuhan yang mulai sering Aiza kunjungi beberapa bulan belakangan ini.

°°°°°

Haihaihai, Hai tayo … hai tayo😄

Author ngetiknya pas suasana hati lagi berbunga, ya?
Enggak, tuh. B aja akunya. Wkwk😜

Part ini nguras emosi, beneran. Dan belakangan, alurnya emang mulai memanas. Bikin emosi yang kek dimainin😳

So, please your appreciation for my story😊

Follow, vote, komen, share😉

See you babay😘

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro