Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 14

Lelaki bersurai ungu itu berjalan pelan mengelilingi koridor rumah Solar sendirian. Ia memperhatikan sekeliling dengan seksama, termasuk foto-foto keluarga yang tergantung di bagian-bagian dinding koridor rumah. Sekali lihat, Fang paham, pemilik rumah ini dulu sudah punya istri namun menikah lagi meski Fang tidak tahu alasannya apa. Meski Fang adalah mata-mata, sepertinya ia tidak perlu mencari tahu tentang pernikahan orang lain. Lagipula hal itu wajar bagi seorang baron kaya raya atau bangsawan kelas atas.

Fang merasa lelah. Ia menapaki kakinya lebih jauh masuk ke dalam rumah untuk istirahat di kamar. Meski telah berkeliling, ia belum menemukan sesuatu yang janggal.

Fang menghela nafas. Ia tahu, pekerjaannya takkan jadi semudah itu. Merpati milik Ocho akan datang malam ini, itu berarti ia harus melaporkan apa yang ia lihat hari ini. Ia harap bisa menaruh kertas kosong saja disana karena tidak mendapatkan apa-apa.

"Kalau ngantuk tidur aja."

Langkah kaki Fang terhenti di depan sebuah kamar. Ia menoleh, ia yakin mendengar suara dari dalam kamar itu. Fang melihat kanan dan kiri, memastikan tidak ada seorang pun di dekatnya. Ia lantas melangkah mendekati pintu tersebut dan menaruh kupingnya dekat dengan pintu kamar, mencoba menguping.

"Mau dibacain dongeng lagi?"

Fang tahu suara itu. Suara yang tegas namun lembut itu. Itu suara Gempa, adik dari Halilintar, teman kakaknya. Gempa sedang berbicara dengan seseorang di dalam sana.

"Taufan tidur aja, jangan kemana-mana. Gempa racik obat ya?"

"Taufan?" gumam Fang lirih.

Ia ingat dengan jelas informasi yang diberikan sebelumnya oleh kakaknya. Mengenai Taufan, lalu ciri-ciri iblis yang menjadi buronan itu. Entah mengapa, firasat Fang mengatakan bahwa Taufan dan iblis itu jelas berhubungan.

Taufan yang diceritakan oleh Kaizo saat itu. Teman Gempa dan yang lain, namun mati dimakan oleh iblis buronan itu. Namun Fang jelas merasa aneh, lalu siapa Taufan yang disebut-sebut oleh Gempa di dalam kamar.

Bukankah Taufan sudah mati?

Fang berhenti menguping. Sejak tadi saja yang terdengar hanya suara Gempa. Lalu suara benda jatuh entah apa saja. Dan bunyi racikan tumbuhan yang ditumbuk.

Fang merasakan ada sesuatu di dalam. Dan firasat itu mendorong Fang untuk masuk ke dalam kamar Gempa.

Fang meraih kenop pintu. Memutuskan untuk masuk.

"Ayo Taufan! Kalo gak diminum nanti gak sembuh!"

Suara Gempa lagi.

Tapi kenapa hanya ada suara Gempa?

"Apa yang sedang kau lakukan?" Seorang pemuda bermata merah membara menahan tangan Fang yang hendak membuka kenop pintu. Blaze menatap sinis pemuda di hadapannya ini. Fang langsung melepaskan genggamannya dari kenop pintu. Mencari alasan agar lepas dari tatapan curiga milik Blaze.

"Tidak, hanya... Kudengar Gempa berbicara sendirian." Fang memasang tampang datar. Ia hanya harus pura-pura tidak tahu apa-apa mengenai kejadian iblis dan segala hal yang terjadi tentang keluarga mereka.

Blaze menghela nafas. Memasang wajah sendu. "Kak Gempa memanggil-manggil nama Taufan kan?"

"Uh, iya."

Blaze menunduk. Tatapannya tak setajam tadi. Ia bahkan memasang raut wajah kesal dan sedih. Yang membuat Fang lantas mengerutkan dahi karena bingung. "Kak Gempa itu masih belum rela, makanya dia begitu." Blaze menepuk pundak Fang dua kali sembari berjalan melewatinya. "Terbiasalah, jangan singgung nama Taufan di depannya."

Setelah itu Blaze melangkah pergi. Hingga menghilang dari koridor dan menyisakan Fang seorang diri. Fang menunduk, masih dengan jelas mendengar ucapan-ucapan Gempa di dalam kamar.

"Jangan pergi, Taufan!"

Suara Gempa terdengar lebih tinggi dari sebelumnya. Membuat Fang masih ingin mendengar.

"Taufan!!"

"Kumohon, hidungmu! Hidungmu berdarah lagi!"

"Istirahat saja, kumohon..."

Fang merasa tak beres. Dari berteriak, kini suara Gempa menjadi lirih.

"T-Taufaaan!!"

Suara angin kencang membuat Fang tersentak. Suara Gempa tenggelam dalam deru angin. Fang panik, ia langsung membuka pintu kamar itu tanpa pikir panjang. Lalu menemukan keadaan kamar yang cukup berantakan. Dimana seprai ada di lantai dan buku-buku dongeng berceceran di lantai beserta gelas berisi racikan obat. Lalu pintu balkon yang terbuka lebar dan membuat angin menerbangkan tirai dengan heboh.

Namun bukan itu yang menarik perhatian Fang kali ini. Namun Gempa yang duduk di lantai, hanya diam memandangi balkon dengan tatapan sendu.

Fang berjalan mendekat. Menepuk pelan bahu Gempa dan membuat Gempa terkejut.

"Gempa ... kau tak apa?"

Manik emas Gempa berpaling. Tidak mau menatap manik delima dibalik bingkai biru itu yang menatap iba. "Aku ... baik-baik saja..."

Derap langkah kaki membuat mereka menoleh. Muncul Blaze dan Thorn di ambang pintu kamar dengan nafas ngos-ngosan. Mereka langsung menghampiri Gempa yang terduduk.  "Kak Gempa gapapa?" panik Thorn, ia membantu Gempa berdiri.

"Gak apa-apa kok."

Blaze memberi kode pada Thorn. Thorn menyerahkan Gempa pada Blaze dimana Blaze langsung menyeret Gempa ke ranjangnya. Sedangkan Thorn membungkuk di hadapan Fang. "Maaf telah membuatmu tidak nyaman, Fang bisa kembali, kami bisa mengurus ini."

Suara Fang rasanya tercekat. Ia ingin membantu dan menanyakan perihal alasan kenapa Gempa bersikap seperti itu. Namun ia bukan siapa-siapa, ia hanya orang asing di rumah ini. Dan seharusnya ia tidak masuk  begitu saja ke kamar orang lain.

"Ah... Maaf juga karena seenaknya masuk." Fang tanpa basa-basi langsung keluar dari kamar dan menutup pintu. Disana, Fang bisa mendengar percakapan mereka di dalam kamar.

"Taufan pergi lagi!"

"Tenang kak, nanti pulang kok."

"Iya benar kata kak Blaze, nanti Taufannya pulang."

Sudahlah, Fang malas menguping lebih jauh. Ia beranjak menjauh dari kamar itu sambil terkekeh geli.

"Keluarga? Teman? Aku harap aku punya yang seperti itu walau hanya satu."

.

.

.

Taufan telah menyelesaikan tugasnya kali ini. Jumlah iblis yang keluar dari segel semakin banyak dari dunia bawah. Segel benar-benar harus dibuat secepatnya. Namun masalahnya, ia tidak bisa menyegel secepat itu. Ia membutuhkan waktu untuk mengumpulkan energi murni dari bumi agar bisa menyegel langsung tempat itu.

Tidak banyak, ia hanya perlu sedikit lagi.

Ia hanya perlu satu energi manusia saja.

Tapi ia tidak tahu harus bagaimana. Tumbuhan, hewan dan sejenisnya sudah ia ambil energinya dengan mudah karena mereka menyerahkan dengan sukarela. Namun manusia, memang siapa yang mau menyerahkan energinya secara sukarela kepada iblis buronan. Yang ada, ia pasti hanya akan di buru.

Dan masalah satu lagi. Ia tidak tahu caranya mengambil energi dari manusia. Pada tumbuhan dan hewan, ia hanya diam, karena mereka sendiri yang menyalurkan. Karena itu, Taufan merasa bimbang sekarang.

Lagipula, ia tidak mau mengambil energi Gempa atau teman-temannya yang lain.

Taufan berdiri, membersihkan debu di pakainnya dengan menepuk-nepuk bagian bajunya. Meski bagian yang memiliki darah tidak bisa dibersihkan.

"Kau yakin tidak mau menerima tawaranku, Taufan?"

Langkah Taufan terhenti, ia mendecih kesal lalu lanjut melangkah tanpa memperdulikan suara-suara iblis bangsawan itu.

"Kau akan menyesal."

Taufan masih berjalan, keluar dari hutan dan hendak menemui Gempa. Namun perkataan sang iblis bangsawan itu lagi-lagi menghentikannya.

"Anak itu akan jadi korban pertama begitu aku keluar."

Taufan terdiam. Tidak menampilkan ekspresi apapun diwajahnya. Ia hanya menunduk, menatap kakinya yang menginjak rumput. Sinar bulan menerangi tempatnya berdiri.

Ia kembali mengangkat wajahnya. Tepat di hadapannya, rumah milik Solar berada. Tempat dimana teman-teman manusianya berkumpul.

Gempa adalah anak yang baik. Begitu juga dengan sepupu-sepupunya. Taufan selama ini tidak sadar bahwa telah membuat mereka berjalan mendekati neraka. Hal-hal yang mereka lakukan, semuanya, mereka pasti juga akan dibenci oleh kaum mereka sendiri, sama seperti dirinya.

Taufan berbalik arah, hendak menjauhi gerbang sebelum langkah kaki seseorang menghentikannya.

Ia menoleh, mendapati pemuda bersurai ungu—Fang tengah memperhatikannya dari arah gerbang.

"K-kau?"

Taufan hanya memandang sekilas kemudian berjalan maju lagi. Membuat Fang mau tak mau berlari mengejarnya. Menarik lengan iblis biru itu tanpa pikir panjang. Dan membuat manik mata mereka saling bertatapan.

Tanpa senyum, Taufan hanya memandangi Fang dalam diam. Fang bisa melihat dengan jelas, tanduk yang berada di kepala Taufan dan sebuah kalung yang menjadi simbol iblis itu. Dihadapannya ini adalah seorang iblis tingkat anonim yang menjadi buronan.

Fang masih mencengkram kuat lengan Taufan yang tingginya setara dengan dirinya. "Apa yang mau kau lakukan disini? Apa kau ingin menghabisi seluruh manusia disini? Kenapa? Kenapa iblis sepertimu muncul?"

Tak ada jawaban meski Fang lama menunggu. Hanya deru nafas Taufan yang semakin memberat. "Ck! Jawab! Kenapa kau hanya diam saja?"

Setelah menghela nafas panjang. Taufan hanya menggerakkan bibirnya saja. Membentuk sebuah huruf tanpa ada suara yang mengikuti. Seolah berkata 'aku bisu' pada Fang.

Fang terkesiap kaget. Ia melepas cengkramannya pada lengan Taufan. Ia baru mengambil jarak beberapa langkah. Kemudian memandang ragu ke arah Taufan yang hanya diam saja.

"Kalau begitu, kau bisa jawab pakai gelengan atau anggukan saja. Apa kau mau menjawab pertanyaanku?" Fang tak putus asa. Dia masih ingin mencari informasi sebanyak mungkin.

Lalu Taufan menganggukkan kepalanya.

"Apa kau benar-benar iblis?" Taufan mengangguk.

"Apa tujuanmu kesini? Apa kau ingin membuka segel dan menghancurkan umat manusia? Apa kalian para iblis mau balas dendam?" Mendengar itu, Taufan menggeleng. Karena memang, Taufan kesini karena urusan yang sebaliknya.

Dahi Fang berkerut melihat gelengan dari Taufan. Jika bukan untuk membuka segel, lalu apa yang mau mereka lakukan. "Jangan-jangan kau... mau memperbaiki segel?"

Taufan mengangguk.

Fang benar-benar bungkam. Dia tidak bisa percaya dengan apa yang ingin dilakukan oleh Taufan terhadap segel.

Satu pertanyaan lagi dibenaknya. "Apa kau memiliki hubungan dengan Gempa?"

Berbeda dengan pertanyaan yang lain. Kali ini Taufan tidak bergerak sama sekali. Membuat Fang keheranan.

Derap langkah kaki lagi-lagi terdengar dan kini sudah ada Halilintar dan Kaizo agak jauh dari tempat mereka berdua berdiri.

Jika kalian bertanya kenapa Halilintar dan Kaizo datang. Hal itu dikarenakan Halilintar yang cemas terhadap Gempa. Mengenai Gempa yang ada di surat yang dikirim oleh Fang dengan merpati sebelum Fang keluar gerbang dan menemui Taufan.

"Pang! Menjauh!!" Kaizo berteriak. Fang ragu, ia berbalik dan seolah ingin mengatakan jika Taufan tidaklah sejahat itu.

Namun, itu tidak akan dibiarkan terjadi.

Terutama Taufan sendiri.

Taufan mengangkat tangannya sebelum Fang sempat berbicara. Dan punggung Fang dilukai olehnya dengan cepat hingga akhirnya Fang ambruk ke tanah.

"Pang!!" Kaizo panik. Ia mengeluarkan pedangnya dan langsung maju menerjang Taufan. Taufan dengan refleks cepat menghindari serangan dari Kaizo. Dan tiba-tiba sudah ada Halilintar disampingnya yang menebas Taufan.

Bagian kanan tubuh Taufan terkena pedang dan membuatnya lempeng jatuh ke dekat dinding gerbang. Lukanya tidak langsung menutup, mungkin karena pedang itu adalah pedang khusus untuk mengalahkan iblis.

Kaizo menyerang lagi namun Taufan lebih dulu menghindar.

Mata safirnya bersinar. Angin-angin mulai kencang hingga Taufan memutuskan untuk segera kabur.

Sebelum menghilang sepenuhnya. Taufan sempat tersenyum tipis ke arah Fang yang terbaring di tanah.

'Jika aku tak bisa membuat orang lain suka padaku, satu-satunya jalan adalah membuat orang lain benci denganku.'

'Dan karena itu, aku takkan melibatkan kalian lagi.'

Dan Taufan hilang sepenuhnya.

.

.

.

***tbc***

A/n:

Yo! Dah lama ya?

Umm jadi, updatenya bakal ga nentu karena bener-bener sibuk sekarang.

'Key, kita bahas ceritanya. Jadi disini, Taufan dah gamau buat siapa-siapa jadi kena bahaya karena dia. Jadi dia bakalan ngilang lagi.

Dah segitu aja, see you~

080321

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro