Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 21

"AAAAAA!!!"

Teriakan melengking itu berasal dari ruangan Taufan berada. Gempa panik, ia langsung saja berlari meski tangannya di borgol. Ia melewati para penjaga yang panik mendengar suara teriakan itu.

Di dalam sana, ada Taufan yang meringkuk dengan darah di mulutnya. Lalu dua penjaga yang tadi di suruh Ocho mengawal Taufan, tidak sadarkan diri di lantai.

Gempa melotot tak percaya. Lantas, siapa yang tadi berteriak?

Taufan menegakkan tubuhnya meski bergetar. Kepalanya ia torehkan ke arah Gempa yang terdiam di ambang pintu.

Taufan memberikan senyum tipis.

"G-Gem ... pa ...," lirihnya, sangat tipis.

Gempa terdiam, menatap tidak percaya dengan Taufan yang baru saja menyebut namanya. Mata Gempa sontak berkaca-kaca. Ia mendekati Taufan dengan tatapan menuntut.

"Taufan, kau ... bisa bicara?" ungkapnya masih tak percaya.

Taufan tersenyum tipis. Tidak menjawab lagi setelah berhasil menyebut nama Gempa dengan suaranya yang pertama kali keluar.

Tangan Gempa yang masih terborgol itu terulur pelan. Menyentuh pipi Taufan dan mengelusnya, tidak bisa menahan senyum senang yang ia tahan sedari tadi.

Hanya dengan namanya dipanggil seperti itu. Membuat hatinya berbunga-bunga.

Para prajurit datang. Lalu menyeret Gempa dan Taufan dari sana.

"Kita bawa saja, toh Ocho menyuruh kita membawa iblis ini jika sudah selesai dengan tabib," ujar salah satu pengawal. Pengawal yang lainnya pun mengangguk setuju, "Dia sudah terlihat baik-baik saja."

Tangan Taufan diborgol. Meski bisa berjalan, tubuh Taufan terlihat sesekali terhuyung. Matanya meredup, seolah dipaksakan untuk sadar. Mereka semua digiring masuk dalam ruang basement yang cukup jauh dari tempat awal. Setelah mereka semua masuk, borgol tadi di lepaskan dan mereka dikunci dari luar.

Gempa otomatis langsung menghampiri Taufan yang tidak baik-baik saja. Taufan menyenderkan tubuhnya ke dinding. Mencoba menetralkan deru nafas yang tidak karuan. Bahkan tubuhnya keringatan. Gempa panik, ia mengecek tubuh Taufan. "Apa yang terjadi padamu, Taufan?"

Saudara mereka yang lain menghampiri, termasuk Halilintar yang menatap Taufan tak percaya. Ia berjongkok, mengelap mulut Taufan yang berdarah itu dengan kain yang dirobek dari bajunya.

Taufan mulai terlihat bernafas dengan normal. Meski degup jantungnya masih cepat, Taufan sudah terlihat diam. Gempa menarik Taufan, membuat Taufan bersender ditubuhnya. Taufan menarik nafas dalam lalu menghembuskannya.

"Apa dia akan baik-baik saja?" tanya Ice, berdiri di samping Blaze dan Thorn yang hanya diam memperhatikan.

"Sebenarnya, apa yang sudah terjadi?" Blaze bingung dengan yang terjadi barusan. Melihat Taufan seperti ini, tidak mungkin dia disiksa sampai mengeluarkan darah dari mulut, kan?

Gempa mengelus surai coklat Taufan dengan lembut. Ia menatap Blaze lalu menggeleng.

Halilintar berdiri dari jongkoknya dan berjalan ke arah pintu. Ia menendang pintu itu sekuat tenaga namun tetap saja sia-sia. Ia mengumpat pelan, memukul pintu itu dengan kepalan tangan. Manik rubynya bergetar, bingung dengan semua kejadian yang terjadi begitu cepat.

"Tadi ... Taufan menyebut namaku," gumam Gempa. "Bukan dari pikiran, tapi dia benar-benar berbicara dengan mulutnya." Mata Blaze sontak melotot tak percaya, "Bohong, kita kan tahu kalau Taufan bisu."

"Bagaimana mungkin?" sahut Thorn tak percaya. Mereka semua lantas memandangi Taufan yang tengah terlelap di pelukan Gempa. Taufan mendengkur halus, meski banyaknya keringat yang bercucuran di wajahnya. Halilintar kembali menghampiri mereka, duduk di sebelah adiknya.

"Bagaimana dengan Solar? Dia ... dia masih di luar sana." Thorn tampak khawatir, matanya bahkan berkaca-kaca. Ice menepuk pelan pundak Thorn, berusaha membuat sepupunya itu tegar. Blaze merangkul Ice lalu tersenyum ke Thorn. "Berdoa saja semoga dia baik-baik saja."

Di sisi lain, Halilintar sibuk dengan pemikirannya sendiri. Ia penasaran dengan Ocho yang tiba-tiba berteriak panik tentang segel yang terbuka. Dan keadaan Taufan yang sekarat. Ia tahu Ocho, anak itu mana bisa membuat orang lain luka dalam. Biasanya dia menggunakan belati untuk menyakiti orang lain.

Jika benar bukan Ocho yang melakukannya, mungkin saja ini berhubungan dengan Taufan yang sering mimisan. Jika yang dikatakan Gempa saat itu benar, berarti Ocho tahu jika saat Taufan mimisan atau muntah darah, iblis dari dunia bawah akan keluar dari segel.

Kesimpulan yang ia dapat. Kekuatan Taufan tidak sanggup menahan segel sehingga saat segel di dobrak, Taufan akan mengalami mimisan atau bahkan muntah darah. Jika sampai tahap muntah darah, itu artinya seperti yang dikatakan Ocho tadi.

Segel telah terbuka.

Ocho pasti segera melapor pada pihak kerajaan agar mengirim sebanyak mungkin pasukan ke arah segel untuk menahan para iblis keluar dari dunia bawah. Masalahnya, mereka tidak tahu seberapa banyak iblis yang akan keluar dari dunia bawah. Salah pergerakan, mereka semua justru akan dibantai.

Jika dengan iblis tingkat A saja mereka kalah. Bagaimana jika ada iblis tingkat S? Tidak ada harapan apapun untuk kemenangan mereka. Mereka pasti akan dibantai dalam sekejap.

.

.

.

Taufan membuka matanya. Yang ia lihat di sekelilingnya hanyalah tempat luas berwarna putih dengan pijakan serupa air, yang bisa membuat dirinya berkaca. Ia memakai baju putih, serta rantai yang mengekang tubuhnya. Mulai dari pergelangan kaki, pergelangan tangan, hingga leher. Semuanya dihiasi oleh rantai tebal.

Bunyi gemerisik besi terdengar tatkala ia menggerakkan tubuhnya. Ia melirik kiri dan kanan, tidak tahu ini ada di mana.

"Manisnya~"

Taufan tersentak. Saat menghadap ke depan, tau-tau sudah ada orang lain. Sosok tersebut tersenyum ke arah Taufan, lalu mengelus surai coklat Taufan dengan gemas.

Ia berjongkok di hadapan Taufan. Manik semerah darah itu bertatapan dengan manik sapphire Taufan. Tangannya beralih mengelus pipi pemuda itu, Taufan hanya diam.

"Aku rindu padamu loh, angin-ku." Ia berujar dengan tangan yang beralih ke leher Taufan. Taufan masih tak bergeming, ia hanya diam dengan manik safirnya yang tak lepas dari wajah pemuda itu.

Surai putihnya terlihat berkilau, di tambah helaian hitam yang menghiasi rambutnya. Satu tangannya bergerak, memegang pipi Taufan dengan satu tangan yang masih berada di leher. Lelaki itu bergerak maju, mengecup dahi Taufan dengan lembut.

"Kenapa membuatku bisa bicara?" tanya Taufan dengan suara datar. Lelaki di hadapannya terkekeh, "Karena aku ... sayang padamu."

"Dusta!" elak Taufan. "Reverse, aku tahu rencanamu," lanjutnya.

Lelaki bernama Reverse itu hanya terkekeh. Lagi, ia mengecup pipi Taufan dengan gemas. "Padahal dulu kamu sangat kecil dan penurut," ujarnya dengan nada sedih. Kedua tangannya sibuk membelai Taufan, sedangkan sang empu sendiri tidak bergerak.

"Kita ini bangsa iblis, Taufan. Meskipun kaummu diburu, kau tahu kenapa aku tidak membunuhmu?" Dia berbisik di telinga Taufan. "Karena kau satu-satunya kesayanganku, kau penurut dan sangat lugu."

Ia mengacak surai Taufan lagi dengan gemas. "Ya ampun, aku benar-benar merindukanmu, ayo pulang denganku." Tangannya menggenggam tangan Taufan yang dirantai, Taufan membalas genggam. Meski Taufan membenci Reverse, mereka tetap satu energi dan ia tidak bisa melawan. Meski Reverse menyentuh-nyentuhnya seperti itu, ia tidak risih, karena mereka memilih hawa yang sama.

Bahkan jika Ice mencium baunya, mereka berdua memiliki bau yang takkan bisa dibedakan, bahkan oleh Ice sendiri.

"Kau benar-benar sayang aku?" tanya Taufan. Reverse mengangguk gemas, "Tentu saja."

"Kalau iblis lain mau membunuhku?"

"Takkan kubiarkan mereka membunuhmu."

"Kalau aku mau menjadi segel—"

Ucapan Taufan terputus oleh Reverse yang memeluk Taufan tiba-tiba. Ia memeluknya erat, tanpa bersuara.

Mungkin kini Taufan tahu satu hal tentang Reverse.

.

.

.

Taufan membuka matanya, manik safirnya langsung menemukan teman manusianya yang tengah menatap ke arah dirinya. Gempa tersenyum sumringah, "Taufan!"

Taufan mendudukkan diri, melepas dirinya dari pelukan Gempa. Yang lain menatapnya antusias, menunggu Taufan bersuara.

Taufan terlihat lemas, sepertinya lagi-lagi energi Taufan terkuras banyak. Halilintar datang, memberikan minum. Taufan menegaknya hingga tandas, lalu mendusel ke arah Gempa.

"Ih kenapa tuh? Tiba-tiba manja?" Blaze memasang tampang bengong. Ice menyikut perut Blaze hingga Blaze mengaduh kesakitan.

"A-ada apa Taufan?" gugup Gempa. Taufan masih mendusel, mencium aroma tubuh Gempa. Matanya terlihat sayu, tidak seperti Taufan biasanya. Tangan Taufan menarik satu tangan Gempa, meletakkannya dekat dengan pipinya. "Sentuh aku."

Gasp!

Mereka semua terdiam saat mendengar suara Taufan. Tapi kata-kata pertamanya malah membuat ambigu. Tapi tidak apa, mereka lebih terkejut dengan suaranya. Abaikan saja kata-katanya yang terdengar ambigu.

"Sentuh aku, Gempa ...," lanjut Taufan. Halilintar sudah terbengong di tempat. Ingin memukul kepala Taufan, tapi ingat jika iblis itu baru sadar. Gempa dan Taufan sama polosnya, disaat Blaze dan Halilintar berpikiran aneh-aneh. Justru Gempa hanya diam sambil mengelus kepala Taufan, dan Taufan sudah senang dengan perlakuan itu.

Ice tersenyum mengejek ke arah Blaze dan Halilintar. "Ups, ada yang pikirannya melayang kemana-mana."

Blaze memerah tomat. Halilintar kabur sejauh-jauhnya.

Taufan diam, memeluk Gempa. Gempa balas peluk dengan tangan yang masih membelai kepala Taufan dengan lembut.

"Apa terjadi sesuatu, Taufan?"

Taufan menggeleng. "Tidak ada ... apapun."

"Benarkah?"

Halilintar kembali lagi. Kali ini memisahkan Taufan dari Gempa. Gempa memberikan tatapan menuntut karena dipisahkan secara paksa. "Sudah cukup! Kalian menyakiti mataku!"

Thorn terkikik. "Ada yang iri karena gak dibelai sama adiknya," ujar Thorn asal namun bisa membuat hati Halilintar terasa sakit.

"Diam!" pekik Halilintar dengan wajah merona. "Daripada kalian seperti itu, mending pikirkan cara untuk keluar dari sini."

Taufan melewati Halilintar, lalu memeluk Gempa lagi. Gempa terkekeh, Halilintar menggeram kesal. Ia lantas menarik paksa Taufan yang masih mempertahankan dirinya memeluk Gempa. "Kau bisa kan menghancurkan pintu itu dengan kekuatanmu? Kita harus keluar dari sini."

Taufan abai.

Tak lama, pintu tiba-tiba terbuka dengan dobrakan yang keras. Seseorang dengan jubah masuk begitu saja menghampiri mereka dengan tergesa-gesa.

Ia membuka tudung jubah. Menampilkan manik cyannya yang berkilat. "Ocho?" pekik Halilintar bingung.

Ocho mendekati Taufan. Melihat Taufan yang sudah baik-baik saja, ia lantas memperhatikan mereka semua dengan tampang serius.

"Kalian semua harus segera pergi dari sini, sekarang!"

.

.

.

***tbc***

A/n:

Ruru balek dari hiatus

Apa kabar? Kangen cerita ini?

Okeh sudah ketahuan sosok dari iblis yang selalu ngobrol sama Taufan lewat pikiran. Kalian tahu rencana Reverse?

Ada apa Ocho tiba-tiba menyuruh mereka semua pergi dari sana?

See you next chapter~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro