Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 8

"Jadi gimana? Apa nggak berhasil?"

Thorn terlihat kecewa. Gempa menghela nafas letih lalu menggeleng.

"Padahal kemarin dia langsung datang begitu Gempa memanggil. Kok sekarang udah dipanggil berkali-kali gak muncul-muncul?" Blaze juga terlihat kecewa. Semua yang berada disana juga kecewa. Gempa sudah berteriak hingga 5 kali dan menunggu selama berjam-jam. Tapi tetap saja tidak ada hasil apa-apa.

Mereka berlima berada di taman belakang kediaman milik ayah Solar. Taman ini luas dan jarang ada pelayan yang lewat disekitar sini kecuali tukang kebun. Biasanya tempat ini adalah tempat Thorn menyendiri namun kali ini ia meminjamkannya karena ingin bertemu dengan sosok Taufan tersebut.

"Kenapa? Apa terjadi sesuatu padanya?" Gempa terlihat frustasi. "Apa dia tertangkap atau sesuatu?" Gempa menunduk. Memegang kepala frustasi dan sedikit kesal.

Solar menepuk pelan bahu Gempa untuk menenangkannya. "Yakinlah bahwa ia tidak tertangkap, mungkin dia sedang jauh dan tidak mendengar panggilan kita."

Gempa menoleh sesaat dan menatap manik kelabu Solar. Kemudian menghela nafas kasar dan tersenyum tipis. "Kamu benar, mungkin dia sedang sibuk."

Gelagat Ice terlihat aneh. Ia sesekali melirik ke arah Thorn dan kembali ke Gempa. Dahinya bahkan sampai berkerut. Ia terlihat mengkhawatirkan sesuatu namun entah kenapa ia tidak mau membicarakannya.

Solar menyadari kejanggalan itu. "Ada apa Ice? Kau mencium bau sesuatu?"

Ice sedikit tersentak. Lalu menggeleng. "T-tidak ada apa-apa."

"Ya sudahlah kita kembali saja." Gempa berjalan mendahului mereka. Dari mereka semua, justru memang Gempa lah yang paling kecewa ketika Taufan tidak datang.

Gempa berhenti jalan. Membuat yang lain juga terhenti dan menatap heran ke arahnya. Gempa mencengkram erat baju di dada kirinya.

"Entah kenapa, aku merasakan firasat buruk."

.

.

.

Pasukan khusus kerajaan yang bertugas menangani iblis telah disebar ke seluruh penjuru kerajaan setelah pidato dari sang pangeran telah selesai. Para pasukan segera mengamankan daerah yang telah ditetapkan sebelumnya.

Pasukan di tim Kaizo yang berisi Halilintar, Sai, Shielda dan beserta beberapa pasukan lainnya kini berada di daerah hutan dekat dengan pemukiman desa. Mereka berjaga secara bergantian.

Halilintar terlihat diam dengan dahi berkerut. Kaizo menggelengkan kepala dan menepuk pelan punggung bawahannya itu. "Apa yang kau pikirkan, Halilintar?"

Halilintar melirik melalui ekor matanya sejenak. Sesama iris ruby itu bertemu sebentar sebelum Halilintar memutusnya. Ia menghela nafas sembari menunduk lesu. "Aku hanya memikirkan Gempa."

Kaizo yang mendengar itu lantas tertawa kecil. "Jangan terlalu overprotective padanya, dia juga butuh berbaur." Kaizo sedikit menghiburnya.

Kaizo sangat tahu dengan keadaan keluarga Halilintar dan Gempa. Sebelum masuk kesini, Halilintar sempat berdebat dengan Gempa karena Gempa menolak Halilintar ikut dalam pasukan khusus ini. Tapi meskipun begitu, Halilintar yang keras kepala tetap masuk ke dalam pasukan khusus dan hal itu membuat hubungan mereka renggang.

Gempa dan Halilintar yang awalnya sering bertengkar, kini mulai saling diam. Halilintar terlalu gengsi untuk bertanya pada adiknya. Sedangkan Gempa sendiri tidak ada niatan untuk berbicara dengan kakaknya.

Keseharian Gempa setiap hari hanyalah pergi ke pasar atau pergi ke hutan untuk mengambil beberapa tanaman obat. Gempa kadang pergi ke perpustakaan dan mempelajari soal obat-obatan.

Gempa tidak dekat dengan sepupu-sepupunya. Gempa selalu tidak menyukai bila Halilintar menitipkan ia pada Blaze dan Ice. Gempa bahkan hampir tidak pernah bertegur sapa dengan Solar. Gempa selalu menyendiri dan sifatnya yang makin lama makin tertutup.

Namun akhir-akhir ini tiba-tiba saja sifat Gempa berubah dengan sangat drastis. Ia tiba-tiba bersikap aneh dan kini menjadi lebih dekat dengan sepupu-sepupunya. Apalagi dengan Solar yang notabenenya orang kaya yang sombong dan sangat susah untuk didekati.

Sesuatu yang merubah Gempa sampai seperti itu.

Bahkan Halilintar bisa melihat perubahan yang sangat berbeda dari adiknya akhir-akhir ini. Seperti senyumnya, Gempa seperti menemukan sesuatu yang akhirnya bisa membuatnya tersenyum seperti itu.

Halilintar merasa bingung. Ia senang namun juga merasa khawatir. Apa yang disembunyikan adiknya?

"Permisi kapten. Para pasukan baru saja kembali setelah berkeliling. Apa kita harus menyuruh yang lain lagi untuk memeriksa?" Sai datang bersamaan dengan Shielda yang membuntuti dari belakang. Kaizo berdehem, "Tidak usah, biarkan para prajurit beristirahat lebih dahulu."

"Baik." Setelah itu, kedua adik kakak itu pun pergi meninggalkan Kaizo dan Halilintar.

Halilintar berdiri dari duduknya dan hendak keluar.

"Mau kemana?"

Halilintar melirik sebentar. "Berkeliling." Setelah itu ia pergi begitu saja tanpa menunggu persetujuan sang kapten.

Halilintar melewati kamp yang dipenuhi dengan prajurit lain. Sekarang adalah jam makan siang dan mereka semua menyantap makanan mereka. Halilintar tidak terlalu bernafsu untuk makan hari ini. Ia memutuskan untuk masuk lebih jauh ke dalam hutan. Menjauhi kamp.

Langkahnya membawa ia menuju ke tempat dimana ia menemukan adiknya--Gempa--bersama para sepupu-sepupunya. Serta bangkai iblis dan seorang iblis berwujud manusia yang memiliki manik safir.

Ia terdiam disana. Hanya meratapi tempat tersebut. Ia kembali melangkah menjauhi tempat tersebut. Masuk lebih jauh ke dalam hutan. Dimana pencahayaan matahari bahkan sudah tidak bisa masuk berkat lebatnya pohon.

Samar-samar di dalam gelapnya hutan. Melalui celah-celah pepohonan yang memberikan sinar. Halilintar bisa melihat seseorang tengah duduk diatas batu besar yang disinari oleh cahaya yang menembus pepohonan.

Tidak, itu adalah iblis.

Halilintar lantas langsung mengeluarkan pedangnya dan mengacungkannya ke arah iblis itu. Iblis yang pernah ia temukan waktu itu. Taufan yang tengah duduk tenang diatas batu besar membelakangi Halilintar yang bersiap menyerang.

Suara ranting patah hasil pijakan Halilintar, membuat Taufan menoleh. Mata safirnya yang seindah permata itu menatap manik ruby Halilintar. Mereka diam-diaman dalam beberapa saat. Taufan sama sekali tidak berniat untuk menyerang Halilintar.

Sejenak, Halilintar mengingat kelakuan Gempa akhir-akhir ini. Seperti saat digudang rumahnya, saat kejadian dihutan terjadi dan juga kejadian ketika mereka diintrogasi oleh Ocho.

Halilintar merasa bahwa Taufan memiliki hubungan dengan Gempa.

"Apa kau dekat dengan Gempa?"

Suara Halilintar yang serak itu memecah hening. Taufan masih setia memandangi.

Halilintar berdecak. Ia tahu itu adalah pertanyaan konyol. Iblis adalah makhluk jahat. Jika Gempa dekat dengan Taufan, iblis itu sudah pasti akan memakan Gempa.

Tapi kenapa Halilintar tetap merasa ada sesuatu antara Gempa dan Taufan?

"Kenapa kau tidak menjawab?"

Hanya Halilintar yang bersuara. Taufan masih diam, masih memandangi Halilintar dengan tatapan yang sulit diartikan.

Halilintar mendengkus. Ia merasa kesal karena hanya ia yang berbicara.

Taufan kemudian tersenyum. Senyum lembut yang bahkan kedua matanya tertutup, menyembunyikan manik safirnya.

Tiba-tiba Taufan terkesiap. Membuat Halilintar juga terkejut karena melihat Taufan yang tiba-tiba memelototinya. Mengalir keringat dingin dipelipis Halilintar.

Bukan hanya itu, mata Taufan tiba-tiba bercahaya bersamaan dengan cahaya yang juga keluar dari kalung simbol anginnya. Halilintar yang melihat hal itu pun was-was. Sepertinya Taufan akan menyerangnya.

Taufan mengangkat tangannya. Mengarah ke Halilintar. Angin kuat tiba-tiba mengarah ke Halilintar. Halilintar panik, namun ia mendengar suara geraman dari belakangnya. Halilintar refleks menoleh dan menemukan beruang liar hendak menerkamnya.

Tidak sempat jika Halilintar lari. Ia terlalu panik dan tubuhnya belum bersiap.

Angin kuat yang kencang itu melewati Halilintar. Dan hal yang tidak disangka oleh Halilintar. Angin kuat itu memotong kepala beruang liar itu. Dan beruang liar itu langsung jatuh dengan darah yang merembes keluar dari lehernya.

Halilintar menatap tak percaya lalu meneguk ludah dengan susah payah.

Dia terlalu kuat!

Halilintar langsung menoleh lagi ke arah Taufan. Taufan masih disana dengan hidung yang mimisan. Halilintar sedikit terkejut. Namun berusaha tetap cool.

Taufan mengelap darah itu lalu tersenyum kepada Halilintar. Halilintar tidak membalas senyuman itu sama sekali.

"Halilintar!"

Halilintar dan Taufan sama-sama menoleh ke sumber suara dan menemukan Kaizo bersama Sai dan Shielda berlari kearahnya.

Mereka terkejut ketika menemukan Taufan yang tengah duduk dengan santai diatas batu besar sambil memandangi mereka dari atas. Dan mereka juga menemukan bangkai beruang liar dengan kepala terpotong.

Mereka juga memasang kuda-kuda dan bersiap.

"Dia terlalu kuat. Anginnya bisa memotong dengan mudah. Kita akan mati sebelum mencapainya." Halilintar berucap begitu. Membuat Sai dan Shielda meneguk ludah.

Jika pasukan terampil seperti Halilintar bilang begitu. Mereka bisa apa?

Mereka hanya akan membuang nyawa sia-sia.

"Apa dia tidak menyerangmu." Kaizo bertanya. Halilintar menggeleng, " Dia dari tadi hanya diam diatas sana sambil tersenyum."

"Mungkin dia meremehkanmu?" Celetuk Sai dan mendapat sikutan keras dari Shielda.

Melihat empat orang manusia yang malah was-was terhadapnya. Taufan hanya bisa memandangi mereka dengan lelah.

"Omong-omong, matanya bagus sekali ya? Seperti batu permata." Kaizo mengucapkan kata-kata yang sama sekali tidak membantu. Namun Halilintar bisa setuju dengan ucapannya yang satu ini. Meskipun iblis, Taufan memiliki mata biru yang indah. Sangat berbeda dengan mata iblis yang biasanya berwarna merah darah.

"Tadi kulihat dia mimisan sehabis mengeluarkan kekuatan. Menurutmu itu apa?" Halilintar bertanya tanpa menoleh.

"Mungkin itu efek sehabis dia menggunakan kekuatan?"

Sai tiba-tiba tersentak. Membuat Shielda yang berada disebelahnya jadi terkejut. "Ada apa kak?"

Halilintar dan Kaizo juga memperhatikan Sai yang tiba-tiba merinding sendiri.

"Gawat." Ia tersenyum getir. "Aku mencium bau iblis dari arah lain."

"Apa?!"

Mereka lantas bingung. Apakah mereka harus meninggalkan Taufan yang merupakan buronan dan mengejar iblis-iblis itu? Atau menyerahkan iblis-iblis itu pada pasukan lain dan mencoba membunuh Taufan yang belum tentu berhasil?

Melihat mereka yang kebingungan. Taufan berdiri dari duduknya dan membuat mereka semakin was-was. Mata safir Taufan bercahaya, begitu juga dengan kalungnya. Angin kencang menyelimuti mereka dan membuat mereka sedikit tersentak.

"Dia akan kabur!"

"Ck!"

Halilintar maju, mengabaikan angin-angin kencang yang membuatnya susah berjalan. Taufan tersenyum simpul padanya. Lalu perlahan tubuhnya menghilang.

"Tidak!"

Halilintar terlambat. Tubuh Taufan telah lenyap lebih dulu. Dan angin kencang itu juga langsung lenyap seketika. Halilintar berdecak geram.

Lalu sebuah daun yang jatuh dikepala Halilintar membuatnya sedikit terdiam. Tangannya bergerak, mengambil daun itu dari atas kepalanya.

Sebuah daun semanggi berdaun 4.

Simbol keberuntungan.

Halilintar mendengkus kecil. Lalu menggenggam erat daun semanggi berdaun 4 itu ditangannya. Ia tertawa samar.

"Aku akan menemukanmu lagi, iblis bermanik safir."

.

.

.

***tbc***

A/n:

Hoho, Taufannya gak muncul-muncul pas dipanggil sama Gempa.

Dan Halilintar sendiri merasa ragu buat langsung ngebunuh Taufan karena Taufannya juga gak nyerang-nyerang.

Btw, semanggi berdaun empat itu dari Taufan. Dia yang nemuin terus mutusin buat ngasih itu ke Halilintar.

Dan~ apa kalian ngerti kenapa setiap Taufan mimisan selalu ada iblis disekitarnya?

Coba tebak~ ehehe.

See you next time~

060221

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro