Hari Pertama Setelah Menikah
Bismillahirahmanirahim
💔💔💔
Delapan jam yang lalu aku resmi jadi seorang istri. Sekarang Erlan adalah suamiku, imamku dalam salat, pembimbingku dan surgaku.
Di sampingku ada seorang laki-laki yang setiap harinya pasti akan usil. Aku tahu benar sifatnya yang humoris, suka buat candaan sampai aku terbahak.
"Istrinya aku ya sekarang?" Ia menggodaku yang sedang melipat baju-bajunya.
"Ciye, suami." Aku membalasnya lalu kami terbahak bersama.
Lucu sekali. Dulu kami canggung bertemu berdua, sekarang satu kamar diikat oleh status halal. Rasanya benar-benar aneh. Kalau boleh jujur, dulu aku sempat mengkhayal punya suami seperti mantan kekasihku. Bukan maksud mengungkitnya lagi, hanya ingin bilang dia salah satu yang kudambakan jadi suami, sebab sifat-sifatnya nyaris semua aku sukai. Dari cara dia perhatian, cara dia menyayangi. Sayang, kami tidak berjodoh.
"Udah. Nanti lagi lipat bajunya, sini duduk samping aku."
Katanya kalau suami memanggil istri, istri tidak boleh menolak. Baiklah, aku tinggalkan beberapa pakaian di sudut lemari yang belum sempat kulipat demi mendatangi suamiku.
"Kenapa Mas?"
"Mas? Kayaknya perlu diganti."
Aku menolehnya. "Ganti apa?"
"Sayang. Panggil aku sayang,"katanya dengan senyum kecil.
Aku terkekeh. "Nggak ah. Enakan Mas. Lagian umur Mas dan aku kan beda lima tahun."
"Ya udah bebas aja, yang penting cinta."
Aku ketawa lagi. "Cinta nggak ya?" Sengaja aku kerjai, ingin tahu reaksinya.
"Kalau nggak cinta kenapa mau dinikahi?"
"Biar nggak jomlo aja."
Dengar jawabanku dia spontan gelitiki perutku sampai aku menjerit. Ya Allah, nikmatmu mana yang bisa kudustakan. Aku sangat bersyukur dititipkan suami seperti Erlan, walaupun dalam versiku bukan dia yang aku inginkan. Ada orang lain yang menurutku lebih aku dambakan. Erlan baik, pasti. Dengan segala kekurangannya yang lima persen itu aku tidak masalah. Ibarat sebuah baju Erlan bagiku warna cadangan, sementara warna yang kumau sudah sold out.
"Aku juga." Dia berusaha menyetop tawa. "Nikahi kamu biar dibilang laku aja." Dia kembali tertawa sambil menjulurkan lidah, mengolokku.
"Ya udah. Malam ini Mas tidur di luar!" Aku pura-pura mengancam.
"Mana ada suami istri yang baru nikah tidurnya misah. Kan kita mau--"
"Apa sih Mas? Nggak usah dilanjutin ih, malu." Langit-langit tawa kembali hiasi kamar. Erlan suka sekali aku dalam mode merajuk.
Aku turun dari kasur, kembali lipati baju. Erlan membuntutiku dari belakang seperti anak-anak yang minta susu pada ibunya. "Maaf Sayang, bercanda."
Aku bukan marah, hanya saja malas membahasnya. Tahu sendiri sebenarnya perempuan itu paling tidak siap dengan yang namanya malam pertama. Sebagian temanku juga cerita begitu. Kalau bisa kabur, kami pasti kabur. Perlu adaptasi, karena aktivitas ini tidak pernah dilakukan sebelumnya. Tentu akan mengundang banyak kecanggungan, terutama aku. Biarpun nakal pacaran, aku tidak pernah macam-macam. Nakalku sebatas pertukaran saliva, tidak lebih dari itu.
"Maaf Sayang." Ulangnya lagi.
"Es cream mau?" Dia kira aku anak kecil apa, aku langsung menggeleng.
"Nasi goreng? Batagor? Atau Bakso?" Aku menggeleng, kali ini lebih tegas.
"Jangan sekarang ya Mas." Aku ucapkan sepelan mungkin, kuharap suamiku mengerti.
"Apanya?"
"Itu."
"Itu apa?"
Ya Allah, ingin kugigit hatinya biar lebih peka lagi dengan kode.
"Malam pertama kita."
Erlan terkekeh. "Belum siap ya?" Pelan, aku anggukan kepala.
"Ya udah selesaikan lipatan bajunya, habis itu kita tidur ya." Ia usap kepalaku, sedikit memainkan rambut sampai berantakan.
Entah itu kalimat pengertian atau kecewa. Aku tidak bisa menangkap sinyal apa-apa. Yang aku tahu tidak ada perubahan mimik. Erlan pasang wajah seperti biasa. Bedanya dia kembali naik ke kasur lalu buka ponselnya. Aku hanya diam, amati ia baik-baik, barang kali ketemukan kekecewaan dari balik tingkahnya.
💔💔💔
Memang agak aneh, pasangan suami istri baru menikah, tidur di atas kasur yang sama, tetapi saling memunggungi. Entah kecewa atau apa, Erlan lebih dulu tidur daripada aku. Selesai lipat baju, aku sudah lihat Erlan tidur dalam posisi menyamping. Aku coba gerakan bahunya, sayang tidak ada respon. Bahkan suara dengkuran jadi tanda ia benar-benar tertidur.
Besok paginya, saat aku bangun, Erlan ketemui baru saja selesai salat subuh. "Mas kok nggak bangunin aku?"
"Udah, tapi kamunya nggak bangun." Dia menyengir.
"Maaf. Mungkin aku kecapekan sampai telat bangun. Ya udah aku salat subuh dulu, habis itu mau masakin Mas."
Aku bangkit dari kasur. Kulihat Erlan hanya senyum kecil mendengar aku mau masak untuknya. Sebab dia tahu kemampuanku memasak tidak seberapa. Sebelum kami menikah, Erlan pernah cicipi masakanku. Katanya enak, hanya kurang asin sedikit. Tipe lidahnya memang cenderung suka asin, jadi menurut Erlan masakan manis itu sama dengan hambar.
Selesai salat aku ke dapur. Kami masih tinggal seatap dengan orang tuaku. Aku dan Erlan sama-sama bekerja di sebuah perusahaan. Kami hanya beda divisi. Awalnya bos kami keberatan jika kami menikah dan masih satu kantor. Namun karena kebijakan dan melihat kinerja kami cukup di perhitungkan, aku dan Erlan tetap boleh satu kantor. Dengan berbagai macam syarat yang harus kami tanda tangani di atas materai.
"Masak apa Sayang?" Erlan lingkarkan tangannya di perutku, ia memeluk begitu erat.
"Mas lepas. Malu kalau di lihat ayah sama ibu." Bukannya melepas, ia malah terkekeh sambil mendekapku lebih erat. Sampai-sampai perutku terasa sesak dengan pelukan posesifnya.
"Nanti malam ya Sayang."
Aku menutup mata sejenak. Bukan buta kode, tetapi itu terdengar seperti sebuah perintah. "Lusa aja gimana Mas?"
"Dosa loh nolak suami." Astaghfirullah aku tahu itu, tetapi untuk kali ini aku mimta toleransi kesiapan.
"Aku belum---"
"Siap?" Erlan menyambung. Pelan, aku anggukan kepala.
"Besok, lusa, seminggu lagi. Kamu nggak akan pernah siap Sa. Yang harus kamu lakukan adalah jalani."
Potongan bawang di talenan mendadak berhenti, aku sedang mencerna kalimat Erlan. "Tapi aku rasa, lusa kesiapan aku lebih matang Mas."
Lilitan tangan Erlan di perutku melonggar. Pelan-pelan ia lepaskan. Tanpa sepatah kata pergi tinggalkan dapur. Kali ini aku bisa simpulkan kalau dia kecewa.
Aku datangi dia di kamar. Kulihat Erlan sudah memakai seragamnya, memasukan beberapa berkas ke dalam tas kantor. Hati-hati, aku duduk di tepi kasur agak berjarak.
"Mas," kataku selembut mungkin. "Maafin aku ya."
"Ghaitsa." Aku kaget, dia sebut namaku lengkap. "Dari awal kamu tahu apa aja hak dan kewajiban seorang istri kan? Tolong, jangan buat aku kecewa di hari pertama kita nikah."
Erlan tidak diberi cuti oleh pihak divisinya, sebab kondisi kantor tidak memungkinkan Erlan tinggal. Gantinya Erlan akan diberi cuti di hari lain. Berbeda dengan divisiku yang memberi kelonggaran dua hari untuk rehat setelah capek urusi pernikahan, walaupun aku tahu cutiku sangat tidak berguna tanpa Erlan. Lebih baik aku masuk kantor, toh suamiku bekerja, lalu buat apa aku di rumah.
"Iya Mas, maaf." Aku mendekat, pura-pura perbaiki dasinya yang terlihat miring. "Jangan pulang telat. Aku akan pakai lingerie merah, malam ini." Sebuah kode yang semoga ditangkapnya dengan baik.
Dia mengurai senyum. "Makasih Sayang. Aku usahakan pulang cepat hari ini." Dia mengecup keningku.
Sebelum pergi, aku bungkuskan Erlan masakanku untuk dia makan nanti siang. "Dimakan ya Mas. Semoga suka," kataku sembari mengulum senyum.
"Iya Sayang. Makasih masakannya." Erlan masukan kotak makan ke dalam tas.
Di depan pintu kami bersalaman. Aku antar Erlan sampai teras rumah. Lalu dadah seperti anak kecil yang ditinggal orang tuanya, lucu.
💔💔💔
Aku sudah duduk di depan televisi selama dua jam. Berusaha cari tontonan ramai supaya mataku yang menggantuk tetap terjaga. Beberapa kali aku ketahuan ibu menguap. Beliau menyuruh aku tunggu Erlan di kamar saja, tetapi kutolak dengan alasan di kamar akan membuat aku suntuk.
Pasalnya jam dinding sudah mengarah ke pukul 21.00 malam. Pesan whatsappku belum ada yang dibaca. Kutelepon dua kali tidak di jawab. Pikirku mungkin dia sibuk atau masih di jalan, jadi malas angkat telepon.
Faktanya sampai jam sepuluh malam, Erlan tidak ada kabar.
My Husband : Mas, masih kerja? Mas lembur? Aku tunggu ya.
Masih conteng dua tanpa warna biru.
💔💔💔
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro